The fourth blue roses: The Rain it Came Too Soon

1K 291 77
                                    

"Lo bisa dateng sekarang, kan?"

"Bisalah, kakak ipar. Selo, selo." Mike terkekeh. Geli akan ucapannya sendiri. Sejak kapan ia menjadi begitu percaya diri dengan memanggil kakak laki-laki Molly dengan sebutan kakak ipar?

"Yaudah," Luke berdeham. "bantu gue, ya, Mike. Tuh anak batu, maunya dengerin lo doang."

"Siapa, sih, yang gak luluh sama Michael Clifford."

Dari seberang telefon, Luke menjawab, "Pulang gak selamet lo, liat aja."

Luke baru saja meminta Mike untuk datang kerumah. Molly sedang tidak enak badan—secara harfiah—dan ia terpaksa harus pergi karena urusan mendadak. Ayah dan ibu masih bekerja, dua atau tiga jam lagi baru kembali. Luke tidak berani meninggalkan Molly sendirian dan pilihannya jatuh kepada orang yang tepat yaitu meminta Mike untuk menemani adiknya.

Sesegera mungkin ia mencapai rumah Molly. Begitu sampai, Luke ternyata sudah menunggu di teras rumah.

"Gue duluan, ya. Udah telat banget. Titip Molly!" teriak Luke sambil memacu sepeda motornya dan menghilang begitu saja.

Otak cerdasnya tiba-tiba merancang sebuah ide yang mungkin bisa menjadi kejutan bagi Molly.

"Halo?"

"Hmm?" jawab Molly yang masih setengah sadar. Bagaimana tidak, Mike jelas-jelas menelfon di saat Molly tengah menikmati tidur siangnya.

Kenapa dia tiba-tiba jadi seksi banget sih bawaannya.

"Gue ada di depan rumah lo. Keluar, dong."

Molly menutupi wajahnya dengan bantal. "Duh, Mike. Jangan bercanda deh. Gue lagi pusing banget mau tidur."

"Yaudah gue pulang."

Gadis itu melempar selimutnya dengan kesal dan terduduk di atas tempat tidur dengan wajah masam. "Iya, iya. Ini gue otewe turun."

Berhasil!

Mike segera meletakkan setangkai mawar biru di depan pintu dan berlari menuju sisi kanan rumah. Diseretnya tangga yang bertengger di pintu gudang ke arah balkon kamar Molly.

Yap, Mike tengah bersiap untuk menyelinap ke kamar Molly melalui balkon. Ia berharap begitu sahabatnya masuk ke dalam kamar, Molly akan terkejut karena melihat Mike yang sudah duduk dengan manis di sana.

"Mike?" perempuan itu memungut bunga yang tergeletak di lantai. "lo di mana?"

Suara Molly dapat didengar dengan jelas olehnya. Apalagi begitu ia menyadari bahwa Molly sudah masuk kembali kedalam rumah, Mike makin mempercepat aksinya.

Dengan kebingungan, Molly masuk kedalam kamarnya dan menebak-nebak di mana Mike sekarang.

"Ini kenapa pake nyangkut segala, sih." Mike bergumam dengan satu kaki yang sudah naik di pembatas balkon, sedangkan satunya lagi masih menginjak anak tangga lipat. Entah kesialan apa yang menimpanya, tali sepatunya—dengan sedemikian rupa—terselip di antara rongga besi yang longgar dan berkarat.

Molly mendengar gemerisik aneh dari balkon kamarnya.

Wah, maling, nih.

"Luke?" Molly berteriak lalu meraih penggaris besinya. "Luke, ke kamar gue sekarang!"

Was-was, Molly berjalan menuju balkonnya yang masih tertutup tirai dan jendela kaca.

"Mampus." Umpat Mike entah keberapa kalinya. Ia menggoyang-goyangkan sebelah kakinya. Hanya itu satu-satunya upaya yang bisa ia lakukan.

