09. Present For Kyung

61.8K 9.1K 1.3K
                                    

"Siapa yang sakit?!"

"Banyak. Cepat katakan, ada apa?" Minah bertanya ketiga kalinya.

Aku menghela napas, berusaha mengumpulkan kata-kata yang akan aku keluarkan.

"Begini... Bian mengirimkan tambahan dua juta won. Dia bilang, itu hadiah untuk Kyung. Masalahnya, Kyung pasti akan bertanya soal uang itu. Bisakah aku minta bantuanmu untuk berpura-pura datang ke rumah dan memberikan uang itu langsung padanya?"

Suasana ramai semakin terdengar dari seberang sana. Untuk beberapa saat, aku terdiam menunggu jawaban wanita itu. Sayangnya tidak ada jawaban. Aku mengernyitkan dahi.

"Halo? Halo? Minah? Kau masih di sana?" sapaku memastikan.

"Ah, iya!" jawab Minah agak tersentak. "Pukul lima aku ke rumahmu. Sudah, ya."

Belum sempat aku menjawab, namun sambungan telepon terputus begitu saja. Keningku mengernyit lagi.

Minah sedang di rumah sakit, dan ia terdengar sama terburu-burunya dengan Bian. Itu membuatku bertanya-tanya, siapa yang sakit? Orang tuanya? Mertuanya? Ah, tapi apa pentingnya bagiku?

Aku memandang jam di layar ponsel. Baru pukul tiga siang.

Boneka besar berwarna coklat telah berada di pelukanku. Aku jadi teringat pelukan Bian waktu di Bali. Terlepas dari sikapnya yang membuatku kesal seharian, aku tidak memungkiri kalau aku merasa nyaman berada dalam pelukannya dan menyukai aroma tubuhnya yang alami.

Lalu bibir mungil itu....

Kalian harus tahu bahwa aku sangat lihai berciuman. Tapi pria itu! Dia lebih lihai lagi. Bahkan ia sudah sangat ahli dalam urusan "itu". Aku terkesan dengan penampilan luarnya yang terlihat lembut, polos, dan lugu. Sangat berlawanan dengan....

Ah! Sialan!

Ingatan bagaimana pria itu menjamah tubuhku tiba-tiba menyeruak.

"Ah! Tidak! Tidak! Sadarlah, Jihyun!"

Aku menepuk pipiku dengan kuat untuk menghalau pikiran nista yang mulai bermunculan. Untuk membersihkan pikiran, aku kembali mengambil ponsel di sampingku. Jariku bergerak cepat membuka aplikasi berita. Sebuah artikel berjudul "Awardee Ini Miliki Nilai Akademik Sempurna" dengan foto Kyung menyita perhatianku.

Hebat sekali dia bisa masuk berita. Tapi sungguh tega ia tidak memberitahuku. Aku baru saja berencana memendekkan kakinya ketika ia mengetuk pintu kamarku dan masuk dengan hati-hati.

"Kenapa?" tanya Kyung yang terlihat bingung dengan caraku menatapnya.

Aku bangun dan memperlihatkan ponsel tepat di depan wajahnya. Dia malah senyam-senyum dan berkata, "Noona sudah baca?"

"Kenapa tidak memberitahuku?!" semprotku kesal. Aku merasa dikhianati, bisa-bisanya aku tahu berita itu belakangan. Padahal aku kan kakaknya.

"Biar jadi kejutan."

"Kejutan?! Kejutan kepalamu! Ini berita tiga hari yang lalu tapi aku baru baca!" Aku masih belum puas mengumpatnya.

"Noona kan sedang sibuk. Mana bisa aku mengganggumu. Dihubungi saja susah. Sebegitu pelosoknya kah Pulau Jeju sampai sinyal pun tidak ada?" sahut Kyung membalas. Anak pintar itu malah mendebatku. Kali ini aku yang mati kutu.

Dia benar, aku susah dihubungi kemarin-kemarin. Bukan karena sinyal seperti yang dikatakan anak pendek ini. Aku memang sengaja menonaktifkan ponsel karena suasana hatiku kurang baik.

Aku memutar bola mataku dengan sebal dan bertanya, "Ada apa?"

Tadi dia masuk ke kamarku dengan hati-hati seakan ingin mengatakan sesuatu yang penting. Daripada berdebat soal berita kadaluarsa itu, lebih baik aku membicarakan hal yang berguna.

ANOMALYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora