PROLOG

147K 6.5K 44
                                    

BARBARIA, begitulah orang menyebut tempat ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


BARBARIA, begitulah orang menyebut tempat ini. Kerajaan terbesar yang letaknya di utara dataran Earthcoal dengan lambang dua ekor elang berbadan singa mengapit perisai emas. Tempat di mana kejahatan sudah mendarah daging. Yang kuat semakin berkuasa, sedangkan yang lemah semakin melarat.

Ya, kedudukan selalu berdasarkan kekuatan. Gelar bangsawan tidak hanya diperuntukkan bagi kerabat Raja, tetapi juga mereka yang memiliki kelebihan dan potensi untuk memenangkan Barbaria di medan perang. Jika tidak memiliki kemampuan serta kekuasaan, bersiaplah bekerja lebih keras untuk bertahan hidup.

Namun, keadaan ini sangat menguntungkan bagi mereka yang sudah terlahir dari keluarga tersohor. Termasuk Narius Dalcom. Gelar Marquess diturunkan padanya sebagai anak pertama. Hidup bergelimpang harta dan makanan, akan tetapi baginya masih saja ada yang kurang, yaitu kekuasaan.

Pria itu sampai rela mengorbankan anaknya untuk menikah dengan Duke Leon Winterson, pemimpin pasukan utama kerajaan yang terkenal dingin dan sombong. Beliau percaya bahwa Duke Winterson nantinya bisa menjadi Raja di Barbaria setelah menumbangkan Putra Mahkota. Bukan hal yang tidak mungkin, karena Sang Raja sudah menganggap Duke Winterson sebagai anak sendiri.

Masalahnya orang yang dijodohkan secara paksa itu adalah aku. Virenzia, satunya putri di keluarga Dalcom. Keluarga kami dikenal akan keahlian memanah dan berkudanya. Sejak kecil aku dididik seperti anak laki-laki, berlatih pedang, berkuda dan semacamnya. Terbiasa menurut, tentu saja aku tidak bisa menolak permintaan ayahku dan harus mengikuti perjodohan yang sudah dirancang itu.

Sampai akhirnya aku menikah dengan pria berhati batu itu. Tidak ada lagi panggilan Zia, karena sebutanku menjadi "Duchess Winterson". Sialnya, aku menjadi seorang istri yang hampir tidak dihiraukan oleh semua orang di kediaman Winterson. Bahkan Sang Duke tidak mengijinkanku untuk ke luar barang sedetik pun dari kediamannya. Duchess Winterson hanyalah sebuah nama karena faktanya aku tidak pernah menghadiri pertemuan kalangan atas atau perayaan di istana. Aku hanyalah nyonya rumah yang berperan sebagai pajangan.

Duke Winterson yang cukup misterius itu parahnya lagi suka memandang rendah orang, termasuk aku, istrinya. Pernikahan kami memang tidak lebih dari pernikahan politik yang berujung kesedihan. Apa enaknya tinggal rumah besar nan mewah tanpa sebuah kebebasan? Aku merasa sudah mati setelah menjalani pernikahan ini.

Namun, hidupku mulai berwarna saat bertemu dengan Pangeran Alpha De Barbaria— Sang Putra Mahkota— di tempat persembahyangan para dewa. Itu pertama kalinya Duke Winterson mengizinkanku ke luar rumah. Tentu saja setelah memohon dengan tangisan dan mendapat beberapa kecaman.

Tidak bisa dipungkiri, setelah itu aku jatuh hati pada Putra Mahkota karena sosoknya begitu sempurna dan perhatian. Kami selalu bertemu di tempat yang sama dan alasanku waktu itu pada Sang Duke adalah berdoa. Sejak saat itu aku bertekad menolong Putra Mahkota dari rencana jahat suami dan ayahku sendiri. Namun, saat bersiap pergi meninggalkan kediaman Winterson, Duke menangkapku dan menyodorkan segelas minuman.

The Duke is a VillainWhere stories live. Discover now