The Second Blue Roses: Home is in Your Eyes

1.5K 357 137
                                    

"Udah dari tadi pagi begini, Mike." Ibu memijit pelipisnya. "Mungkin sama kamu baru mau dibuka."

Mike menangguk mahfum. Begitu ibu meninggalkannya di depan pintu kamar Molly, lelaki itu dengan pelan mengetuk pintu sambil berdoa agar Molly mau membukanya.

"Ini gue." Kata Mike, tegas.

Cukup lama bagi Molly untuk mau membukakan pintunya. Penampilannya sangat urakan. Bahkan ia masih memakai baju kemarin.

Molly bersandar pada daun pintu dengan lemah. "Mau ngapain?"

Mike meraba kantung belakang jeansnya, memastikan apakah bunga mawar itu sudah ada di tempatnya. "Ketemu sama elo."

"Kalo lo kesini cuma untuk ngasianin gue atas penyakit yang sama sekali gak gue harapkan ini, gue mohon dengan sangat supaya lo pergi dari sini sekarang juga."

Mike maju selangkah kearah gadis itu. Dengan pasti, ia berkata, "Gue ini sahabat lo. Sejak kapan gue dateng cuma untuk pura-pura empati?"

Molly menggeleng-geleng. Pikirannya kalut. Mike dan dirinya sudah berteman selama empat tahun, tidak mungkin sahabatnya itu punya maksud seburuk hipotesanya. Mike pasti datang karena memang ingin berkunjung, bukan seperti teman-teman lainnya yang mendadak menjadi sok sayang atau lebih tepatnya; prihatin.

Ia memberanikan diri untuk memeluk Mike lebih dahulu. Air mata yang sejak tadi ia bendung akhirnya runtuh sudah. Ia lemah jika berada di dekat Mike. Keluh kesah yang ingin ia pendam sendiri kini mengalir dengan lancar tanpa diminta.

Molly membutuhkan Mike. Sangat.

"Gue enggak mau mati, Mike. Gue takut." Ia terisak. Begitu dalam, begitu pilu.

Lelaki itu menenggelamkan wajahnya pada rambut brunette milik Molly. Wangi yang sudah ia kenal menyeruak tanpa izin keindra penciumannya.

Akankah ia merindukan wangi ini suatu saat nanti? Masih ingatkah dirinya akan hangat yang selalu Molly berikan kepadanya nanti?

"Ada gue di sini. Jangan takut, ya?"

Masih di dalam pelukannya, gadis itu mengangguk.

Mike mendorong pelan tubuh Molly agar berhadap-hadapan dengannya. "Don't cry, don't be shy. Kamu cantik apa adanya."

Perempuan itu tertawa pelan sambil memukul lengan Mike dengan gemas. "Alay, ah."

Mike ikut tertawa. "Eh, ngomong-ngomong, Moke sama Milly masih lo simpen, kan?"

Molly memutar tubuhnya kearah kamar dan menunjuk dua boneka kecil di atas meja belajarnya. "Tuh. Aman terkendali."

"Main boneka, gak?" ajak Mike sambil menaik-turunkan alisnya.

"Hah? Udah gila lo?"

"Ah," Mike mendorong punggung Molly agar segera masuk kedalam kamarnya. "udah cepetan masuk dan ambil bonekanya."

Molly kemudian mengambil dua boneka itu-seekor kitten dan puppy-dan menghampiri Mike yang sudah duduk dengan sangat nyaman di atas tempat tidurnya.

"Lo lagi gabut atau kenapa?" tanya Molly yang tidak tahu apa tujuan sahabatnya itu.

Moke dan Milly adalah dua boneka yang mereka dapat secara cuma-cuma dari bazzar sekolah satu tahun yang lalu. Mike memainkan permainan basket dan menang, tetapi hadiahnya disabotase oleh Molly yang sangat menginginkan boneka anak anjing. Mengalah, Mike pun membiarkan sahabatnya memilih hadiahnya sendiri.

"Ini gue kasih satu boneka lagi, anak kucing tapi. Abisnya kalian serasi banget," celetuk Calum-kakak kelas mereka yang mendapat jatah menjaga boot permainan yang sedang Mike coba.

Molly yang tanpa rasa malu langsung menyerobot boneka lucu itu dari tangan kakak kelasnya, sedangkan Mike malah menundukkan wajahnya yang memerah.

Moke dan Milly adalah nama dari dua boneka tersebut. Tentu saja nama itu adalah gabungan dari 'Mike' dan 'Molly'. Walau sedikit janggal pada bagian Moke, tapi mereka tetap memakai nama itu.

Oh, iya. Moke adalah boneka anak kucing dan Milly adalah anak anjing.

"Hai, Milly." Mike menggerak-gerakkan tubuh Moke dengan tangan kanannya. "apa kabar?"

Tangan kirinya mendapat tugas untuk memerankan Milly pun ikut digerakkannya juga. "Lagi kurang enak badan." Suaranya dibuat seimut mungkin agar mirip dengan suara perempuan. "aku lagi gak mau ngobrol dulu."

"Kamu lagi sakit?" Moke berjalan mendekati Milly. "Sakit apa?"

Molly cengengesan sambil memperhatikan tingkah Mike yang seperti anak kecil demi menghibur dirinya.

Lelaki itu mendecak. "Kok lo malah ketawa, sih? Nih," ia memberikan boneka Milly pada sahabatnya. "mainin peran dia."

Mike mengeluarkan setangkai bunga mawar biru dari kantung belakangnya lalu mengapitnya di antara tangan boneka anak kucingnya.

"Aku ada bunga mawar biru untuk kamu. Tapi janji, ya, untuk selalu senyum." Mike menyerahkan bunga itu melalui perantara boneka kucingnya kepada Milly. "demi aku."

Molly menggerakkan boneka di tangannya untuk menerima bunga dari Mike. "Aku janji." Ucapnya pelan. Tak lupa ia menyelipkan senyuman manis di sana.

Mike menatap mata hazel Molly yang teduh.

Mata itu adalah cintanya. Mata itu adalah tamengnya dari keputusasaan. Mata itulah yang selalu melihatnyamelalui sudut pandang yang berbeda. Mata itu adalah bahagia, namun bisa juga menjadi sumber lukanya ketika ada air mata yang mengalir tanpa izin di sana.

I feel so far away when you cry,

cause home is in your eyes.

***

sampe sekarang gue masih suka dengerin lagu Greyson Chance hehehehe ada yang tau lagunya?

gue minder woy post ini haahhHHAHAA ADUH semangatin dong :*

dah yaa

ivonne, calcutepie.

Blue RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang