39

6.8K 761 82
                                    

Setelah bertemu dengan Agam saat ia bermain tenis dengan Lisnia dan Miu, Abel lagi-lagi bertemu Agam di Reverie, butik milik Miu dan Lisnia yang didirikan di pusat kota. Letaknya dekat dengan mal Central, sekitar 40 menit perjalanan dari rumah Abel kalau sedang macet. Laki-laki itu datang dengan manajernya, kelihatan tampan dengan kaus putih, jaket bomber hitam dan celana ripped-jeans yang ia kenakan. Agam tidak mengenakan riasan, yang mana bisa Abel tebak lelaki itu keluar untuk berbelanja.

"Selamat datang di Reverie, Kak. Saya Bia, ada yang bisa dibantu?"

Bianca, akrab disapa Bia adalah salah satu dari tiga karyawan Reverie yang kebetulan sedang tidak melayani pelanggan. Butik masih sepi pagi menjelang siang ini. Dua karyawan lainnya belum datang karena masih belum shift mereka.  Abel menarik napas sedikit lega mengetahui jika Bia yang melayani Agam. Ia tidak akan bisa bersikap profesional jika dirinya yang harus melayani Agam.

Agam menatap Bia sekilas, lalu dengan mantap mengarahkan tatapannya pada Abel. Mereka saling bertatapan selama sepersekian detik, sampai Abel mengalihkan tatapannya. Perempuan itu membalikkan badan, beranjak menuju rak pakaian yang baru diacak-acak pelanggan sebelumnya untuk merapikan rak itu. Abel tidak mendengar percakapan Bia dan Agam, memilih fokus merapikan rak yang agak berantakan itu.

Suara lonceng di pintu kaca yang berbunyi membuat Abel menghentikan kegiatannya dan segera berjalan menuju pintu untuk menyambut tamu. Senyumnya melebar saat melihat sosok Bayu yang datang bersama dengan Januar yang juga rekan kerjanya dahulu.

"Loh, kalian nggak kerja?" tanya Abel ceria.

Bayu tersenyum, memeluk Abel ramah diikuti dengan Januar yang juga ikut memeluknya.

"Kita bolos bentar, mau lihat-lihat tempat kerja baru lo! Januar juga kangen katanya," ujar Bayu membuat Abel tertawa, melirik pada Januar yang menyeringai.

"Kangen diomelin Kak Abel, hehe."

"Heh, lo mau bikin gue cepet keriput gara-gara ngomel mulu?" Abel menyipitkan mata, menatap Januar agak kesal. Lelaki itu hanya terkekeh. "Oh, kalian mau cari apa?"

"Lihat-lihat aja dulu. Januar katanya mau beli jaket juga."

"Oh! Gue ada lihat jaket yang pasti sesuai sama selera lo! Sini Jan, gue tunjukin!" kata Abel antusias. "Ada kaus juga, Yu. Yang selera lo banget, di pojok deket..."

Abel tak melanjutkan kalimatnya saat tanpa sengaja matanya kembali bertumbukan dengan mata Agam. Lelaki itu berdiri menjulang di dekat rak kemeja, sementara Bia menemaninya memilih kemeja. Namun, Abel melihat lelaki itu memberikan wajah dingin dan tatapan tak suka ke arahnya. Ia tak tahu mengapa Agam memasang wajah seperti itu, tetapi Abel langsung kembali fokus pada pekerjaannya.

"Di pojok kiri dekat kamar pas, Yu," lanjut Abel mengulang kalimatnya yang terputus.

Bayu ikut melirik ke arah yang ditunjuk oleh Abel dan matanya tanpa sengaja melihat Agam. Mata Bayu langsung membulat. Ia menunduk mendekat pada Abel untuk berbisik ke telinganya.

"Lo balikan sama mantan lo?" tanyanya dengan suara berbisik.

"Dia cuma belanja," bisik Abel rendah menjawab pertanyaan Bayu. "Jangan dilihatin, pura-pura nggak tahu."

Bayu menegakkan tubuhnya, mengangguk kecil sambil beralih pada Januar. "Lo sono, sama Kakak Abel cantik. Gue biar lihat-lihat kaus aja."

Januar menatap keduanya bingung selama beberapa saat, tetapi mengangguk dan mengikuti Abel menuju ke rak jaket. Abel membantunya memilihkan jaket, lalu mengantarnya ke kamar pas untuk mencobanya.

"Kak, bagus nggak? Cocok nggak?" tanya Januar sambil mencoba jaketnya. "Ini kalau aku nongkrong, ditanyain nomor hapenya nggak sama cewek-cewek?"

Abel tertawa, melangkah maju dan secara otomatis membenarkan kancing jaket yang dikenakan oleh Januar sembarangan. Karena pekerjaannya kini, Abel akan risih jika melihat seseorang mengenakan pakaian dengan tidak rapi. Seperti Januar yang asal mengancing jaketnya.

No Strings AttachedWhere stories live. Discover now