CHAPTER 1 : RAIN

2.9K 256 63
                                    

GEMERCIK air yang perlahan menjadi lebih dingin membuat gadis cantik berambut panjang menjadi lebih bersemangat. Di sebuah dermaga yang biasa ia kunjungi untuk menghabiskan waktunya bersama hujan, ia terus menari, melompat tak beraturan. Senyum indahnya mulai diperlihatkan memancarkan kebahagiaan.. Gadis itu bernama Deandra. Namun ia lebih sering dipanggil Dea. Ia masih terus menari, melompat-lompat kecil seakan jutaan kelopak bunga berjatuhan.

"Kebiasaan banget sih." Suara berat seorang lelaki terdengar sedikit sengit.

Brukkkkk ...

Dea terjatuh saat mendengar suara tersebut menembus ke dalam telinganya dengan frekuensi yang sedikit keras. Gadis itu mengernyit kesakitan. Laki-laki tersebut menghampir Dea yang telah jatuh disekitar dermaga. Sambil memayungi, laki-laki tersebut mengulurkan tangannya ke arah Dea. Matanya masih saja menatap tajam wajah gadis itu. Dea pun menarik tangan laki-laki yang mengenakan jaket parka berwarna merah maroon tersebut.

"Kamu bisa gak sih, Van, nggak kagetin orang," dengus kesal Dea.

Laki-laki bertubuh tinggi dengan kulit putih bersih itu bernama Evan. Sahabat Dea sedari kecil. Hanya saja, Evan lebih dewasa darinya. Dewasa dalam segala hal, usia dan sikap.

"Lagian, lo kaya anak kecil banget sih, setiap turun hujan pasti main-main. Lompat-lmpat-lompat gak jelas, lah," ketus Evan.

"Biarin," ujar Dea seraya memeletkan lidahnya kemudian berlari meninggalkan Evan di dermaga.

Evan dan Dea memang dua sosok yang berbeda. Evan yang bersikap dewasa karna sudah memasuki usia 20 tahun dan Dea yang bersikap kekanak-kanakan, yang baru saja menginjak usia 17 tahun, rasanya pantas untuk saling melengkapi keduanya agar tak begitu hambar di dalam kehidupan mereka.

Mereka sampai di depan rumah Dea. Terlihat sedikit lengang di dalam sana. Rumah bercat putih bersih di seberang rumahnya itu, milik laki-laki bernama Evan. Laki-laki yang berdiri di samping Dea saat ini seraya memegangi payung yang sedang ia lipat.

"Langsung mandi. Nanti gue kerumah lo. Gue mau ganti baju dulu," ujar Evan.

"Siap, bos," sahut Dea melebarkan senyumnya dengan sikap hormat.

***

Setelah selesai melakukan ritual mandinya, Dea keluar menuju ruang tengah. Terdapat berbagai macam buku pelajaran di meja ruang tengah. Dea sedikit kebelingsatan. Tak lama, Evan datang menghampiri Dea di ruang tengah seraya membawa secangkir minuman yang terlihat mengepulkan asap.

"Ini kita mau?" tanya Dea kebelingsatan.

"Minum dulu teh angetnya," tukas Evan sambil menyodorkan teh hangat yang sengaja ia buat untuk Dea.

Dea pun menyeruput teh tersebut dengan tatapan bingung ke arah buku-buku di hadapannya. Dahinya tak berhenti mengerut saat memerhatikan setiap buku yang ada di atas meja.

"Oke gini. Karna beberapa hari ke depan lo bakal ujian. Mulai sekarang gue mau mantau lo belajar," ujar Evan tegas menatap wajah Dea.

"Hah?! Mantau? Nggak usah, Van. Aku bisa belajar sendiri," bantah Dea seraya merapikan buku-buku di hadapannya.

Tangan Evan menghentikan niat Dea yang ingin menyingkirkan buku-buku tersebut, "belajar sendiri? Lo gak inget yang kemarin-kemarin. Katanya mau belajar sendiri, nyatanya, lo malah main hp, alhasil nilai lo anjlok, kan?" jelas Evan menatap sepasa iris mata Dea.

"Tapi-"

"Gak usah pake tapi-tapian. Udah, sekarang lo duduk, belajar yang serius, biar dapat nilai yang bagus."

"Nyebelin.." gumam Dea mendengus kesal.

Sesekali Evan tertawa kecil saat mengerling ke arah gadis yang menggerai rambutnya. Seolah, baginya memang menyenangkan bila menunggu Dea belajar. Rasanya tak pernah bosan dengan hal yang terkadang membuatnya menguap kantuk. Waktu sudah sedikit larut, namun Evan masih setia menemani Dea belajar.

Dear London [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang