Padamnya Listrik Hogwarts

923 54 16
                                    

CREDIT BELONGS TO JK. ROWLING.

BAGIAN I

     











   "OI, 'Mione, kenapa dari tadi aku perhatikan kamu tampak, Aneh?" Pertanyaan yang berubah menjadi gumaman di akhir kalimat membuat pemuda berambut merah menyala itu menggaruk sendiri tengkuknya yang tidak gatal, cengiran khas Weasley terukir lebar di sana, sedangkan, Harry, Harmione, Ginny dan Neville hanya terkekeh pelan.








          "Yah," Ginevra Weasley– Ginny ikut menimbrung ucapan kakaknya yang sudah berada di tahun ketujuh itu, dengan mata berkilat penasaran ia memandang Hermione. "Tapi, aneh–nya Hermione ini berbeda, dia seperti... seperti orang yang sedang jatuh cinta."









          Gadis yang dimaksud tiba-tiba tersedak jus labunya sendiri, rambut keritingnya yang mengembang lebar menjadi salah satu daya tarik gadis cantik ini, akan tetapi, rambut itu sekarang di kepang dengan gaya sembarang. Sambil tertawa gugup ia memandang Ginny. "Kamu jangan berkata semb—"








          "— Yeah, Ginny. Kamu jangan berkata sembarangan." Timpal si rambut merah yang pertama kali mengaungangungkan bahwa Hermione bertingkah aneh. "Mana mungkin seorang Hermione Granger jatuh cinta, maksudku, mana mungkin 'Mione mencintai orang lain, sementara kekasih sejatinya adalah buku-buku setebal makanan jembalang di rumah."








          Semua tertawa, termasuk Seamus yang baru bergabung, hanya Hermione yang terdiam mendengar kata-kata Ronald Weasly atau Ron, si rambut merah menyala dengan ucapan yang belum sempat tercerna di otaknya. Ah maksudku, apakah benar seorang Hermione Granger, ehm– bisa jatuh cinta?

[]

          "Granger." Harmione menoleh cepat, tahu benar siapa pemilik dengan nada suara yang selalu merendahkan itu, sekerasa apapun dia berusaha, nada suaranya akan tetap seperti orang mencemo'oh. "menunggu lama?"








          "Tidak. Hanya sampai ketika Sir Nicholas kembali hidup." balas Hermione, kedua matanya memutar dengan sebal, pemuda berambut pirang platina itu setengah mati mengulum senyum di depan gadis– nya ini. Ah, aku rasa salah menyebur Hermione dengan kata 'gadisnya.'








          Detak jantung Hermione berdegup kencang dan cepat, ini adalah perasaan aneh yang harus dirasakannya setiap ia berada di dekat cowok sialan bertampang sok ini. Dengan seringaian menyebalkan itu, Draco menarik tangan kanan Hermione yang bebas, menariknya keluar dari perpustakaan.








          "Kalau Profesor McGonagall tahu, aku dan kamu akan mendapatkan detensi, Malfoy." Draco mengendikkan bahu, tak acuh. Sinar bulan pada malam ini cukup indah dan terang, yah, meskipun ini bukan gaya seorang 'Malfoy' banget. "Malfoy! kamu mendengarkanku tidak, sih?"








          Draco mengangguk dalam diamnya, tangannya yang sedari tadi menggenggam pergelangan Hermione hal yang satu-satunya membuat gadis berambut coklat itu tetap mengikuti Draco, kalo tidak, yah kalian tahu sendiri, Hermione pasti akan mencak-mencak dan meninggalkan Draco.








          "Granger?" Hermione berhenti ketika langkah-langkah panjang Draco tak lagi melahap lantai-lantai lorong Horgwarts. Hermione hanya mengangkat sebelah alisnya dengan pandangan 'apa?' Draco tampak gugup, tapi, sejurus kemudian tangannya yang besar dan dingin menangkup pipi Harmione, detak jantung gadis itu sudah tidak bisa diukur kecepatannya dengan apapun, kedua tangan Draco secara resmi menangkup wajah kecil Hermione, nafas keduanya memburu, entah itu gugup, senang, lega atau apapun itu tidak ada yang tahu.








          Iris kelabu Draco yang tampak dingin dan sendu menatap Hermione tepat di manik mata, wajah gadis itu tak ubahnya lebih dari sebuah paprika merah. Dia bersumpah jika kali ini Draco hanya berusaha menggodanya ia taakkan menggunakan sihir untuk mengutuk cowok itu, kakinya lah yang akan berperan menendang bokong Pangeran Slytherin, tidak perduli dengan sumpah serapah Draco nanti.








           "Granger, a– aku..." wajah Draco semakin dekat, nafasnya yang beraromakan mint membuat lutut Hermione gemetar, rasanya kalo Draco tak memegang pinggangnya– yah, tangan Draco sudah berpindang melingkar di pinggang ramping Hermione– ia pasti akan jatuh meluruh ke lantai. "a– aku suka ka—."








         Seketika listrik Hogwarts padam, seluruh lampu mati, bahkan beberapa siswa dan siswi yang terkaget dapat di dengar oleh Hermione dengan samar, terdengar langkah kaki Mr. Flitch dan kucingnya, tentu saja Ms. Noris, tapi ia berlalu begitu saja dari hadapan Hermione dan Draco, entahlah karena gelap atau apa sehingga ia tidak melihat kedua anak muridnya yang baru berada ditahun ke- lima ini.








         Draco berdecak sebal, selalu seperti ini. Ketika ia hendak bersikap romantis ke Hermione selalu saja ada halangan dan hambatan, seperti sekarang ini. Draco menghela nafasnya dalam, Hermione tidak mengeluarkan suara apapun, biasanya ia akan menjerit, atau bahkan berteriak kesal ketika berdua hanya berdiam diri seperti ini. Mungkin Draco terlihat sangat tampan, sehingga Hermione tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun, membuat fikiran seperti itu seorang Draco Malfoy terkekeh geli.








         "Malfoy, kalo tidak ada keperluan kamu bi—."








         Bibir tipis Draco mengatup bibir kecil Hermione dengan cepat sebelum kata-kata Hermione sempat selesai, wajah gadis itu– meskipun Draco tak melihatnya pasti sedang menyemburkan semburat merah muda hangat, Draco dapat merasakan tangan Hermione melingkar di lehernya, Draco tersenyum di sela kecupan ringannya dengan Hermione, gadis itu tahu, lelaki sialan di hadapnnya ini menyeringai, dengan santai ia menendang kaki Draco.








          "kamu benar-benar sialan, kepala semak memuakkan." desis Draco pelan, mengecup pipi Hermione.








          "speak to your self, Ferret."

[]

oh Halo! ini cerita pertama ku ya ampun, maafkan ya kalo kebanyakan salah kata, dan ini bener-bener haha, gakuat, semoga nyambung aja ya! terimakasih banyak.





salam sayang,


potterhead

23 Februari 2016.

Magical Things; Dramione.Where stories live. Discover now