2

61 5 2
                                    


Sekolah sudah benar-benar sepi saat Rega berjalan setengah berlari dari arah ruangan eskul teater menuju ke lorong tempat loker kelas 12 tadi. Hanya ada satu sumber suara: tangisan Dara. Hal itu membuat hati Rega lagi-lagi diterkam rasa bersalah yang tak mau hilang.

Rega menelan salivanya sebelum berjalan ke arah Dara yang saat ini sedang menenggelamkan kepalanya di balik lututnya yang tertekuk.

"Hello, it's me."

Dara bisa dengan jelas mendengar suara orang yang sangat dikenalnya (yang saat ini sedang dibuat-buat sehingga menyerupai suara anak kecil), di tengah-tengah heningnya lorong. Saat ia mengangkat kepalanya, dengan mata basah yang sedikit sembab, Dara melihat seseorang dengan kostum ayam berwarna putih sekarang sedang menghadap ke arahnya.

"Are you okay?" tanya suara mirip anak kecil lagi itu. Dara tahu betul siapa orang di balik kostum ayam itu. Hanya saja, mengetahui fakta siapa sebenarnya orang itu membuat hati Dara terasa semakin sakit.

"Ada permintaan?" suara itu lagi. Dara mengerutkan keningnya. Tanpa ia sadar, air mata sudah tidak mengalir turun lagi dari matanya, hal itu membuat orang yang ada dalam kostum ayam tadi cukup yakin usahanya berhasil.

Dengan suara serak, Dara menjawab, "Permen?"

Sang ayam mengeluarkan satu bungkus permen yupi dari dalam kantung di perutnya dan berlutut sambil menyerahkan permen tadi kepada Dara. Sang ayam memang tahu betul apa permen kesukaan Dara. Perlahan, Dara tersenyum. Senyum yang selalu bisa menghangatkan hati orang di balik kostum ayam tadi.

"Ada lagi?" masih suara sok imut yang sama.

Dara tersenyum. "Berputar?"

Dengan sigap sang ayam mengepakkan sayapnya. Sambil mengumandangkan "Pok pok pok pok pok." di udara, sang ayam mulai berputar.

Dan saat itu juga, Dara tertawa. Goal yang sudah dibuat Rega akhirnya tercapai. Rega akhirnya membuka tutup kepalanya dan akhirnya duduk di hadapan Dara yang masih tertawa.

"Gitu dong, ketawa." Rega menepuk kepala Dara masih dengan balutan baju ayam tadi. Saat itu juga Dara sadar betapa banyak keringat yang ada di pelipis Rega akibat menggenakan kostum tadi. "Kenapa, Ra?"

"Lo keringetan, Rega. Bau, ih!" Rega menciumi baunya sendiri, hal itu membuat tawa Dara kembali terbit. Dara mengeluarkan sapu tangannya, lalu mengusap keringat Rega dengan hati-hati. Hal itu tentu saja membuat darah Rega berdesir luar biasa. Dara saat ini tepat di hadapannya. Sedekat ini. Rega terpana menelusuri wajah Dara dari dekat, ia jatuh cinta. Sangat amat jatuh cinta.

Saat Dara selesai, kini tampang Rega berubah serius. "Dara?"

"Ya?" Dara melebarkan senyumnya.

"Gue bakal bantu lo buat bilang ke Arjuna." Seketika itu juga senyum Dara lenyap. Perlahan, Dara menundukkan kepalanya. "Ra? Hey, kenapa, Ra?"

Dara terisak. Air mata mulai mengalir lagi dari matanya. Dari sela-sela isakannya, Dara menjawab lirih, "Rega, g-gue ... m-malu. Gue malu, Rega. Malu."

Sementara Dara menutup wajahnya dengan kedua tangan, tanpa ba-bi-bu Rega langsung membawa Dara ke dalam dekapannya. Berusaha sebisa mungkin menenangkan Dara dengan mengusap-usap lembut punggung Dara.

"Gimana kalo temen-temen gue tau, Re?" Sekarang mata Dara yang basah bertatapan dengan mata Rega yang hanya terpaut lima sentimeter. "Gimana kalo orang tua gue tau? Gimana kalo sekolah tau? Gimana kalo semua orang tau kalo gue hamil anaknya Arjuna, Re? Gimana?"

Rega tidak menjawab. Ia hanya semakin mengeratkan dekapannya pada Dara, sementara tangis Dara sendiri kembali pecah.

Bagi Rega, sangat sulit menerima kenyataan tentang kondisi Dara sekarang. Tetapi satu hal yang pasti, apa pun yang direncakan Arjuna, semuanya sudah keterlaluan. Berbagai seandainya muncul di dalam pikiran Rega. Seandainya tidak ada surat itu. Seandainya Arjuna tidak marah padanya. Seandainya Dara tidak baik padanya. Seandainya ia tidak mengenal Dara.

Seandainya, seandainya ....

Perlahan, Rega menepuk puncak kepala Dara. Tanpa sadar, hatinya juga sehancur hati perempuan dalam dekapannya ini. Dengan lirih, Rega berbisik, "Gue janji, Ra, Arjuna pasti tanggung jawab. Pasti."

Entah bagaimana caranya, Rega belum mau berekspektasi dulu. Rega tidak tahu harus bagaimana ia bicara pada Arjuna di rumah tanpa terpancing emosi atau membuat keributan. Entahlah, kepala Rega mendadak pusing.

Tetapi satu hal yang pasti, Arjuna harus membayar semua.

***

Aye ayeee ini beneran kan one day one part? WKWK semoga sampai ending nggak ada hambatan ya sista-sista.

Thanks a million for reading this! (Padahal nggak ada yang baca). 

22 Juli 2018

Heart Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang