0. Failed Surprise

127 16 3
                                    

Senin, 7 Desember 2015
05:30

Hari ini adalah hari senin. Hari senin biasa bagi kebanyakan orang. Bagi mereka, tidak ada sesuatu yang spesial untuk dirayakan atau ditunggu-tunggu di hari ini. Tapi tentu, hal itu tidak terjadi pada Myta.

Saat ini masih cukup pagi untuk masuk kembali ke dalam selimut dan memanfaatkan sedikit waktu yang tersisa, sebelum terjebak macet selama perjalanan menuju kantor, atau sebelum berpanas-panas ria pada saat amanat pembina upacara dilangsungkan, tapi Myta sudah mengembangkan senyumnya sambil bersenandung kecil di dapur.

Malahan, beberapa kali Myta berputar seperti balerina sambil mengaduk-aduk adonan di depannya. Sungguh, betapa ia sangat menunggu-nunggu hari ini.

Dadanya berdesir setiap kali membayangkan adegan yang akan dia lakukan nanti siang. Ah, romantisnya. Bahkan Myta tidak pernah bangun sepagi ini hanya untuk mengocok telur.

Hari ini adalah ulang tahun Deva, pacar Myta. Untuk itu, Myta rela membuat cupcakes yang akan ia dekor dengan segala macam hal yang berbau Barca, team bola favorit Deva, lalu tentunya, cupcakes itu akan Myta serahkan kepada Deva sebagai bentuk kejutan ulang tahun darinya. Tak lupa, ia juga menyiapkan kado lain berupa tiga kupon yang membolehkan Deva menuliskan keinginannya di masing-masing kupon tadi, lalu sebisa mungkin, Myta akan berusaha mengabulkan keinginan Deva.

"Halo, Deva?" Sesaat setelah menaruh adonan cupcakes-nya ke dalam oven, Myta memutuskan untuk menelepon Deva. "Tumben udah bangun."

"Hehe, iya nih. Kenapa, sayang?"

Myta mengelap sisa-sisa tepung yang menempel di pipinya dengan tangan sebelum menjawab. "Suara kamu kok serek gitu?"

Ada jeda sebentar sebelum Deva menjawab. "Nggak tau, deh. Kecapean kali, ya?"

Myta mendecak. "Makannya jangan nonton bola mulu." Baru saja Myta akan menceramahi Deva lebih lanjut lagi saat ia ingat tujuan utamanya menelepon pacarnya ini. "Nanti kamu ngampus, kan?"

"Ya iyalah, masa cuma gara-gara serek doang nggak ngampus. Aku kan jurusan Matematika, bukan Seni Musik." Deva terkekeh. "Kamu kuliah jam berapa? Aku jemput ya?"

Ah, Deva-nya yang manis. "Nggak, nggak usah. Nanti makan siang bareng di kantin fakultas kamu, yuk?"

"Hah? Di fakultas aku?" Deva menggantung jawabannya cukup lama sebelum menjawab ragu-ragu. "O-oke."

Tapi Myta seperti tak mendegar tanggapan ragu-ragu yang diberikan Deva—atau ia tak mau ambil pusing?—untuk menjawab pertanyaannya, cewek itu tetap melanjutkan aksinya menghias cupcakes yang baru saja ia angkat setelah mematikan telepon. Sungguh, cewek itu tidak sabar melihat reaksi Deva. Cowok itu selalu suka kejutan. Bahkan saat di telepon tadi, Deva sama sekali tidak menyinggung soal ulang tahun. Pasti dia lupa ulang tahunnya sendiri, pikir Myta. Pastinya nanti siang akan menjadi momen yang berkesan untuk Deva.

Namun kenyataannya, kejadian siang ini berlangsung terbalik dari apa yang Myta bayangkan sepagian tadi.

Myta tengah terpaku di depan pintu masuk kantin Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, lengkap dengan kotak berisi enam buah cupcakes yang telah ia buat dengan susah payah, saat melihat punggung seseorang yang mirip Deva sedang tertawa bersama cewek yang tidak Myta kenal. Bahkan, si-cewek-gaje ini sempat-sempatnya mencubit pipi Deva, yang dibalas Deva dengan mengacak-acak rambut cewek itu.

Tipikal cewek cantik biasa, sepertinya lebih muda dari Deva ataupun Myta sendiri. Rambut hitamnya lurus hingga pinggang. Wajahnya putih, tapi cukup pucat. Dan yang langsung bisa menarik perhatian Myta adalah mata kucing cewek itu yang saat ini tengah menatap Deva dengan sorot memuja, penuh cinta.

Oh, Tuhan, sedang apa mereka? Mengapa Deva hanya pasrah saja saat cewek itu berusaha menyuapinya? Susah payah Myta menelan salivanya sebelum ia memutuskan untuk menelepon Deva.

"Ya?"

Ah, bahkan Deva tidak memanggilnya Sayang seperti biasanya. Apa itu untuk menjaga perasaan cewek di depannya? Cih. "Kamu di mana?"

"Aku ...." Deva menimbang-nimbang sebentar. "Hm, aku ... aku masih di kelas."

Myta tersenyum miris. "Di kelas tapi bisa terima telepon, ya?"

Hening dari seberang semetara Myta terus berjalan ke arah Deva. Deva sama sekali tidak menyadari kalau Myta sudah ada di dekatnya, begitupula cewek tadi, yang langsung sibuk dengan handphonenya saat Deva menerima telepon.

"Jadi makan siang bareng, kan?"

"Ah, ya, aku lupa." Lagi-lagi, Myta tersenyum, kali ini tampak lebih getir daripada sebelumnya. "Kamu di mana?"

Myta mengembuskan napas sebentar sebelum menjawab tenang, "Di belakang kamu."

Deva langsung berbalik, dan hal pertama yang ia dapati adalah wajah manis Myta yang sekarang terlihat tanpa ekspresi. Hanya mata itu ... mata Myta dipenuhi sorot kekecewaan yang langsung menghujam tepat ke dalam hati Deva, yang mau tak mau, langsung membuat Deva merasa kecil dan begitu hina.

"Kelas kamu pindah ke sini?"

Astaga, apa yang baru saja Deva lakukan? Dengan hati-hati ia berdiri lalu menyentuh pelan jemari Myta yang bebas. "Ta ... kamu ... dari kapan di sini?"

"Cukup lama untuk ngeliat apa yang kamu lakuin sama dia." Myta menunjuk Dinda, cewek yang tadi bersama Deva, dengan dagunya. Dinda tidak bereaksi. Ia hanya menatap Deva dengan pandangan menuntut penjelasan. "Dan kayaknya aku dateng di waktu yang nggak tepat, ya?"

Deva tau, seharusnya ia menjelaskan apa yang sebenarnya pada gadisnya ini, tapi lidahnya seolah menolak untuk diajak bekerja sama. Myta juga tau, hatinya setengah mati berharap kalau Deva akan mengatakan apa yang Myta lihat bukan seperti yang cewek itu bayangkan. Dan hanya dengan alasan itu, cukup dengan alasan itu, Myta akan kembali mempercayai Deva. Hanya itu.

Tapi Deva tidak kunjung membuka mulutnya, membuat air mulai menggantung di sudut mata Myta. Hanya satu kata yang diucapkan Deva, "Maaf." dan kata itu cukup untuk membuat Myta mengerti siapa yang sebenarnya Deva pilih. Tapi tidak, tidak begitu maksud Deva.

"Happy birthday." Mata Deva melebar mendengar kalimat yang meluncur dari bibir Myta. Membuat hatinya semakin diterkam rasa bersalah yang tak mau hilang. Sungguh, ia bahkan tak ingat hari ulang tahunnya sendiri, tapi Myta malah memberinya kotak berisi enam buah cupcakes yang dihias dengan atribut khas Barca serta satu kotak kecil lain berisi kupon-kupon permintaan. Ingin rasanya Deva berlutut dan meminta maaf di depan Myta saat ini juga.

Tetapi nyatanya, ketika Myta telah berlari keluar dari kantin dengan air mata mengalir keluar, Deva masih saja terpaku di tempatnya sambil memandangi kotak kue pemberian Myta.

Tidak bisa begini. Deva akhirnya memaksakan kakinya untuk berlari mengejar Myta, bahkan tanpa menghiraukan panggilan Dinda dari belakangnya. Myta harus dengar penjelasan Deva, harus.

Belum sampai Deva menemukan Myta, handphone-nya kembali berbunyi, menandakan satu panggilan masuk dari Myta. "Y-ya, Sayang?"

"Gue lupa sesuatu." Sumpah mati, Deva langsung merutuki dirinya sendiri mendengar suara Myta yang bergetar.

"Ta, ma—"

"Kita putus."

Her Surprise Birthday PartyWhere stories live. Discover now