3. Ulang Tahun

876 125 1
                                    

"Lo kenapa, sih? Hmm? Kurang tidur?"

Ya. Betul sekali. Ia kurang tidur.

Mengabaikan pertanyaan Petra, Saka menurunkan ritsleting jaket yang dikenakannya dan menyerahkannya kembali pada kru. Pemotretan sport apparel baru saja berakhir, dan Saka tidak terlalu bersemangat menyambut jadwal berikutnya.

"Pet, lo batalin jadwal interview-nya."

"Lah? Lo mau ke mana emangnye? Latihan? Lo udah dilarang Coach dateng latihan gara-gara berantem kemaren. Eh! Wah, si anjing gila—" Petra buru-buru menahan leher kaos merk Nike yang baru saja meluncur melewati kepala Saka. "Copot! Sableng lo, Ka. Hormatin brand yang udah bayar elo lah, Ka."

Saka tetap mengenakan kaos itu dan melenggang santai melewati semua kru pemotretan yang terbengong-bengong.

"Lo mau ke mana, woi!" Petra lari menyusul Saka, tak lupa membungkuk-bungkuk maaf pada semua kru yang dibuat shock oleh sang klien.

Saka memutuskan untuk berolahraga di Clubhouse Akasia siang itu, mengingat ia tidak punya jadwal latihan basket gara-gara sanksi dari perkelahiannya dengan Ian.

Bagaimana pun, lebih baik ia mengolah kebugaran tubuhnya daripada tidur siang atau melamun tidak jelas di rumah.

Tidak banyak penghuni Akasia yang berolahraga di ruang gym siang itu. Hanya Saka dan seorang pria penghuni entah rumah nomor berapa yang berlari di treadmill. Tidak ada suara bising selain jejak sepatu yang bergesekan dengan karet mesin treadmill.

Demi mengusir semua lamunan kemarin malam, Saka mencoba mendengar sembarang musik, apa saja, dari airpods di dua telinganya.

"Hai." Sayup-sayup terdengar sapaan dari mesin sebelah.

Saka menoleh, lalu mendesah tanpa suara. Hidup lagi bangsat-bangsatnya, dan sekarang ia harus berjumpa dengan Odi.

"Olahraga siang-siang juga?" Pria berkulit dan berwajah putih bersih itu tersenyum sopan kepadanya. "Udah lama?"

Saka menaikkan volume musik. Tapi terlambat untuk tidak mendengar ucapan Odi yang terlanjur masuk.

"Selain basket, ada olahraga lain yang elo suka?" Pria itu mulai menyalakan mesin treadmill. "Gue nggak terlalu jago olahraga. Satu-satunya olahraga yang gue suka itu berburu. Iya, aneh ya. Gue bahkan nggak tau apa itu bisa masuk kategori olahraga. Waktu kecil, sebulan sekali paman gue—yang pensiunan tentara—ngajak gue buat nemenin dia berburu. Kadang di Cikidang, Serang, Garut—"

Astaga berisiknya.

"Kapan-kapan kita bisa hunting bareng kalau mau. Nggak berburu yang aneh-aneh kok, palingan burung. Kita nggak membunuh rusa." Odi tertawa. "Oh iya, gue baru inget. Malam ini ada acara? Kebetulan bini gue ulang tahun. Kalau elo free, dateng aja jam delapan di rooftop Ginza. Gue dan temen-temen mau bikin surprise di sana. Acara kecil-kecilan doang sih—"

Saka tahu terkadang ia bisa bersikap semena-mena dan menyebalkan selayaknya bajingan, tapi ia tidak bisa menahan diri. Tidak di depan pemuda yang sangat mengingatkannya pada Raja Barata ini. Saka tidak memiliki keinginan sekecil apa pun untuk mencoba bersikap sopan pada Odi. Alih-alih menjawab, ia mematikan mesin dan meninggalkan pria itu.

Odi tertegun melihatnya.

Saat Saka menyambar tas olahraganya dari kursi, pria itu mematikan mesin dan memanggil.

"Sori, sebenarnya kita punya masalah apa?"

Langkah Saka terhenti. Dengan hembusan napas malas, ia melepaskan kedua airpods dari telinga. "Apa?"

AmbrosiaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon