Nyeselin

240 8 3
                                    

Sasa menjatuhkan badannya begitu saja di tempat tidurnya setelah selesai mandi, memakai daster kesayangannya dan bersiap tidur. Sasa pikir kapan lagi dirinya tidur siang di hari sekolah. Tapi, anehnya wajah Mas Seno terus mengusiknya. Wajah datar tanpa ekspresi sungguh nyeselin buat Sasa. Sasa tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Seno terhadap dirinya. Tapi, Sasa ingin Mas Seno juga terganggu terhadap Brian yang di bilang oleh Kak Satrio adalah pacarnya.

"Akh.." teriak Sasa dengan kesal. Karena Sasa ingin tidur tapi, tidak bisa tentu itu yang membuatnya kesal.

Apalagi bunyi ketukan di pintunya sungguh menganggu. "Bi Ina." Teriak Sasa mencari tahu siapa yang mengetok pintunya. Karena setahu Sasa semua orang rumah pergi dan tinggal lah dia dan Bi ina.

Tiada sahutan tapi, ketukan itu terus saja terdengar. Sasa dengan malas-malasan membuka pintu kamarnya. "Rian." Sasa kaget mengetahui orang yang mengetok pintunya yaitu Brian. "Lo ngapain?"

Mengaruk kepalanya yang tidak gatal Brian lakukan sebelum masuk seenaknya di kamar Sasa. "Gue khawatir sama lo." Ucap Brian lalu duduk di pinggir tempat tidur Sasa.

Sedangkan Sasa sedikit kaget waktu Brian sedikit mendorongnya ke samping agar bisa masuk di kamarnya. "Keluar ngga?"

"Ngga." Jawab Brian lalu membaringkan dirinya di tempat tidur Sasa, seenaknya.

"Rian. Lo apa-apa sih. Gue bisa teriak terus lo di gebukin sama warga disini." Sasa belum pindah dari tempatnya berdiri dan Sasa sekarang berkaca pinggang melihat kelakuan Brian yang seenaknya. "Lo sadar ngga sih, lo masuk di kamar cewe." Sasa begitu frustasi menghadapi kelakuan Brian.

"Coba teriak kalo lo berani, lagian gue sadar ko ini kamar lo, harumnya kaya lo." Jawaban Brian sungguh membuat muka Sasa memerah marah. Apalagi kini Brian menutup matanya menggunakan tangannya.

"Gue laporin Papa, Mama gue." Ancam Sasa, lalu mengambil ponselnya di meja belajar dan hendak menelpon Papanya sebelum mendengar kalimat Brian yang menghentikan keinginan untuk menelpon.

"Gue udah izin sama Papa lo."

What the fuck. 3 kata itu tidak keluar dari mulut Sasa tapi dalam hati Sasa. Bagaimana bisa Papanya sedekat itu dengan Brian. Papanya baru bertemu Brian 1 kali, itu pun pertemuannya hanya singkat. Sasa tahu kalo Brian berbohong. "Mana mungkin Papa gue percaya sama lo. Lo punya bukti?"

Brian mengocek kantung celananya yang terdapat ponsel pintarnya dan mengotak-atik sebentar lalu di berikan ke Sasa. "Ini." Sebelumnya Brian sudah kembali duduk. Menyeringai puas saat melihat kekagetan muncul di raut wajah Sasa.

Mata Sasa membulat sempurna saat melihat kalimat izin itu serta foto profil Papanya yaitu foto keluarga mereka. Sasa ingat betul foto profil whatsApp Papanya dia yang ganti menjadi foto keluarga. "Lo nipu yah?" Sasa mengambil paksa ponsel pintar Brian. Yang dari tadi Brian pegang dan menunjukan ke Sasa pesan Papanya.
Rasa penasarannya membuat Sasa langsung menelpon Papanya menggunakan ponsel Brian. "Pa." Panggil Sasa setelah menjawab salam Papanya. "Ini beneran Papa?"

"Iya Dek." Jawab Papanya di sebrang. "Ada apa nelpon Papa, pakai hp Brian. Hp ade rusak?"

Omg. Jerit Sasa di dalam hati.

"Papa ko simpan nomornya Brian?"

"Emang kenapa, Dek?" Bukannya di jawab. Sasa malah mendapatkan pertanyaan balik. "Yah udah, chat Papa kalo ada yang penting. Papa mau makan siang dulu."

Sambungan telpon berakhir saat Papanya di sebrang sana menyudahinya. Sasa lagi-lagi tidak habis pikir dengan jalan pikir Papanya. Bisa-bisanya, Papanya memberikan izin kepada Brian. "Puas?" Tanya Brian dengan cara mengejek. Karena Brian tidak suka saat dirinya di tuduh berbohong.

Ragumu, Rugimu Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu