7. Kembali

87 6 0
                                    

Author POV

Sudah dua jam Keyra berdiam diri di kedai favoritnya tanpa mengabarkan siapapun. Waktu sudah menunjukkan pukul 4sore namun hatinya masih ragu.

Iya, mungkin besok kita bisa bertemu. Dimana?

Mungkin dikedai dekat universitas? Kabari aku kalau kelasmu sudah selesai, oke?

Dan inilah akhirnya. Ia menunggu sang pujaan hatinya yang tak kunjung diberi kabar olehnya.

Tidak tahu apakah ragu atau takut. Tidak tahu apakah siap atau tidak. Ia tetap menunggu disini. Meyakinkan hatinya.

Aku sudah selesai kelas, Ivan. Kita bertemu di kedai, kan?

Baiklah. Dirinya sudah siap. Apapun yang terjadi, ia tidak boleh menjadi pengecut, begitu kata Lura.

"Aku pikir aku akan datang pertama?"

Keyra memutar kepalanya. Laki-laki itu tersenyum tanpa rasa bersalah. Raut wajahnya menunjukkan kebahagian.

"Mungkin kau bisa duduk terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraan? Karena jujur saja, leherku cukup pegal melihatmu berdiri dibelakangku." Ujar Keyra.

Lelaki itu langsung mengambil posisi disebelahnya dan memesan minuman untuknya. Lalu setelahnya, ia hanya diam memandang gadisnya.

"Kau ini gila atau apa? Kau rela mengeluarkan uang untuk bertemu denganku, namun kau tak berbicara apapun? Kurasa kau harus mendatangi psikiater dan konsultasi dengannya, Ivan." Cecar Keyra.

"Oh, kau ini sensitif sekali ya. Aku hanya ingin memandangmu yang sudah satu bulan ini tidak kutemui. Dan saat aku belum puas melihatmu, kau malah marah-marah padaku? Tega sekali." Balasnya.

"Karena kau sudah datang, kau bisa menjelaskan kepergianmu yang tidak jelas selama satu bulan itu, mungkin?" Tanya Keyra.

Ivan mengangguk namun tetap terdiam. Dan Keyra yang kebingungan hanya menaikkan satu alisnya.

"Baiklah. Pertama, mungkin kau bingung karena setelah hari itu, aku tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Aku mencari pekerjaan yang sesuai dengan hobiku. Mengambil gambar. Lagipula, aku tetap mengirim pesan, kan?"

"Kedua, aku tidak mau bertemu denganmu bukan karena aku sudah berpaling. Tetapi karena aku sulit konsentrasi kalau melihatmu. Mungkin karena aku akan selalu melihatmu dibandingkan mengerjakan pekerjaanku."

"Ketiga, aku tetap mencintaimu. Aku tau satu bulan memang bukan waktu yang mudah untukmu, dan untukku juga tentunya. Namun hari ini kita bertemu, kan? Dan seterusnya akan bertemu."

"Dan yang terakhir, aku sudah mendapatkan pekerjaan karena hobiku. Itu membuatku semakin jarang bertemu denganmu karena harus membagi waktu. Oke?"

Keyra mengangguk sambil tersenyum. Lega rasanya ketika orang yang ada dihadapannya jujur kepadanya bahwa ia tetap mencintainya.

"Aku percaya padamu. Maaf kalau aku sempat berpikir yang tidak-tidak karena kesibukanmu. Aku rasa itu wajar?"

"Iya, sangat wajar karena rasa cintamu untukku takkan pernah habis." Jawab Ivan sambil mengelus pelan kepala Keyra.

Dan keduanya akhirnya menghabiskan waktu yang sempat tersita satu bulan terakhir.

"Aku dan Lura sering kesini selama satu bulan ini. Dan kau tau, aku sudah tau semua rasa minuman yang tersedia disini." Cerita Keyra.

"Oh, seharusnya sebelum aku pesan, aku bertanya terlebih dahulu padamu."

Keduanya terkekeh.

***

Keyra POV

Akhirnya, sejak hari kemarin, aku dan Ivan memutuskan untuk bertemu paling tidak tiga kali setiap minggunya. Dan dia benar-benar menepati janjinya bahwa dia akan sering bertemu denganku.

Seperti hari ini. Ia sengaja menjemputku pagi-pagi sekali. Padahal kelasku mulai pukul delapan dan sekarang baru pukul setengah tujuh. Dia rindu, katanya.

Aku masih bermalas-malasan disofa dengan memakai piyama. Kepalaku menyender dipundaknya dan kami sedang asik menonton kartun kesukaannya.

"Keyra, ada pesan masuk." Katanya sambil menunjuk telefon genggamku yang ternyata memang berbunyi tiga kali dan aku tidak menyadarinya.

Keyra

Tumben sekali pagi-pagi begini Lura mengirim pesan padaku dan isinya singkat begitu.

Baca pesanku, kumohon

Bolehkah kau meminta izin hari ini? Aku membutuhkanmu. Kalau bisa, secepat mungkin kau datang ke kampus. Please?

Setelah membaca ketiga pesan darinya, aku langsung berlari dan memghiraukan pertanyaan kekasihku.

Aku harus ada untuk Lura. Karena Lura selalu ada untukku dan selalu menghentikan segala aktifitasnya untuk aku yang sedang patah hati bulan lalu.

"Ada apa? Lain kali hati-hati. Jangan seperti monyet begitu loncat-loncat dari sofa." Kata Ivan setelah melihatku keluar dari kamar.

"Bolehkah kau mengantarku sekarang juga? Sepertinya dosen sedang menyebalkam hari ini karena tibatiba merubah jadwal."

Ia mengangguk. Apa dia percaya? Kalau percaya, baiklah, aku akan meminta maaf padanya setelah aku tau ada apa dengan Lura.

***

"Ada apa, gadis manis?" Tanyaku setelah duduk disebelah Lura yang sedang menunduk.

Lura memelukku sangat erat. Menangis dipundakku hingga pundakku terasa dingin. Aku membiarkannya.

"Dimas memutuskan untuk mengakhiri hubungannya denganku. Dia bilang, aku sudah seperti kakak baginya. Aku tidak mengerti jalan pikirannya." Cerita Lura.

Ia menghela nafasnya. Aku memperhatikannya.

"Apa aku salah memanjakannya? Apa aku salah, Keyra? Aku sudah lupa berapa lama kami menjalin hubungan. Tapi dengan mudahnya dia mengatakan semuanya." Lanjutnya.

"Untung saja hubunganku dengannya tidak memburuk. Aku meminta satu hal darinya dan dia juga meminta satu hal dariku."

"Apa?" Tanyaku.

"Aku meminta padanya untuk tetap bersahabat denganku. Dan dia meminta padaku untuk mencari pasangan lain yang tidak bajingan seperti dia." Jawab Lura.

"Lura, Dimas benar. Lagipula kau ini menarik. Kau seharusnya merasa beruntung karena tanah tidak mungkin bersatu dengan langit. Aneh saja dia. Apa mungkin dia sudah menyukai perempuan lain?"

Lura membuat pergerakan yang mengagetkanku. Ia mengangguk.

"Maksudmu? Dia ini benar-benar bajingan, Lura. Kau harus bersujud kepada Tuhan dan berterimakasih padaNya karena dia telah membuangmu jauh-jauh. Orang gila seperti itu tidak pantas hid--"

Aku menghentikan pembicaraanku setelah Lura menunjuk orang-orang yang ada dihadapan kami. Mereka memandangiku. Oh, aku bicara terlalu keras ternyata.

"Dia menyukaimu." Bisiknya.

Aku hanya bisa membuka mulutku tanpa berkata apapun. Bagaimana bisa?

"Aku menangis dan kecewa padanya karena dia mengatakan bahwa aku memanjakannya yang menurutku, tindakan itu terasa benar. Namun aku tidak pernah kecewa saat dia memilih untuk menyukaimu. Aku tau dia memilih orang yang benar. Kau."

***

Haai! Makasih yaa yang udah sempetin baca. Jangan lupa vote sama comment yaa dibawah👇

Thankyou!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 26, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KEYRA (On Hold)Where stories live. Discover now