CHAPTER 5 : BACK TO THE SMILE

850 121 11
                                    

BEBERAPA hari kemudian. Seperti biasa. Sudah menjadi kegiatan wajib Dimas menjemput Dea di rumah dan berangkat bersama ke sekolah. Sudah hampir satu bulan mereka menjalin kasih. Rasanya semua terlalu mulus selama mereka menjalani.

Dea dan Evan tengah berada di mall. Sekedar berjalan atau menebus rasa bersalah Dea karna telah membuat Evan masuk rumah sakit. Namun, tujuan utamanya bukanlah itu. Ada hal lain yang ingin ditujukan Dea ke Evan. Sebuah tempat makan di sebuah mall, bukan makanan laut.

"Sebenarnya, kita nunggu siapa lagi, sih? Gue dah lapar nih, dari tadi diajak muter-muter mall sama lo. Katanya mau nebus rasa bersalah lo, tapi liat, lo semua yang belanja, De," ujar Evan sedikit jengkel.

"Iya, sabar," sahut Dea sekenanya. Kemudian, sosok yang sedang ia tunggu muncul. Dea melambaikan ke belakang tubuh Evan. Seorang perempuan berbandana berdiri di sana. Perlahan ia berjalan menuju meja Evan dan Dea.

"Maaf, ya, nunggu lama," ujar Rere.

"Iya, nggak pa-pa," sahut Dea dengan senyum.

Laki-laki di hadapan Dea terlihat bingung. Ia mengerutkan dahinya. Satu alisnya terangkat sejenak. Ia tak mengerti apa lagi yang direncanakan perempuan itu.

"Rere, ini Evan. Evan, ini Rere," ujar Dea memperkenalkan dua orang itu.

"Evan."

"Rere."

Rere duduk di samping Dea. Terlihat jengah dengan apa yang sedang terjadi. Evan masih terlihat bingung dan tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Dan Dea, perempuan itu tak bosan membuat garis di bibirnya.

"Rere ini yang sering aku ceritain ke kamu, Van. Cantik kan?" papar Dea seolah membuat Evan semakin kikuk.

Laki-laki itu hanya membalas dengan anggukan dan senyum kakunya.

"Yaudah, kalian ngobrol dulu aja, pesan makan aja, aku mau ke toilet dulu."

Perempuan itu sekarang meninggalkan dua makhluk itu dalam situasi yang jengah. Kikuk. Canggung. Evan tak banyak bicara. Ia menyibukan diri membolak-balik buku menunya. Rere, ia terlihat jengah, namun beberapa kali ketangkapan menatap Evan dengan senyumnya.

"Kak Evan, udah punya pacar?" tanya Rere ke inti pertemuannya kali ini.

Evan terbelalak mendengar pertanyaan itu. Ia merasa risih ketika seseorang mencoba mengetahui kehidupan pribadinya, lebih lagi soal asmara.

"Belum," singkat Evan sekenanya dingin.

"Kak Evan mau jadi pacar aku?"

Skak mat. Rere benar-benar perempuan abege yang agresif. Mungkin saja hormonnya sedang memuncak. Dan Evan, ia seolah terintimidasi oleh tawaran itu. Ia menutup buku menu yang sedari tadi menjadi pembenteng dalam percakapannya. Lalu, menatap terang-terangan sepasang pupil perempuan di hadapannya.

"Re, kita baru ketemu sekali. Bahkan, saya baru kenal kamu sebatas cerita Dea. Saya terimakasih banget sama perasaan kamu ke saya. Tapi, jujur, saya minta maaf. Saya nggak bisa." Kalimat Evan berhasil membuat runtuh dinding hati Rere. Matanya perlahan berkaca-kaca.

"Apa udah ada orang lain yang Kak Evan suka?" tanya Rere parau.

Evan menganggukkan kepalanya. Mengiyakan pertanyan sederhana itu. Hal itu jugalah yang membuat sepasang iris bola mata perempuan itu meneteskan air mata kecewanya.

"Siapa kak?"

"Saya nggak bisa bilang sama kamu."

"Apa orang itu adalah Dea?"

Kembali dikejutkan dengan kalimat pertanyaan dari perempuan itu yang mengenakan baju terusan berwarna putih. Evan menarik napas panjangnya, mencoba menyeimbangi situasi saat itu. Lalu, dengan sangat percaya diri, mencoba meyakinkan dirinya ia berucap hal yang kembali membuat Rere teriris pedih.

Dear London [COMPLETED]Where stories live. Discover now