Mereka bilang

267 7 4
                                    

"Isst ini yang Brian suka"

"Wow. Cupu banget."

"Tadi pagi sama Brian lagi datangnya ke sekolah."

"Gue iri. Dia bisa ngalahin Angel."

"Dia dengan Angel antara langit dan bumi, sih."

"Hidup memang adil yah. Yang cupu dapatnya ganteng."

Masih banyak lagi. Kalimat-kalimat jahat yang di dengar Sasa sejak keluar dari kelasnya untuk pergi ke bagian koperasi membeli pulpen. Sasa pergi sendiri karena Cika bertemu dengan pacarnya di belakang sekolah dan sebenarnya tanpa mereka mengejeknya atau bercerita menghakimnya Sasa sudah tahu kalo dirinya dan Brian adalah satu kesatuan yang memiliki perbedaan sangat mencolok.

Sasa juga heran dengan keluarganya. Yang tidak pernah marah atau melarangnya ini dan itu. Sedangkan Cika untuk pacar-pacaran harus breakstreet tapi, lihat lah Sasa. Brian datang ke rumahnya tadi pagi, Papa dan Kak Satrio bersikap welcome banget. Tidak seperti orang tua pada umumnya yang selalu bilang tidak kepada anaknya apalagi perihal mengenai pacar-pacaran. Bukannya Sasa tidak bersyukur memiliki orang tua seperti itu. Hanya saja Sasa heran karena pernah Sasa tanya mengenai kenapa Mama dan Papanya begitu baik kepadanya dan tidak melarang ini dan itu. Jawabannya karena Mama dan Papa percaya sama Sasa. Sesimpel itu, membuat Sasa tidak ingin mengecewakan orang tuangnya. Termasuk cinta dalam diamnya untuk Mas Seno.

"Jadi pulpen yang mana Nak?" Sasa sedikit tersentak kaget saat sapuan di tangannya terasa serta suara tanya itu dari ibu penjaga koperasi tersebut. Sebelumnya ada beberapa siswa yang juga membeli sehingga Sasa hanya diam dan tanpa sadar berpikir kejauhan.

"Maaf Bu hehe... Yang ini, 2 yah Bu." Sasa menunjuk pulpen yang di inginkan di balik estelase. "Warna hitam Bu."

"Yang ini?"

"Iya Bu." Sasa mengambil pulpen yang di serahkan Ibu Koperasi dan membayarnya sesuai dengan harga yang sudah tertera.

"Tumbenan sekarang Ibu liat tambah diam. Biasanya memang diam banget tapi, kali ini diamnya kebangetan." Ibu koperasi yang bernama Ibu Suci memang lumayan dekat dengan siswa/siswi di sekolah ini. Termasuk Sasa yang pendiam pun, mereka dekat. Karena biasanya Sasa membantu bagian koperasi jika di perlukan dalam hal mengatur barang masuk. Apalagi dalam kondisi mata pelajaran gurunya tidak masuk. "Sekarang memang lagi dekat sama murid baru?"

Sasa tahu gosip itu pasti sudah sampai di telinga guru-gurunya. Apalagi, Sasa tipikal murid yang di sukai semua guru selain karena pintar, Sasa juga tidak pernah ini dan itu seperti siswa yang lain. Jangan lupakan Brian keponakan dari kepala sekolah tentu 2 hal itu berdampak pada gosip yang berkembang cepat. "Ngga Bu." Jujur Sasa merasa tidak dekat. Hanya saja Brian yang mendekat.

"Kata anak-anak gitu."

Sasa mengelengkan kepalanya. "Ngga tahu juga Bu. Yang jelas Sasa ngga rasa deket."

"Yah udah. Kalo ada apa-apa Sasa boleh curhat di Ibu. Kan selama ini gitu. Kalo Sasa ngga suka gurunya ceritanya di Ibu jadi kalo Sasa ngga suka sama anak baru itu cerita yah, sama Ibu." Sasa hanya menganggukan kepalanya. Karena memang seperti itu, Sasa menyusun barang koperasi yang datang sambil cerita mengenai guru yang tidak di sukai. Tapi, sekarang konteksnya beda jadi Sasa usahakan tidak cerita macam-macam kecuali dengan Cika

Selesai membeli pulpen, niat hati langsung ke kelas. Baru tangga ke 3, Sasa sudah menghembuskan nafas lelahnya bukan karena capek naik tangga tapi, karena Sasa melihat di tangga teratas ada Brian.

Sasa memilih untuk tidak peduli dan menaiki tangga demi tangga dengan cara pura-pura memainkan pulpen yang baru di belinya. Entah di tangga berapa ada sebuah kaki yang terlihat menghadangnya. Sasa yang menunduk akhirnya mengangkat kepalanya dan yang pertama kali di lihat Sasa yaitu senyum Brian. "Hai Sa." Sasa sedikit geli saat mendengar sapaan Brian. "Lo dari mana?" Tahu kalo sapaannya tidak di balas. Brian bertanya.

Sasa mengangkat pulpennya. "Abis beli pulpen."

