6. Berbeda

75 4 0
                                    

Keyra POV

Dia berubah. Maksudku, semakin sibuk saja. Katanya jadwal kuliahnya semakin banyak dan membuatnya sulit bertemu denganku.

Aku sebenarnya biasa saja. Hanya saja, aku rindu. Kita jarang memiliki waktu berdua walaupun untuk sedetik saja. Dia benar-benar sibuk.

Ivan calling...

"Keyra, aku akan ada pertemuan dengan dosen. Besok pagi."

Aku menggigit bibir bawahku. Entah darimana datangnya rasa curigaku. Aku tidak memercayainya.

"Oh."

"Keyra, kau baik-baik saja?"

"Ya, tentu. Memangnya aku terlihat tidak baik-baik saja?"

"Tidak tahu, aku tidak melihatmu. Baiklah, sampai jumpa nan-"

"Bolehkah kita bertemu nanti malam?"

"Tidak bisa, Keyra. Aku ingin istirahat."

"Baiklah, sampai jumpa nanti."

"Ya, Keyra."

***

"Lura, aku boleh bertemu?"

"Ada apa?"

"Aku kacau, Lura"

"Tunggu aku di kedai?"

"Baiklah"

Aku berdiam diri menunggu Lura didalam kedai kopi langganan kami sejak beberapa hari yang lalu.

Menyesap vanillaku yang sudah agak dingin karena sudah beberapa menit aku diamkan. Ini enak.

Aku merasa semuanya berubah. Maksudku, hidupku. Tanpa adanya lelaki itu disampingku selama hampir dua minggu ini.

Aku merindukannya. Sungguh.

"Rupanya sahabatku ini depresi ya?"

Aku terdiam mengamati Lura yang baru saja duduk dihadapanku.

"Aku bingung." Aku membuang nafasku. "Dia sudah bukan untukku lagi. Maksudku, tidak, maksudnya, ehm..."

"Keyra, coba kau tenangkan dirimu terlebih dahulu." Lura memandangku iba. "Pelan-pelan saja, Keyra." Ia mengangguk.

"Sejak hari itu, maksudku, satu hari setelah hari itu, ia berubah. Dia terlihat mencintaiku dari caranya mengirim pesan. Tidak ada yang berubah dari itu."

"Pesannya membuatku merasa kalau dia memang masih sama. Tetap dia yang dulu. Hanya saja waktunya yang berkurang untukku membuatku curiga dan-"

Aku menghentikan pembicaraanku ketika tangannya terangkat keatas.

"Maksudmu setelah hari itu? Aku tidak mengerti bagian itu."

Aku mengangguk.

"Setelah hari dimana kau mengatakan bahwa tak seharusnya aku biasa saja dengan kedekatan, ya, kau tau siapa. Dan itu membuatku berpikir kalau mereka menjalin suatu hubungan."

"Kau tau, aku bukan orang yang pencemburu. Tapi rasa ini benar-benar mengganggu aku. Aku kaku, Lura. Aku ingin bergerak tapi aku tidak bisa."

Aku meneteskan air mataku. Mungkin agak berlebihan, tapi ini benar-benar menusuk aku. Benar-benar dalam.

"Keyra, memang belum saatnya kau melupakan kekasih tercintamu itu. Karena memang belum terbukti kalau mereka menjalin suatu hubungan yang lebih dari teman."

Aku mengangguk. "Tapi rasanya aneh, Lura. Ada yang mengganjalku. Disini." Aku menunjuk dadaku yang memang terasa sesak.

"Mungkin lebih baik kau cari tahu? Semuanya benar-benar harus selesai. Bukan hubunganmu, tapi rasa curigamu."

Aku mengangguk lagi.

"Bagaimanapun, aku ada dipihakmu. Karena sekalipun, kalau memang benar, mereka yang salah."

Aku terdiam. Bukannya aku juga salah? Membiarkannya menggenggam tangan perempuan lain.

Aku tau, aku tidak bisa memercayai siapapun. Sekalipun itu sahabatku sendiri. Itu selalu terpikir dalam benakku.

***

Ternyata begini rasanya jatuh cinta. Ya, namanya saja jatuh, ya pasti rasanya sakit sekali.

Entah sudah berapa puluh bungkus tisu yang aku habiskan untuk mengelap air mataku dan juga lendir yang keluar dari hidungku.

Satu bulan sudah semenjak hari itu. Dan satu bulan sudah aku tidak bertemu dengan lelaki itu.

Apa yang sedang dia pikirkan? Apa dia memikirkan aku? Apa dia merindukan aku seperti aku merindukannya? Atau dia sedang memikirkan wanita lain?

Pertanyaan itu terus berkecamuk didalam otakku. Terus berputar hingga rasanya aku bosan memikirkannya. Untung saja dia tidak mengganggu konsentrasi belajarku.

Entah apa yang ada dipikirannya hingga dia merubah sifatnya. Aku baru saja mengobrol dengan Lura di taman itu dan BAM!!! keesokan harinya dia langsung berubah.

"Uang tabunganmu masih ada, Keyra?" Tanya ibu.

Aku mengangguk.

"Syukurlah. Ibu kira sudah habis karena kamu membeli beberapa ton tisu bulan ini."

Aku terdiam. Memangnya sebanyak itukah?

"Tugasmu sudah selesai, Keyra?"

Aku mengangguk.

"Tugasmu melupakan dia sudah terlaksana, Keyra?"

Aku menggeleng. "Bu, aku tidak akan melupakan dia dan semua yang telah dia lakukan sampai dia benar-benar menjelaskan apa yang terjadi pada otaknya."

"Aku mencintai dia dan akan terus mencintai dia sampai semuanya benar-benar jelas, bu. Aku tau, satu bulan memang bukan waktu yang sebentar. Aku juga tau, ini pertama kalinya aku begini. Tapi aku merasa belum pantas untuk menyerah."

Ibu memelukku dengan kasih sayangnya. Ibu selalu melakukan itu disaat aku merasa sendiri karena orang tuaku membuangku, dan kini ibu memelukku karena aku patah hati.

"Setelah semuanya benar-benar jelas, entah dia kembali atau tidak, kamu tidak boleh membuang-buang waktumu untuk patah hati ya, Keyra?"

***

Maaf, Keyra. Maaf kalau waktuku hampir tidak ada untukmu. Maaf kalau kau menghabiskan waktumu untuk memikirkan aku. Bisa kita bertemu?

Aku terus saja membolak-balikan handphoneku dan terus saja membaca sms-nya berulang kali.

Dia ini kenapa? Mau mengakhiri semuanyakah? Atau mau mengatakan bahwa dia merindukanku? Semoga saja yang kedua.

Aku belum membalas pesannya sejak aku selesai kelas tadi siang. Aku hanya takut kalau pengakuannya akan menyakitiku.

"Jadi kau ini merindukan kekasihmu atau tidak?"

"Lura, dari kirimannya saja, aku sudah tau kalau dia akan mengakhiri semuanya. Kenapa tidak melalui telefon saja sih?"

"Kau menyuruhku menginap dirumahmu lalu dengan sialannya kau tidak memutuskan apapun? Kau ini butuh bantuanku tidak?"

Lura yang baik hati. Mau-maunya dia menginap dirumahku hanya karena aku menelfonnya bahwa Ivan menghubungiku.

"Keyra, dengar baik-baik, kau harus datang. Apapun yang akan dia katakan, kau harus bertemu dengannya. Kalian butuh kejelasan, Keyra."

Aku tidak meresponnya dan memilih untuk membaca pesannya sekali lagi.

"Bagaimanapun kelanjutannya, setidaknya harus jelas. Kemana saja dia selama ini, dia menemukan wanita lain atau tidak, dia masih mencintaimu atau tidak. Kau harus bertemu dan jangan jadi pengecut."

Baiklah. Apapun yang terjadi, biar Tuhan yang mengatur. Aku siap.

Iya, mungkin besok kita bisa bertemu. Dimana?

***

Haai! Makasih yang udah sempetin waktunya buat baca yaa. Maaf kalau banyak kata-kata yang rancu hehe. Jangan lupa vote sama komen dibawah yaa!👇

Thankyou!

KEYRA (On Hold)Where stories live. Discover now