Sayap Rumah Sakit

322 37 0
                                    

CREDIT BELONGS TO JK. ROWLING

BAGIAN IV








        HARRY bingung ketika melihat Ron yang bertampang marah dan Hermione yang menangis, tentu saja gadis itu langsung naik ke lorong kamar asrama putri Gryffindor. Ron duduk di samping Harry dengan menghembuskan nafas berat, di balik kacamata bundar- nya Harry menyimpan pertanyaan yang siap ia lontarkan.








        Ron menceritakan semuanya sebelum Harry sempat membuka mulut. Dari ia sedang berjalan-jalan mencari Hermione untuk belajar bersama– ini cuma alasan Ron untuk bisa berduaan dengan gadis itu dan menemukan Hermione yang sedang di ganggu oleh Draco. Ron juga dengan berapi-api menceritakan kalau Draco mengatai Hermione dengan julukan darah kotor, lagi. Dan Harry langsung paham kenapa Hermione menangis.









        Eh– tunggu dulu. Itu bukan Hermione sekali. Biasanya ia akan langsung menghajar Malfoy Ferret itu, kenapa ia malah menangis? Gumam Harry pada fikirannya, ia tahu benar kalau Ron tidak menyadari yang satu itu.








          "Mungkin ia butuh waktu sendiri, Ron." ucap Harry pelan ketika melihat sahabatnya itu hendak menghampiri Hermione. "Gadis seperti Hermione biasanya butuh waktu untuk menenangkan dirinya, jadi lebih baik tunggu ia turun dari kamarnya. Omong-omong mau bermain catur sihir?"

[]

         "Hermione?" suara halus Ginny terdengar oleh Hermione yang menutup telingannya menggunakan bantal bulu berwarna putih salju– pemberian Harry ketika musim natal ke tiga mereka di Hogwarts. Ginnya mendekat, mengelus pundak Hermione yang bergerak naik- turun karena menangis. "Kamu bisa bercerita padaku, 'Mione. Jika kau mau."





         Hermione menggeleng pelan, Ginny menghembuskan nafasnya berat. Sudah sejam yang lalu ia mendengar suara sesenggukan Hermione, yah, ini adalah hal luar biasa yang terjadi di asrama perempuan Gryffindor, di mana seorang Hermione menangis layaknya seorang perempuan– jangan beri tahu Hermione aku mengatakan ini. "Apakah Ron bodoh itu mengatakan hal yang menyakitkan hatimu, 'Mione? aku akan menyihirnya menjadi kodok gendut yang ia buang dulu."





          Hermione terkekeh pelan di sela tangisnya, Ginny selalu tahu cara membuat Hermione tertawa. Di angkat kepalanya dari bantal putih yang sekarang sudah penuh dengan air mata dan ingusnya. Hermione memandang Ginny kemudian berkata. "Bisakah kamu mengantarkan ku ke Sayap rumah sakit, Ginny? aku rasa aku agak demam. Mungkin menangis sejam ini berpengaruh pada suhu badanku."





         Ginny tertawa kemudian mengangguk membawa Hermione ke Sayap rumah sakit sekolah. Sepanjang perjalanan menuju Sayap rumah sakit, Ginny tak henti-hentinya bercerita tentang Harry– dia salah satu orang yang Ginny percaya mengenai hubungannya dan Harry yang notabene masih rahasia, seharusnya ia bisa mempercayai Ginny, seperti Ginny mempercayainya.





         "Apakah kau akan memberi tahu Ron serta George, Ginny?" tanya Hermione pelan ketika ia telah selesai diberi ramuan yang rasanya seperti pupuk untuk menanam padi, kata Madam Pomfrey itu akan mengambalikan suhu badannya ke angka normal, dan mengurangi matanya yang bengkak, ajaib? memang. "Bagaimana dengan, Neville?"





