Teman Kak Satrio

306 10 1
                                    

"Sa, lo benar udah punya pacar?" Sasa mendapatkan pertanyaan itu dari Kak Aldi sahabat Kak Satrio.

"Eh ini ramai Aldi sialan! Jangan tanya gitu apa." Irban yang juga sahabat Kak Satrio seakan mengingatkan Aldi untuk tidak tanya-tanya mengenai Sasa yang udah pacaran karena posisi lagi banyak orang. 10 orang termasuk ramai bagi Irban apalagi, disini ada teman mereka yang tidak di kenal Sasa. Sasa juga tentu butuh privasi memgenai asmaranya.

"Apaan dah. Gue bukan nanya lo, sialan!" Umpat Aldi tidak suka saat Irban bicara. "Gue tuh lagi patah hati, dengar Sasa udah punya pacar." Kali ini suara Aldi seakan melemah.

Kacang kulit melayang dan tepat terkena di wajah Aldi. "Adek gue itu. Monyet!" Satrio melempar Aldi dengan kacang kulit yang ada di depannya. Karena merasa terganggu dengan kalimat Aldi untuk adiknya. "Yuk, berkelahi dulu sama gue, Di."

Semua orang yang ada disana tertawa. Sedangkan Sasa sedikit meringis karena jadi bahan topik pembicaraan sungguh tidak enak.

Hanya perlu menghitung hari Kak Satrio akan menyandang status sebagai suami. Maka, pertemuan kali ini membahas beberapa hal yang belum rangkum. Semua teman kak Satrio datang untuk membantu. Tadinya Sasa cuman berniat ambil minum karena haus tapi, bertemu Kak Aldi di dapur membuatnya ikut bergabung dan berkumpul di ruang keluarga ini. Padahal Sasa sudah membuat banyak alasan tapi, Kak Aldi tetap menyeretnya. Mau tidak mu Sasa bergabung dan duduk di kursi paling ujung tepatnya di samping Mas Seno. Karena hanya tempat itu yang kosong. Dari 10 orang yang berkumpul hanya sebagian yang Sasa tahu nama teman kak Satrio. Karena Sasa baru melihat mereka.

"Dasar posesif." Aldi tentu memilih melawan Satrio tapi, dengan cara mengejeknya. "Kalo Sasa suka gue. Besok langsung gue lamar." Kali ini bukan kacang kulit yang melayang tapi, bantal sofa yang langsung di tangkap oleh Aldi. Sehingga Sasa yang tadinya dengan pikirannya kemana-mana, kini kembali fokus kepada Kak Aldi dan Kak Satrio yang bertengkar.

Sebuah sentuhan yang berupa gesekan dari samping, Sasa rasa. Saat melihat ke samping pandangan mereka bertemu. Jantung Sasa berdetak jauh lebih cepat. Entah, mungkin karena tatapan Mas Seno atau karena sebuah sentuhan ini. Seno sendiri sengaja membuat lengahnya bergesek dengan Sasa. Rasanya masih tidak percaya saat melihat Sasa duduk sedekat ini padanya. Jantungnya berdetak tidak karuan, pikirannya sempat kemana-mana waktu mendengar percakapan Sasa dan Brian di waktu siang tadi. Tapi, saat pandangan mereka bertemu ada rasa yang sungguh luar biasa menenangkan yang di rasa Seno.

"Bangsat! Lo jangan cuman nyerang gue.  Liat tuh Seno. Mepet banget dengan Sasa." Ucap Aldi saat Satrio terus melemparinya dengan kacang kulit tanpa henti. Senyum mengejek di tampilkan Aldi saat mengucap hal itu. Karena benar saja, di ujung sofa panjang Sasa dan Seno duduk tidak ada jeda.

Semua mata tentu beralih ke tempat duduk Seno dan Sasa. "Gue percaya Seno, Bro." Ucap Satrio dengan jujur.

"Bangsat," umpat Aldi saat mendengar Satrio. Semua orang disana tertawa sedangkan Seno dan Sasa hanya tersenyum samar. "Gue dan Seno apa bedanya?" Dengan tidak tahu malu Aldi bertanya. Padahal kalo mau di lihat dari sejarah, Aldi memang pemain ah, lebih tepatnya pelatih.

"Lo serius nanya?" Ejek Irban dengan cara bertanya ke Aldi. Karena Irban tidak suka saat Aldi pura-pura lupa atas semua yang dilakukan dengan perempuan, seperti memujanya, menjadikan pacar dan perempuan itu lagi sayang-sayangnya akan di buang tanpa ampun. Irban juga mengeleng dramatis menatap Aldi yang berada disampingnya.

Aldi mengusap wajahnya secara kasar. Saat menyaksikan semua temannya mengejek dan menertawakannya. "Yang penting gue tobat. Jika nanti Sasa mau nikah dengan gue."

"Tobat apa? Tobat sambel?" Cibir Satrio.

Semua kembali tertawa tanpa henti, beberapa orang juga angkat bicara mencibir kelakuan Aldi. Sedangkan Sasa mulai menikmati semua ini termasuk, saat lengannya masih tidak berjarak dengan lengan Seno.

Ragumu, Rugimu Where stories live. Discover now