Dengan sekali gerakan, Molly menyibak tirai putihnya dan mendapati pemandangan yang sungguh indah di sore yang mendung ini.

"Mike? Lo ngapain nyangkut di situ?" tanya Molly sambil menahan tawa.

Lelaki itu menoleh dengan wajah memerah karena malu. "Bantuin gue, dong. Tali sepatu gue nyangkut. Gak ngerti kenapa bisa gitu."

"Bentar, bentar."

Setelah itu Molly kembali dengan gunting di tangannya. Setelah memotong tali sepatu yang tersangkut di tangga lipat (yang kemudian jatuh begitu saja dari ketinggian), ia menarik Mike yang masih terdampar di perbatasan balkon.

"Niatnya mau ngasih surprise, malah gue yang disurprise-in sama lo."

"Belagu sih."

Mike mencubit hidung gadis itu dengan gemas. "Udah diambil, kan, mawar birunya?"

Senyum di wajah Molly sedikit memudar.

Itu tandanya, dua hari lagi...

"Udah," ia menunjukkan setangkai mawar di tangannya. "nih."

"Ujan." Mike memandangi cakrawala dari dalam kamar Molly yang dingin.

Molly cukup tahu diri untuk tidak banyak bicara kali ini. Waktunya sudah hampir habis dan tenaganya juga makin berkurang setiap detiknya.

Mike menoleh kearahnya. "Lo masih suka dengerin musik hujan?"

Musik hujan adalah sebutan bagi keduanya ketika hujan sedang turun. Baik Molly maupun Mike akan berbaring di lantai, memejamkan mata dan mendengarkan suara hujan. Atas dasar telepati, keduanya akan menggumamkan nada yang sama melalui bantuan hujan. Sejak itu mereka menamakannya sebagai musik hujan.

"Masih. Tapi gak seasik kalo ada elo."

Tanpa rasa canggung sedikitpun, Molly menyandarkan kepalanya di pundak Mike. Sambil menatap rintik hujan yang seakan ikut iba atas penderitaannya, perempuan itu menumpahkan rasa takutnya dengan tenang. Tidak ada isakan yang terlalu kencang, raungan atau apapun itu. Ia hanya diam, namun air matanya terus mengalir dengan deras.

Mike merasakan air mata hangat yang merembes melalui bajunya. Ia juga ingin menangis. Ia pun sama hancurnya dengan Molly. Dua hari lagi, jika prediksi dokter itu benar maka entah apa yang akan Mike lakukan nantinya. Dengan tahu bahwa umur Molly yang tak lama lagi, seharusnya Mike mampu mempersiapkan dirinya untuk tidak jatuh terlalu dalam pada lubang kesedihan.

"Tadi pagi rambut gue rontok banyak banget, Mike." Gadis itu memainkan ujung rambut cokelatnya. "itu tandanya gue udah mau mati, ya?"

Mike mengepalkan tangannya. Ia tidak bisa membendung cairan hangat yang menyesakkan pelupuk matanya.

Ia menangis.

"Berarti dokter itu bener, ya." Bisik Molly lirih.

Mike melingkari lengannya pada bahu gadis yang ringkih itu. Tubuh Molly lebih kurus dari biasanya. Kulitnya juga lebih pucat dan kasar.

"Makasih, ya, Mike, udah mau jadi sahabat terbaik gue." Ucap Molly hampir tanpa suara. "gue sayang lo selamanya."

Disetiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Dan, Mike benci untuk mengetahui kenyataan bahwa Molly lah yang akan meninggalkannya lebih dulu.

"Gue juga sayang lo, Molly." Mike mengusap rambut Molly yang makin menipis. "selamanya."

***

HAI sori banget late apdet sebenerya udah ada di ms.word tapi males mindahin ke hape ;___;

MASIH ADA YANG BACA GAK SIH HAHAHA.


-ivonne-

Blue RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang