Bab 2

706 206 16
                                    

"Insha Allah, saya masih bisa tetap sabar untuk menunggu. Pergilah untuk menyelesaikan masalah keluargamu, tetapi jangan lupa kembali lagi ya, Habibti."

(Sheikh Ahmad bin Abdul Azis Al Hafidz)

♡♡♡

"Terima kasih atas cinta dan kesetiaan menungguku, tetapi maaf aku tidak bisa membalasnya."

(Princess Aisha The Adams)

♡♡♡

SELAMAT MEMBACA

♡♡♡


   Senyum merekah terukir di bibir Sheikh Ahmad bin Abdul Azis Al Hafidz, kemanapun gerak langkahnya dalam Istana mewah ini.

   Keramahan dari Putra Mahkota Al Hafidz juga semakin bertambah, buktinya saja setiap saat Sheikh Ahmad memberikan salam duluan untuk menyapa para pengawal istana.

   Tidak seperti biasanya Sheikh berusia 25 tahun seperti kulkas 1.000 pintu, yang tidak pernah menyapa duluan para pengawal dengan salam. Melainkan sapaan salam duluan dari para pengawal, itupun bagi para pengawal yang berpapasan, mempunyai keberanian lebih untuk menyapa Sheikh wajah datar.

   "Assalamu'alaikum," sapa Sheikh Ahmad ramah kepada pengawal yang berpapasan dengannya.

   "Wa-wa'alaikumussalam," jawab mereka sedikit terbata sebab terkejut.

   Bukankah sedikit heran, aneh atau bahkan menakutkan. Ketika seseorang yang tiba-tiba berubah dalam waktu 24 jam. Sudah 1 hari Sheikh Ahmad seolah seperti orang yang berbeda.

   Langkah kaki Sheikh Ahmad rasanya begitu ringan berjalan dalam Istana, semua beban tanggung jawab yang ia tanggung seolah sudah terbawa angin.

   Entah kenapa Sheikh Ahmad ingin pergi kebelakang Istana, yang langsung menampakkan pemandangan laut merah terbentang luas secara pribadi.

   Di sinilah Sheikh Ahmad berada, menapaki pasir tanpa alas kaki. Mendengarkan suara deburan ombak laut malam begitu menenangkan juga angin yang menerpa wajah.

   Angin laut menerpa wajah, kedua mata Sheikh Ahmad terpejam merasakan sapuan angin melambaikan sorban yang ia kenakan. Mata terpejam dengan kaki terus melangkah, mendekat ke arah bibir pantai.

   "Walau anna mā fil-arḍi min syajaratin aqlāmuw wal-baḥru yamudduhụ mim ba'dihī sab'atu ab-ḥurim mā nafidat kalimātullāh, innallāha 'azīzun ḥakīm."

   Kedua mata Sheikh Ahmad terbuka sempurna, ia menatap seorang gadis berniqob tepat berdiri di depannya, atau memang posisi Sheikh Ahmad yang berdiri di belakang sang Gadis.

   Gadis itu membaca sepotong ayat dari Surah Luqman Ayat 27, yang artinya. 'Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.'

   Sepertinya sang gadis tidak mengetahui keberadaan seseorang, bibir Sheikh Ahmad tersenyum menatap punggung dari sepupu yang sangat ia cintai. "Fabi ayyi aalaaa'i Rabbikumaa tukazzibaan."

   Gadis berabaya hitam lengkap niqob itu langsung berbalik tubuh, ia kaget akan kehadiran seseorang. Kepalanya langsung ia tundukkan, saat tidak sengaja menatap netra coklat Sheikh Ahmad.

MAHABBAH Putra Mahkota Al Hafidz Where stories live. Discover now