11 - KEBETULAN LUAR BIASA

4.6K 726 68
                                    


Sudah dua puluh menit, Hana hanya bengong dengan tatapan bingung tanpa melakukan apapun. Laptop di hadapannya yang sudah menyala sama sekali belum ia sentuh. Ya, Hana telah kehilangan fokusnya sejak ucapan Juan yang memberitahunya bahwa yang membuat dirinya diterima di anggota himpunan adalah Juna.

"Kenapa Kak Juna bantu gue?"

Kenapa? Kenapa? Dan Kenapa? Sekeras apapun Hana mencoba mencari jawaban, Hana sama sekali tak bisa menemukan jawabannya.

"Apa gue tanya langsung aja ke Kak Juna?"

Seketika Hana tertawa dingin, seolah sedang mencemoh dirinya sendiri.

"Lo kayak berani aja Han!"

Dug! Hana langsung menjatuhkan kepalanya di atas meja cukup keras dan membuatnya merintih kesakitan.

"Jangan berharap apapun Hana, tolong!!!"

Salah satu yang sangat harus dihindari ketika menyukai seseorang secara diam-diam adalah berharap. Jika tidak ingin sakit hati, cukup jangan berharap apapun. Walaupun sulit melakukannya. Benar bukan?

*****

Juna meregangkan kedua tangannya, akhirnya dia bisa bernapas lega setelah memeriksa daftar anggota himpunan baru. Juna melirik ke jam dinding ruangan, menunjukkan pukul delapan malam.

Juna berdiri dari duduknya dan segera merapikan barang-barangnya.

"Pulang?" tanya Juan yang baru saja kembali ke ruang himpunan.

Juna mengangguk.

"Iya. Lo nginep lagi di sini?" tanya Juna balik.

"Kayaknya. Males pulang," jawab dan jelas Juan.

Juna hanya mengangguk-angguk saja dan melanjutkan aktivitas berberesnya. Sedangkan, Juan duduk santai sembari mengamati Juna.

"Jun, gue tadi ketemu cewek itu," ucap Juan tiba-tiba.

Juna menghentikan aktivitasnya kemudian menatap Juan dengan kening berkerut.

"Cewek itu?" bingung Juna.

"Hanara, adik tingkat yang lo perjuangin biar bisa masuk himpunan," goda Juan.

"Ngaco lo," tajam Juna cepat.

"Mana yang ngaco? Gue yang ketemu Hana atau lo yang perjuangin di..."

"Kak!" potong Juna cepat membuat Juan langsung mengangguk mengerti dan tak melanjutkan kalimatnya.

Juan menegakkan tubuhnya.

"Mumpung kita hanya berdua sekarang. Jelasin ke gue sebenarnya apa alasan lo ingin dia masuk jadi anggota himpunan," pinta Juan.

Juna menghadapkan tubuhnya ke Juan, menatap cowok itu lekat.

"Jawaban gue sama seperti yang gue sampein ke lo dan Kak Wina. Dia punya kualifikasi."

"Dia nggak pernah ikut organisasi."

"Kalau dia pernah ikut organisasi nggak mungkin dia daftar jadi sekertaris II, bisa-bisa dia daftar buat gantiin lo jadi ketua!" ketus Juna mulai kesal.

Juan tertawa puas mendengar jawaban Juna.

"Jadi serius hanya itu alasannya?" tanya Juan memastikan terakhir kalinya.

Juna menghela napas panjang.

"Alasan apa lagi yang mau lo denger?" serah Juna hampir lelah menjawab Juan yang mendadak seperti detektif gadungan.

HI AWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang