5

42 5 0
                                    


Dara hamil. Setiap pembicaraan murid-murid sekolah pasti mengandung satu kalimat barusan. Tidak ada satu orang pun yang melewatkan moment untuk tidak berbisik-bisik ria tentang kabar tersebut. Semua orang menduga-duga, apakah orang yang menghamili Dara juga bersekolah di sini?

Hanya dua orang laki-laki yang pernah diketahui sempat dekat dengan Dara. Pertama, Arjuna. Semua orang tahu Arjuna sempat dekat dengan Dara, tapi biarpun begitu, tidak pernah terdengar kabar kalau mereka berdua pacaran. Lagipula, Arjuna? Yang benar saja. Mungkin Dara yang saat itu mendekati Arjuna. Meskipun berandal, tampang Arjuna cukup menjual. Yah, yang mereka tahu hanya itu. Hanya sebatas itu.

Kedua, saudara tiri Arjuna, Rega. Rega jelas mempunyai peluang lebih besar untuk menjadi tersangka dalam kasus Dara. Ditambah lagi, beredarnya foto-foto lumayan mesra tentang mereka berdua. Namun, yang membuat mereka belum begitu yakin adalah mereka mengenal betul siapa Rega. Ketua OSIS yang dulu mereka banggakan. Dulu, sebelum Arjuna mengambil alih.

Sejak pagi, Dara sudah dipanggil ke ruang kepala sekolah. Entah untuk diintrogasi atau untuk mengamankan Dara agar tidak menjadi sasaran amukan murid-murid lain yang merasa dirugikan karena tercemarnya nama baik sekolah akibat ulah Dara.

Nama Rega yang disebut-sebut dalam gosip sepagian ini tidak membuat Rega gentar sedikit pun. Ia yakin betul Dara akan menjelaskan semuanya dengan sebenar-benarnya. Dan dengan cara ini, Arjuna pasti akan bertanggung jawab.

Pada saat bel istirahat pertama berbunyi, seorang guru memanggil Rega di kelasnya. Meminta Rega untuk mengikutinya ke ruang kepala sekolah. Rega bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?

Saat masuk ke dalam ruang kepala sekolah, hal yang pertama kali menarik perhatian Rega adalah sosok Dara yang duduk di berhadapan dengan kepala sekolah. Tampak menundukkan kepala. Tidak hanya Dara, beberapa guru seperti guru BP, guru bidang kesiswaan, guru agama, serta guru PKn juga ada di ruangan ini. Dan yang tidak kalah mengejutkan, tidak lama kemudian, Arjuna ikut masuk ke dalam ruang kepala sekolah.

Lima menit setelah Arjuna masuk, satu pendatang baru lagi membuat Rega mengerutkan keningnya tak mengerti. Dia, ayah Rega.

Apa-apaan ini?

Bapak kepala sekolah berdeham sebentar sebelum berkata dengan dingin, "Dara tidak mengatakan apa-apa sejak tadi pagi. Jadi saya menanyakan kepada beberapa murid yang saya percaya tentang siapa siswa yang pernah dekat dengan Dara.

"Dan jawaban mereka selalu sama: Rega dan Arjuna."

Rega bisa dengan jelas melihat mata ayah bersinar-sinar penuh amarah. Tangannya mengepal di samping, siap menghajar siapa pun yang terbukti telah menghamili anak orang lain. Namun, mengapa Arjuna bisa tampak begitu tenang di sebelah sana?

Kepala sekolah melanjutkan kalimatnya, "Sekarang saya tanya baik-baik, siapa di antara kalian berdua yang melakukannya? Atau tidak ada satu pun dari kalian?"

"...."

"Dara? Rega? Arjuna? Jawab saya!" Bapak kepala sekolah mengakhiri kalimatnya dengan menggebrak meja di depannya. Tampak menahan emosinya kuat-kuat.

Hening, sampai suara yang amat sangat familier di telinga Rega menyahut, "Rega, Pak."

Sekarang semua mata menatap Arjuna dengan pandangan meminta kejelasan. Kecuali Dara, perempuan itu masih tetap menunduk.

Dengan senang hati, Arjuna menjelaskan, "Rega yang ngehamilin Dara, Pak."

Saat seluruh tatapan benci penghuni ruangan terarah pada Rega, dari ekor matanya, Rega tahu senyum penuh kemenangan langsung terbit di wajah Arjuna.

Sebelum suasana makin tak terkendali, bapak kepala sekolah mengambil alih. Ia menurunkan nada suaranya sebelum bertanya pada Dara, "Dara, apa betul Rega yang menghamili kamu?"

Dara tidak bereaksi, begitu juga Rega. Pikirannya sibuk mencari tahu alasan mengapa Dara tidak langsung berterus terang saja tentang apa yang sebenarnya terjadi. Dan sekarang, kenapa Dara tidak langsung membantah pertanyaan bapak kepala sekolah?

"Jawab." itu suara Arjuna. "Rega kan yang ngehamilin lo?"

Jeda yang cukup lama bagi Rega sebelum ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Dara mengangguk. Apa-apaan?

Semuanya tampak seperti adegan lambat bagi Rega. Dara langsung menangis, guru-guru sibuk berbisik-bisik, kepala sekolah memijat pelipisnya, Arjuna tersenyum puas, dan ....

Ya, dan ayah Rega yang langsung menghadiahkan satu pukulan keras di pipi anak kandungnya. Membuat Rega langsung jatuh tersungkur ke lantai. Beberapa guru memekik kaget melihat kejadian itu, tapi tidak ada yang membela. Mungkin, bagi mereka itu adalah hukuman yang paling pantas bagi seorang yang telah mencemarkan nama baik sekolah.

Saat Rega tampak kepayahan untuk bangkit, ayah menarik dengan kasar kerah kemeja Rega, lalu menghadiakan satu pukulan lagi di pipi Rega. Kali ini lebih keras sampai Rega bisa merasakan darah mengalir melalui hidungnya.

Rega sendiri seperti mati rasa. Hatinya hancur berkeping-keping, kenapa Dara tidak mengatakan yang sebenarnya? Kenapa?

Lagi, ayah menarik Rega untuk bangkit. Ketika Rega sudah berdiri dengan kaki gemetar, ayah menghadiahi satu pukulan lagi. Lebih lebih keras dari sebelumnya karena bau anyir darah Rega langsung memenuhi ruangan. Namun, tidak ada satu pun yang menghentikannya.

Tidak ada yang peduli, sekalipun Rega sendiri. Hatinya mati rasa. Seperti seluruh indranya tidak bisa berfungsi lagi. Pada akhirnya, orang yang ia bela mati-matian malah mengkhianatinya. Rega tidak peduli lagi.

Terus-terusan ayah menarik Rega bangkit, lalu merobohkan sang anak dengan satu pukulan keras. Memuncratkan darah segar dari hidung ataupun mulut Rega. Terus-terusan begitu sampai Rega benar-benar lelah. Ia lelah untuk tahu dunia telah berkali-kali mencuranginya.

Sampai pada pukulan yang entah keberapa, mata Rega berkunang-kunang hebat. Sebelum semuanya benar-benar buram, Rega sempat dengan jelas melihat Dara menggerakan bibirnya perlahan ke arah Rega. Ya, Rega melihatnya.

Dengan kasar ayah menarik Rega untuk bangkit. Belum sempat ayah memukul Rega lagi, Rega sudah ambruk terlebih dahulu. Kekuatannya sudah mencapai batasnya.

Perlahan, di sela-sela darah yang mengalir melalui sudut bibirnya, Rega tersenyum. Benar-benar tersenyum.

Satu kata yang tadi diucapkan Dara, "Maaf."

Dan setelah itu, di mata Rega, semuanya menjadi gelap.   

***

Buat gue, sejujurnya dari dalam lubuk yang paling dalam (aela serius banget), scene macem gini adalah scene yang pengen banget-banget gue tulis sejak gue mulai nulis cerita! WKWKWK. Kalo baca buku atau nonton film, scene digebuk-gebuk gini secretly my fav WKWKWK. Seneng nulisnya, tapi nggak sanggup ngeditnya karena harus baca ulang huhuhu. Maaf Rega:(

p.s. abis ini last part! HEHEHE.

25 Juli 2018

Heart Like YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang