Chapter 2: Duke Winterson

63.8K 5.2K 67
                                    


(Duke Winterson POV)

Aku disibukkan dengan kertas-kertas di atas meja kerja sampai tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Lelaki berambut platina dalam balutan setelan biru tua tiba-tiba muncul dari balik pintu itu, tapi aku hanya meliriknya sinis. Dia adalah Rudoff, salah satu asistenku. Selain Rudoff, yang bisa menggangguku hanya kepala pelayan di kediaman ini—Kano.

"Marquess Dalcom pagi ini mengirimkan berkas perjodohan, Your Grace."

Mendengar suara parau Rudoff, aku langsung menghentikan tangan kananku yang sedang menggoreskan tinta untuk menandatangani berkas di mejaku. Terlihat setumpuk kertas di tangan pria itu dan dia meletakkan seenaknya ke atas meja.

Awalnya kupikir Marquess Dalcom hanya bergurau tentang perjodohan itu. Maksudku, pernikahan dengan keluarga Dalcom? Lelucon apalagi ini, tidak ada habisnya. Namun, orang itu ternyata terang-terangan menginginkanku jadi menantunya.

"Sudah berapa kali kubilang?" Aku sempat menarik napas dalam, menahan emosiku,  "Kau tahu, 'kan, banyak yang harus aku kerjakan. Mau apalagi si tua itu?"

"Kabarnya Lady Dalcom sudah sadarkan diri," lanjut Rudoff, tetap tenang.

"Lalu?" Kini aku dahiku mengernyit.

"Setelah menolak pernikahan ini, Anda akan menjadi pria lajang seumur hidup." Rudoff menambahi dan sontak alisku terangkat.

Apa pria ini mau mati?

"Seorang Duke Winterson yang berdarah dingin. Semua orang sudah mendengar rumor bahwa istri Anda sebelumnya mati gantung diri. Apakah ada lagi yang mau menikahkan putrinya dengan Anda selain Marquess Dalcom?"

Ck! Rudoff benar-benar ingin bergelut denganku.

Tentu aku terganggu dengan perkataannya barusan. Dia sengaja meninggikan nada suaranya pula. Memang kenyataannya semua putri bangsawan tidak berani mendekatiku lagi. Rumor mendiang istriku yang gantung diri dan terbunuh di kediamanku sendiri sudah tersebar di seluruh Barbaria, tapi tetap saja perkataan itu benar-benar menggangguku. Faktanya bukan aku yang membunuh, melainkan dia sendiri yang ingin mengakhiri hidupnya.

"Begitulah rumor tentang Anda yang saya dengar," ucap Rudoff lagi seraya menunduk.

Lagi-lagi aku menghela napas. Betapa kejamnya aku di pikiran mereka, termasuk putri Dalcom. Pasti dia juga tidak mau menikah denganku dan berpura-pura tidak sadarkan diri begitu pertemuan kami sudah dirancang. Ditambah dengan topeng hitam yang selalu kukenakan untuk menyembunyikan mataku. Kesannya mungkin terlalu kelam dan menakutkan.

"Menikah lagi mungkin akan menghapus anggapan yang ada, setelah itu terserah Anda. Tentunya rumor tersebut bisa merugikan Anda ke depannya," oceh Rudoff untuk ke sekian kalinya.

Aku pun meliriknya dengan tatapan tajam. Rudoff memang sudah lama menjadi teman sekaligus penasehatku sejak aku ikut militer kerajaan. Kuakui perkataan tadi ada benarnya juga. Setahuku dia memiliki otak yang cemerlang, handal dan bijaksana dalam mengambil keputusan, tapi tidak untuk yang satu ini.

Sebenarnya apa untungnya sebuah pernikahan? Ayahku saja meninggalkan mendiang ibuku demi perempuan lain dan menikmati penderitaan di ujung masa hidupnya. Pada akhirnya cuma buang-buang waktu. Aku tahu dia tidak benar-benar mencintai ibuku. Lantas kenapa memaksakan diri untuk menikah?

Aku menggantikan ayahku sebagai Duke sekarang dan hanya ingin fokus pada pekerjaan yang ditinggalkannya. Cih. Kenapa aku harus mengingat orang tua itu lagi? Dipikir-pikir, ini membuang sebagian waktuku. Aku bahkan jarang bertemu dengan istriku sebelumnya, mungkin karena itu dia mengakhiri hidupnya sendiri. Wanita bayaran banyak di luar sana. Pernikahan hanyalah untuk status, tidak lebih dari itu.

The Duke is a VillainWhere stories live. Discover now