4

44 4 0
                                    


Sepagian ini, desas-desus tentang seorang siswi yang hamil di sekolah menyebar begitu cepat. Seperti lumut di dalam permainan Where is My Water yang terkena air. Sulit sekali dihentikan dan lama kelamaan akan menutupi jalannya permainan. Gosip tidak bermutu ini diketahui bersumber dari broadcast salah satu teman angkatan Rega yang tidak diketahui indentitasnya. Tidak perlu mencari tahu lebih lanjut, Rega sudah yakin betul siapa pelakunya; Arjuna.

Tetapi, apa tujuan orang itu menyebarluaskan berita ini? Bukankah, tindakan ini justru akan membawanya terseret ke dalam masalah?

Pihak lain yang gelisah karena desas-desus itu tentu saja Dara. Berkali-kali perempuan itu meremas jari tangannya sendiri, hal yang selalu Dara lakukan ketika ia gugup. Bahkan saat jam pelajaran pertama dimulai pun, Dara masih belum bisa menghilangankan rasa khawatirnya.

Sialnya, jam pelajaran pertama kali ini di kelas Dara adalah olahraga.

Entah karena gugup atau karena "sesuatu" yang saat ini ada di perutnya, belum sampai setengah jam pelajaran olahraga dimulai, Dara sudah beberapa kali menahan diri mati-matian agar tidak mengeluarkan isi perutnya di tengah lapangan. Rasanya mual. Membuat Dara susah bernapas untuk beberapa saat. Kepalanya juga tiba-tiba sering terasa pening.

Namun guru olahraga, atau bahkan teman-teman Dara tidak menyadari kondisi Dara saat ini. Bagi sang guru, tidak ada tolelir kecuali sang murid sakit dan disertai surat dokter. Jadi saat giliran Dara mengambil nilai praktik lari saat ini tidak bisa dibatalkan begitu saja. Lagipula, bagaimana nanti jika sang guru bertanya macam-macam tentang alasan Dara tidak bisa ambil nilai? Bagaimana bila teman-temannya curiga dan mengetahui kalau orang yang dimaksud dalam gosip itu adalah Dara?

Dan di sinilah Dara sekarang. Bersiap di garis start sampai si guru olahraga meniup peluitnya. Dara melesat bersamaan dengan waktu sang guru memulai stopwatch-nya. Satu putaran belum membuat masalah yang berarti bagi Dara. Hingga saat pertangahan putaran ketiga—putaran terakhir—mata Dara tidak sengaja bertabrakan dengan mata Arjuna yang sekarang sedang melemparkan senyum mengejek ke arahnya dari koridor depan lapangan. Mual kembali menguasai perut Dara, hingga lama-kelamaan kecepatan Dara berkurang. Kepalanya pusing.

Tinggal tersisa satu meter lagi sebelum garis finish, dan saat itu juga Dara ambruk. Tubuhnya menyerah. Hatinya kalah, kalah oleh cinta sialan yang ia beri seutuhnya pada Arjuna.

Ingin rasanya Dara tidak pernah bangun lagi dari pingsannya. Ingin rasanya Dara menghilang sekarang juga. Apa yang akan dikatakan teman-teman Dara nanti?

Dipermalukan. Satu kata yang bisa membuatmu melegalkan apa saja agar dunia berhenti mengejekmu.

***

Rega-lah yang pertama kali dilihat Dara saat ia akhirnya membuka mata. Rega sedang berdiri di ambang pintu UKS membelakangi Dara, tampak sedang berbicara dengan orang di telepon.

Arjuna. Ya, Rega sedang berbicara dengan Arjuna. Menuntut tanggung jawab saudara tirinya itu. Dengan santainya Arjuna tertawa, merasa menang atas apa yang saat ini sudah ia rencanakan. Berkali-kali Rega memaki, menyumpah, merutuki orang di seberang sana, tapi nada ceria yang aneh dari Arjuna tidak juga pudar.

Hingga akhirnya Rega merasakan seseorang menepuk pundaknya, Dara. Rega langsung mematikan sambung telepon. Perhatiannya sekarang sepenuhnya tercurah pada perempuan yang tampak sangat gugup di depannya itu.

"Dara? Lo nggak papa? Alhamdulillah!" mata Rega berbinar-binar menatap Dara. "Gue nungguin lo dari istirahat pertama sampe sekarang bel pulang udah bunyi sepuluh menit yang lalu. Syukur lo nggak papa? Ada yang sakit? Lo ... perlu apa gitu?"

Dara hanya bisa menggeleng lemah. Mendapati ada sesuatu yang tidak beres dengan Dara, Rega buru-buru menyelipkan rambut lurus Dara ke telinga perempuan itu, lalu membelai lembut pipi Dara. Dengan nada paling tulus yang ia bisa, Rega bertanya. "Ra? Lo kenapa?"

"Gue malu." Dara memejamkan matanya, lelah. "Salah gue, semua salah gue, kalau aja malam itu gue nggak nurutin kemauannya Arjuna. Kalau aja ...."

Dengan kasar Dara memukul-mukul perutnya sendiri, membuat hati Rega bertambah pedih. Tidak seharusnya Dara sedih, tidak seharusnya. Perlahan kedua tangan Rega menangkap kedua pergelangan tangan Dara lalu melingkarkan tangan itu ke pinggangnya sendiri.

Sekali lagi, Rega membawa Dara ke dalam dekapannya. Dara tidak bereaksi. Rasanya, perempuan itu sudah lelah menangis. "Dara, jangan pernah kayak gini lagi."

"..."

"Arjuna pasti tanggung jawab, Ra. Pasti."

***

Me : Rega:(((((((((((((((

24 Juli 2018

Heart Like YoursWhere stories live. Discover now