         Ginny tersenyum, menyelimuti tubuh mungil Hermione dengan selimut sehalus sutra berwarna putih, khas Rumah Sakit pada umumnya. "Yah, Hermione, bagaimana pun akan mengatakannya kepada kedua kakakku. Dan masalah Neville—" untuk sejenak Ginny terdiam, kemudian kembali tersenyum. "—Dia berhak tahu, 'Mione. Aku tidak ingin ia menaruh harapan padaku, sementara aku sudah bahagia bersama Harry. Dia juga pantas bahagia, bukan? meskipun bukan denganku."





         Hermione tertegun mendengar ucapan Ginny, meskipun usianya satu tahu di bawah Hermione akan tetapi pola pikirnya lebih bijaksana ketimbang dirinya. Dan, soal Neville, bukan rahasia lagi semenjak kejadian di pesta dansa di tahun ke empat di mana dilaksanakannya pesta dansa sekolah Neville yang hari itu mengajak Ginny, sudah mendeklarasikan diri sebagai orang yang menyukai Ginny.





         "Sudahlah, 'Mione. Kamu tidak usah terlalu banyak berfikir. Aku akan kembali ke asrama, jika ada apa-apa Madam Pomfrey siap membantu." ujar Ginny sebelum meninggalkan dirinya, dan berkedip kecil ke arah Madam Pomfrey yang mengacungkan jempolnya.





        "Hei." suara– yang maaf bukan sama sekali Hermione harapkan kini mendengung di telinganya, baru beberapa saat rasanya ia tertidur, ia kembali terbangun. Di lihatnya wajah Ron dan juga Harry yang berdiri di samping Ron. Wajah pemuda Weasley ini tampak khawatir, dan itu membuat perkataan Ginny tadi kembali terngiang. "Kamu baik saja, 'Mione?"





          Hermione mengangguk, matanya celingukan melihat ke belakang punggung Ron dan Harry. Tidak ada siapapun, Hermione mendesah kecewa. "Eng– ada apa Hermione? kamu mencari siapa?"





        Hermione menggeleng cepat, di antara mereka bertiga Harry lah yang paling peka, dia tahu perubahan hati Hermione, andai saja ia bisa menceritakan semuanya kepada Harry. "Ti- tidak, Harry. Aku ingin tahu pukul berapa sekarang."





       "sembilan malam." ucap Ron. "maafkan aku, pasti semua karena kesalahanku, 'kan, 'Mione?" Hermione menggeleng, tertawa sedikit, diam-diam membuat hati Harry dan Ron lega. "Kalau kamu kami tinggal tidak apa-apa? aku rasa sebentar lagi Madam Pomfrey akan menendang bokong kami berdua jika terus-terusan di sini." Mereka bertiga melirik Madam Pomfrey, kemudian tertawa





       "Tidak apa-apa." angguk Hermione, setelah mengucapkan salah perpisahan– susah payah Harry harus menarik Ron untunk meninggalkan Hermione. Gadis itu mengeluh pendek, kemudian memejamkan dan kembali tidur sebelum langkah kaki Madam Pomfrey mengusiknya sebentar.





        "Miss Granger, tadi ada kelas anak empat dari Gryffindor yang menitipkanmu bunga, dia bilang seseorang yang menyuruhnya." Hermione langsung duduk tegak di atas kasurnya, tapi sedetik kemudian kembali lesu, mana mungkin Draco mau menyetuh anak Gryffindor hanya untuk menitipkannya bunga, mengingat kejadian tadi siang– Hermione menggelekan kepalanya keras.





Maaf tidak bisa mengunjungimu, rambut semak. Aku dipaksa ikut latihan Quidditch (lagi) kami kalah tapi masih ada kesempatan, ini semua karenamu, dan si rambut merah idiot itu. Aku minta maaf telah mengataimu, Granger.


-M-





Ternyata tidak selamanya logika pintarnya itu mengatakan hal yang benar.

[]

24 Februari 2016

Magical Things; Dramione.Where stories live. Discover now