Ekstra part

50.7K 4.1K 737
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“Allahumma shalli 'alán-nabiyil hasyimiyyi Muhammadin wa'ala alihi wa sallim tasliman”

****


Setelah tiga tahun kepergian Aisyah, membawa luka yang teramat dalam di hati Gus Ilham. Membuat pria itu, sempat depresi. Hingga pada akhirnya ia bisa melewati semuanya berkat bantuan keluarga yang menjadi suport sistem nya.

Begitu pun dengan anak-anaknya, menjadi orang tua tunggal tentu saja merepotkan, apalagi mengurus tiga orang anak. Tapi semua itu, tidak menjadi tanggungan Gus Ilham sendirian.

Puji syukur Allah SWT, masih memberi kedua orang tuanya umur yang panjang dan kesehatan jasmani maupun rohani, sehingga bisa membantu Gus Ilham dalam mengurus Arsya, Arsyi, dan anak bungsu nya Aqilah yang memang sangat butuh perhatian.

Siang hari ini, Gus Ilham baru saja pulang dari pesantren. Ia tak sengaja melihat putri nya, Aqilah, yang sudah berumur 3 tahun itu, bermain seorang diri di bawa pohon mangga.

Gus Ilham mengernyit heran, mengapa Aqilah disana sendirian. Kemudian Gus Ilham melangkah mendekati anaknya.

Tersisa tiga langkah lagi, Gus Ilham sampai di sana. Namun ia terhenti takkala mendengar tangisan anaknya, bahu gadis kecil itu bergetar hebat.

Gus Ilham melihat Aqilah menghapus air matanya sambil bermain pasir. Dengan cepat Gus Ilham melangkah kearah Aqilah. Ia mengusap kepala Aqilah, membuat anak itu mendongak.

"Abah?" Wajah anak kecil itu sudah memerah. Air matanya, membasahi seluruh pipinya.

"Aqilah kenapa main disini? Abang Aca sama Kakak Aci nya mana?"

Mendengar nama saudaranya, Aqilah kembali menangis. "Kakak cama abang nda mau main cama Cila, abah..."

"Kenapa?" Tanya Gus Ilham, membersihkan tangan anaknya dari pasir yang dia mainkan.

"Meleta bilang, Cila nakal, buat umi pelgi. Bantu cila abah, buat umi datang ya, katanya, umi ada di dalam tanah, makanya Cila gali tanah ini, ciapa tau bica dapat umi." Ucap anak itu berlinang air mata. "Abah, mau bantu Cila?"

Hati Gus Ilham rasanya ditusuk banyak pisau mendengar ucapan anaknya. "Qila, umi pergi bukan karena Qila. Umi pergi karena Allah, lebih sayang umi dari kita sendiri. Tapi Qila harus tau, orang yang sudah pergi itu, tidak bisa di kembalikan lagi."

"Kenapa tidak bisa kembali?"

"Karena sudah bersama Allah."

"Tapi kenapa Allah, panggil umi?" Tanya Aqilah.

Gus Ilham hanya tersenyum. Ia membawa Aqilah ke dalam pelukan nya. "Kita cari Arsya sama Arsyi ya?"

Aqilah menggeleng cepat. "Nanti kakak cama abang malah, kalau Cila muncul depan meleka."

Gus Ilham mengusap kepala anaknya dan mencium keningnya. "Nggak akan marah, abah ada di samping Qila."

Gus Ilham mengajak Aqilah, pergi ke taman belakang rumah mereka. Disana sudah ada Arsya dan Arsyi yang bermain dengan riang. Gus Ilham melihat Aqilah yang dia gendong menatap lurus dengan raut sedih.

"Qila pengen main sama meleka abah."

Gus Ilham menurunkan putrinya. Lalu ia ikut menunduk, sejajar dengan tinggi badan Aqilah.

"Aqilah nunggu di sini, nggak apa-apa?" Tanya Gus Ilham. "Abah pengen bicara sama kakak Aci dan abang Arsya, dulu ya?"

Aqilah mengangguk.

Aisyah Aqilah || TERBITWhere stories live. Discover now