Brian mengangguk dan tidak lupa tersenyum. "Di koperasi, Sa?" Sasa mengangguk. "Lo ngga ke kantin?"

Beberapa siswa/siswi yang lewat di tangga berusaha menguping pembicaraan mereka. Sasa sendiri terganggu dengan itu tapi, berbeda dengan Brian yang tidak peduli. "Ngga, masih kenyang. Gue ke kelas yah." Sasa pamit dan ingin berlalu. Tapi, tangannya di genggam oleh Brian.

"Lo, ngga mau nemanin gue?" Sungguh, Sasa rasa sudah bersikap normal dengan Brian. Tapi, Brian seakan bodoh amat dengan hal itu sehingga tanpa sadar paksaan terjadi.

"Ngga, gue mau ke kelas."

Brian yang tidak bisa di tolak memilih mengenggam tangan Sasa. "Ayo lah, Sa." Bujuk Brian. "Sa."

Kalo bukan karena banyak siswa yang memperhatikannya. Sasa memilih pergi dan bertengkar dengan Brian. Tapi, untuk sekarang Sasa mengikuti apa mau Brian. "Yah udah, yuk." Saat Sasa mengangguk. Brian langsung mengajak Sasa kekantin.

Sasa berusaha melepaskan tangan Brian. Untungnya Brian melepaskan tangannya tanpa embel-embel apapun. "Lo yakin ngga mau makan, Sa?" Saat sudah sampai di kantin dan sudah duduk. Pertanyaan Brian kembali terdengar. Awalnya Brian juga hanya berjalan tanpa banyak bicara, agar Sasa merasa nyaman.

"Ngga." Sasa menolak dan Brian berlalu untuk memesan makanan. Meninggalkan Sasa sendiri. Sasa tidak suka dengan situasi saat ini, dimana semua perhatian tertuju kepadanya. Memainkan kembali pulpennya adalah cara yang dilakukan Sasa untuk mengusik pikirannya yang kemana-mana. Karena selain itu Sasa tidak bawa hp.

"Cupu." Sasa tahu siapa yang ada di samping mejanya dan sedang memanggilnya cupu. Tapi, Sasa memilih tidak mengangkat kepalanya. "Eh, lo budek." Angel memukul meja yang ada di depan Sasa.

Sasa menangkat kepalanya melihat Angel dan tidak sampai hitungan detik jus jeruk yang di bawanya tersiram sempurna di kepala Sasa.

Pekikan suara teriakan bukan dari Sasa atau Angel melainkan dari beberapa siswa yang tidak jauh dari mereka. "Upsss sorry." Dengan begitu drama Angel pura-pura tidak sengaja. "Yah kan lo jadi basah." Dari banyak bullyan yang dilakukan ke Sasa ini yang paling mengerikan.

Sasa sendiri di tempatnya hanya bisa melihat bagaimana Angel dan dayang-dayangnya tertawa menertawakan Sasa. "Makanya jangan so cantik. Mau dekatin Brian, dasar cupu." Tanpa di kasih tahu Sasa juga tahu. Apa yang membuat Angel marah besar kepadanya.

"Sampah yah tetap sampah. Jadi jangan mimpi mau dapatin Brian." Kali ini bukan Angel yang bicara melainkan Dayang Angel yang Sasa tidak tahu namanya siapa.

"Angel." Teriak Brian murka saat berbalik dan melihat kerumunan tempat mejanya dan Sasa terdapat Angel serta dayang-dayangnya. Brian melihat Sasa dalam keadaan basah kuyup dengan baju dalam berwarna hitam terlihat jelas walau posisi Brian berada jauh. Dengan tergesa-gesa tanpa menghiraukan panggilan Ibu kantin yang memanggilnya karena pesanannya yang sudah jadi. Brian memilih untuk menghampiri Sasa disana. "Sialan lo, Angel!" Geram Brian. Tangannya ingin meniju Angel, melihat bagaimana Sasa saat ini.

Brian berada di samping Sasa dengan emosi yang tidak bisa tertolong lagi. Brian ingin memukul Angel tapi, yang pertama kali dilakukanya yaitu membuka baju sekolahnya dan memakaikannya ke Sasa. "Apa Brian? Emang dia sampah." Dengan berani Angel bertanya ke Brian.

"Kalo lo bukan cewek. Sudah gue habisin lo." Ucap Brian lalu menarik Sasa keluar dari kantin. Kehebohan kantin menjadi-jadi apa lagi saat Angel menahan tangan Brian untuk tidak meninggalkannya. Namun, di hempas secara kasar oleh Brian agar terlepas.

Angel mengamuk dan memaki Sasa. Sedangkan Brian hanya merangkul Sasa agar segera keluar dari kantin. Sasa sendiri tidak tahu apa yang dilakukannya karena dari tadi Sasa hanya diam. Tidak melawan dan tidak menangis bukan karena apapun itu, tapi, karena Sasa yakin kalo Angel tidak terima, Brian dekat dengannya.

Hari-hari tenang Sasa tinggalah kenang. Sasa meratapin itu.

***

Sulbar, 20 Oktober 2023

Selamat membaca🥰

Ragumu, Rugimu Where stories live. Discover now