Bab 2

28 5 0
                                    

Aku duduk dan menyiapkan kasus-kasus untuk besok. Aku harus mencari cara untuk meyakinkan seorang pengendara motor dengan tinggi nyaris dua meter dan dengan bobot seratus tiga puluh kilogram bernama 'Tiny'—mungil—bahwa tidak seorang pun akan percaya kalau dia baru saja 'menemukan' dua puluh tujuh televisi layar datar HD ukuran tiga puluh inci di lorong belakang apartemennya. Siapa pun harus berhati-hati saat memberi tahu orang seperti Tiny bahwa bahkan pengacaranya sendiri menganggapnya sebagai pembohong besar. Aku tidak terlalu menantikan kasus itu, atau enam belas kasus lain yang ada dalam jadwalku. Untungnya, hari ini pekerjaan cukup ringan.

Jessica kembali satu jam kemudian, dan kelihatan seperti baru saja adu tinju beberapa ronde melawan Mike Tyson. Atau mungkin karena Mr. Roth sedang bersikap menyebalkan. Kadang-kadang, Mr. Roth memang seperti itu (Setiap hari, sebenarnya). Aku dan Jess mulai bekerja untuk Asosiasi Pengacara Publik pada saat yang bersamaan hampir setahun yang lalu dan kami sudah menjadi teman akrab pada hari pertama. Sejak beberapa bulan yang lalu, kami juga berbagi sebuah apartemen di gedung yang hanya berjarak beberapa blok dari kantor kami di Rittenhouse Square District yang mewah. Kalau ingin sepenuhnya jujur, sebenarnya aku tidak terlalu memerlukan teman sekamar. Orangtuaku adalah pebisnis yang sangat sukses. Jadi, kurasa, bisa dibilang aku berasal dari keluarga kaya. Namun, aku senang mengetahui bahwa aku bisa membiayai kehidupanku sendiri. Jadi, seringnya aku berusaha untuk hidup dari penghasilanku sendiri. Sayangnya, hal itu membuat orangtuaku khawatir, walaupun pada dasarnya semua hal selalu membuat orangtuaku khawatir. Mereka khawatir tentang aku yang bekerja bersama para kriminal. Mereka khawatir karena aku tinggal di kota lain. Mereka khawatir karena aku tidak pandai mengatur keuangan. Namun, yang paling sering membuat mereka khawatir adalah bahwa pada akhirnya aku akan hidup seorang diri bersama sekawanan kucing dan uang jutaan dolar di dalam kotak sepatu yang kusimpan di kolong tempat tidur.

Kehidupan sosialku saat ini tidak benar-benar berkembang. Aku suka pergi keluar, tetapi hanya jika dikelilingi oleh teman-teman karena, sejujurnya, aku sudah terlalu sering menghabiskan malamku dengan mengusir para playboy mabuk di bar dan kelab. Aku tidak mau berkencan dengan teman sekantor, dan aku tidak pernah benar-benar bertemu dengan orang baru. Jadi, sudah beberapa bulan ini aku tidak pernah berkencan dengan seseorang. Namun, kenyataan itu harus berubah, karena aku tidak bisa lagi hidup seperti ini. Pekerjaanku menciptakan banyak ketegangan dan aku membutuhkan pelampiasan. Aku harus menemukan partner seks yang tidak membutuhkan baterai.

Masalahnya, satu-satunya pria yang kusukai adalah Mr. Pierce. Saat ini, kami sudah berbulan-bulan bekerja bersama di ruang sidang itu. Walaupun Mr. Roth bisa bertingkah sangat menjengkelkan, Mr. Pierce hanya melakukan pekerjaannya. Mr. Pierce selalu memberikan negosiasi yang adil, meski terkadang dia membuatku harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Pertarungan dengan pria itu di pengadilan selalu bersifat jujur dan adil, sekalipun itu membuatku ingin menjadi gadis nakal. Sejujurnya, bertarung di pengadilan bisa cukup menggairahkan. Terkadang, batasan antara marah dan bergairah sangatlah samar.

Namun, aku terlalu sering memikirkan Mr. Pierce. Aku mulai berubah menjadi gadis penggemar yang sinting. Mungkin sebaiknya sekalian saja kupajang poster pria itu di atas tempat tidurku. Sayangnya, aku sama sekali bukan satu-satunya penggemar Mr. Pierce. Semua orang tahu kalau dia adalah playboy ulung. Aku tidak menginginkan kencan semalam dan aku tidak ingin berbagi. Jadi, sepertinya Mr. Pierce tidak boleh masuk hitungan. Yah, seandainya saja ada orang yang bisa menjelaskan itu kepada batin-Gabrielle. Dan organ kewanitaanku.

Kemudian, tentu saja, seolah itu tidak cukup buruk, ada satu masalah lain; Mr. Pierce mengingatkanku pada seseorang dari masa laluku, yang tidak terlalu kukaitkan dengan kenangan indah. Bukan hal yang terlalu penting, tetapi yang jelas juga tidak mendorong rasa percaya diriku. Ceritanya panjang, tetapi intinya saat masih kuliah aku berhasil kehilangan keperawananku dalam kencan satu malam bersama seorang playboy. Aku tahu—Gabrielle sungguh brilian. Benar, kan? Tunggu, ceritanya semakin menarik, karena keesokan harinya aku memutuskan untuk memberi tahu pria itu kalau aku ingin menjadi pacarnya. Kita anggap saja dia tidak sepenuhnya setuju dengan rencana itu. Apakah itu bisa dibilang memalukan? Intinya, entah apa alasannya, tetapi ada sesuatu tentang Mr. Pierce yang mengingatkanku kepada si playboy yang merenggut keperawananku itu.

The Law of AttractionWhere stories live. Discover now