CHAPTER 1

65.6K 6.5K 431
                                    


"Ternyata begini kelakuan mereka di belakang kita," Aluna berbisik lirih pada lelaki paruh baya yang berdiri di sebelahnya. "Luna merasa dikhianati."

"Hm ... hm," Al—si lelaki paruh baya—hanya menjawab dengan dua kali deheman. "Kita grebek mereka, Princess?" tawar Al, sembari menopangkan tangan di bahu Aluna.

"Yep. Siaga!" seru Aluna bersemangat.

Keduanya mengendap-endap dalam gelap, langkah demi langkah seolah seperti prajurit terlatih mereka terapkan. Senti demi senti sampai akhirnya mencapai jarak yang cukup dekat.

Al berteriak mengagetkan, Aluna langsung menerjang. Sementara ketiga orang yang diserang langsung terkesiap. Sedetik kemudian, diiringi pukulan-pukulan manja yang bersarang di tubuh Al, pecahlah tawa membahana dari kesemuanya yang ada.

"Kalian ini ...," ujar Al menggantung kalimat. "Ayah sibuk cari nafkah, kalian modusin Bunda?"

"Bakat itu, Yah," sahut salah satu dari lelaki berwajah serupa—Kafka namanya—kemudian memilih untuk tetap meletakkan kepala di pangkuan sang Bunda.

Aluna hanya tersenyum senang melihat kelakuan orang-orang yang dicintainya. "Bunda," sapanya, lalu mengecup kedua pipi Kalila—wanita yang mereka panggil Bunda.

"Kok nggak bilang kalo mau pulang, Teh?" Lelaki berwajah serupa yang satunya bertanya.

"Nggak bilang dari Jonggol," sergah Aluna sebal. "Teteh udah telpon berkali-kali, nggak ada yang ngangkat. Nggak Kaka, Dede, Bunda juga," sungut Aluna.

Defka meraih ponselnya yang tergeletak di lengan sofa, mengaktifkan layar, menemukan sepuluh panggilan tak terjawab dari Aluna dengan ekspresi meringis, kemudian memutuskan untuk membuka pesan yang masuk.

De, jemput Teteh depan komplek yak.

36 minutes ago.

De, di mana? Teteh udah di tempat.

14 minutes ago.

De, angkat dong.

10 minutes ago.

Defka, ampuuun dah. Masa Teteh musti jalan. Hiks! Hiks!

8 minutes ago.

DEFKA! Apa yang kamu lakukan ke Teteh itu JAHAD!!!!!!!!!

5 minutes ago.

Defka mengangkat muka, menemukan mata Aluna yang melotot garang. "Hehe." Cengiran rasa bersalah langsung menghinggapi. "Sorry, Teh. Hape ke-silent."

"Buang aja tuh hape." Aluna misuh-misuh, meninggalkan Defka dan Kafka yang masih tertinggal di ruang keluarga. Sedang Kalila sudah lama beranjak ke dapur, menyiapkan makan malam yang terlambat untuk Al—suaminya—dan Aluna, putri kesayangan orang serumah. "Ka, angkatin koper Teteh ke kamar," perintah Aluna dari tangga paling atas.

"Beh! Ngambek, tapi masih doyan nyuruh-nyuruh," celetuk Kafka, lalu menyeret koper Aluna menaiki tangga.

"Begitulah, Bro," ucap Defka seraya menepuk bahu Kafka. "Untung lo sayang banget sama dia."

"Lo juga kena masalah yang sama kan?" tanya Kafka, mengangkat alis.

Keduanya tertawa bersama. Tawa yang agak teredam seiring dengan rencana jahil yang melintas di otak mereka. Lima menit kemudian, teriakan teraniaya dari Aluna membahana.

Sementara Kalila yang sedang memindahkan nasi ke piring Al hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Kayaknya baru kemarin, mereka rusuh dengan rebutan mainan atau makanan. Kali ini kenapa lagi coba?"

Game Point! [ Completed]Where stories live. Discover now