Chapter Five: Axel's Pov

107 9 1
                                    

Halo! Akhirnya bisa update lagi :3

Semoga masih ada yang mau baca, karena cerita ini bener-bener sepi pembaca apalagi vomment :(

            Aku merasakan suhu tubuhku meninggi, berbanding terbalik dengan keringat dingin yang mengucur deras tidak hanya dari dahiku, namun seluruh tubuh. Rasa panas yang kurasakan sekarang, lebih panas dari suhu musim panas di pinggiran pantai Miami, dan panas itu begitu menyengat, memusat pada satu titik yang memohon untuk melakukan pelepasan dengan segera, secepatnya.

            Tentu saja bukan aku sendiri yang merasakan sensasi ini. Wanita berambut pirang yang tatanan rambutnya sudah berantakan di hadapanku ini, pasti merasakan hal yang sama—bahkan mungkin lebih. 'Cause, really, she looks so much like a cat in heat.

            Dan lihat saja bagaimana ia meneriakkan namaku sekarang.

            I always do a great job, am I not?     

            "I almost there!" wanita itu berbisik dan merintih di saat yang bersamaan. Ia meremas rambutku, sementara tangannya lain sedikit melukai punggungku; salah satu hal yang aku tidak suka dari cewek pemandu sorak adalah kuku warna-warninya yang menurutku terlihat agak norak. Tapi, ini bukan saat yang tepat untuk memikirkan kuku-kuku sialan itu, bagaimanapun aku harus menggunakan waktu yang ada saat ini dengan sangat benar.

            "Mmh..." Wanita itu menggigit bibir bawahnya, sebelum kemudian menarik kepalaku, memaksaku menerima ciumannya yang hampir tidak bertempo. She really can't stand it anymore, I think.

            Aku mempercepat gerakan tubuhku, menghujamkan diriku sendiri lebih dalam ke dalam dirinya yang semakin mencengkram milikku erat, menghantarkan sederet sensasi yang semakin lama tidak bisa kutahan lagi.

            Aku menggeram, seketika kepalaku terasa berat, pandanganku sedikit kabur. Aku memejamkan mataku, menyeruak masuk ke dalam pikiranku sendiri, berusaha menikmati pelepasan yang terasa begitu memabukkan. Semua wanita memiliki rasa yang berbeda, dan untuk wanita yang satu ini, dia pantas untuk kucatat ke dalam deretan wanita yang tidak mengecewakan.

            "That was great, Brittany..." Aku tersenyum puas, sembari mengusap peluh yang bercucuran dari dahiku. Aku menoleh ke wanita yang kupanggil Brittany itu, menemukan sebentuk eskpresi masam dengan kedua dahi yang mengernyit. Aku bisa melihat kekesalannya di antara sensasi bercinta yang masih belum meninggalkan dirinya sepenuhnya. Ia masih berada di wilayah itu, masih menikmati candunya, dan mungkin membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk bisa memulihkan dirinya mengingat kami melakukannya selama tiga jam nonstop.

            "WHO'S THAT FUCKING BRITTANY, YOU ASSHOLE?" teriaknya. Kemudian ia berlalu meninggalkanku yang sama sekali tidak berpikir untuk mengejarnya. Aku bahkan tidak bergerak sedikitpun, melainkan duduk manis, berusaha memulihkan energi-energiku yang terbuang.

Hey, aku boleh merasa lelah, kan?

Lihat saja wanita itu, berusaha berjalan cepat dengan keadaan yang masih limbung. Aku yakin, dengan orgasme yang hebat tadi, dia pasti memaksakan kakinya untuk menjauh dari tempat ini.

Bagaimana aku bisa yakin dia mendapatkan klimaks yang luar biasa?

Experience is the best teacher, honey.

Aku hanya bisa terpaku di tempatku sekarang. Terus terang, aku takjub dengan bagaimana emosi bisa mengambil alih seluruh kontrol tubuhmu. Tapi sekarang aku tidak perlu emosi apapun untuk mengambil alih kontrol kerja bagian tubuhku yang lain. Keringat hasil 'olahraga' sejenak tadi sudah cukup untuk memperkuat niatku pergi mandi. Ketika gaung langkah kaki wanita itu semakin menjauh, barulah aku beranjak berdiri melangkah menuju ruang shower.

            Aku tidak berpikir benar-benar akan mandi di sini. Lagipula aku sama sekali tidak membawa peralatan mandi, jadi ini hanya sekedar mendinginkan tubuh, menyamarkan bau keringat dan bekas-bekas kegiatan menyenangkan barusan.

Sepertinya, aku hanya menghabiskan waktu tidak lebih dari lima menit untuk membasuh seluruh tubuhku, dan dua menit selanjutnya untuk mengeringkan meski tidak sepenuhnya kering karena aku hanya membawa handuk kecil yang lebih pantas disebut saputangan.

            Saat aku sedang mengeringkan rambutku. Terdengar suara pintu yang terbuka dan tertutup lagi dengan cepat. Aku menoleh ke belakang, ku lihat pergerakan bayangan dari celah-celah di bawah pintu toilet yang berjajar rapi di belakangku yang sedang berdiri di depan loker. Secepat mungkin, aku memakai boxerku sambil tetap memperhatikan bayangan itu, berjaga-jaga kalau saja ada orang yang tiba-tiba menemukanku di sini. Deretan toilet itu tidak begitu jauh, jadi aku masih bisa melihat pergerakan bayangan yang terpantul ke lantai bersama bayangan garis celah-celah pintu itu.

            Kemudian pintu itu terbuka lagi, tidak lama setelah suara flush terdengar. Aku segera mengalihkan pandanganku dari pintu itu, dan kembali sibuk dengan aktifitas mengeringkan, aku sama sekali tidak peduli dengan siapapun yang sedang berada di ruangan yang sama denganku itu – toh, aku juga sudah melindungi 'bagian terpenting', sampai tiba-tiba...

            Ckrik!

            Aku terdiam, memastikan apa otakku memberikan konfirmasi yang sesuai dengan bunyi yang terdengar. Pelan, aku menoleh ke belakang.

            Dan mata kami bertemu.

            Mata itu melebar seolah takjub, membingkai manik hazel terindah yang pernah aku lihat, ekspresi wanita di hadapanku sekarang membuatku berpikir apakah ia akan memberikanku ekspresi yang sama saat aku memasukinya, memenuhinya dengan kepuasan yang mungkin saja membuatnya mendesahkan namaku.

            Dan fantasiku buyar ketika melihat benda kecil di tangannya.

            Sebuah handphone.

            Dengan kamera yang mengarah kepadaku.

            Mataku menyipit, secara tidak langsung menuduhnya telah mengganggu privasiku.

            Wanita itu nyengir, lalu perlahan mundur, dengan tidak sengaja menabrakkan kakinya ke kursi panjang yang ada tak jauh dari sisi bagian belakangnya. Ia tampak kehilangan keseimbangan, tapi dengan cepat memperbaiki posisinya dan berbalik. Sepertinya ia ingin segera kabur, tapi ia malah tersandung kursi yang sama dan jatuh tersungkur. Entah kenapa aku tidak ingin menertawakannya, aku hanya merasa itu balasan yang cukup setimpal karena sudah mengambil fotoku secara diam-diam.

            Aku mendengarnya mengaduh, sepertinya ia meringis. Tapi aku benar-benar tidak tergerak untuk bahkan membantunya berdiri.

            Dan secepat ia jatuh, secepat itu pula ia pergi.

Jangan lupa vomment ya! Kalau mau minta follback, bisa banget dm atau post di wall :*

13 Mei 2017

Essencesso.

PARAMOURWhere stories live. Discover now