Chapter 8: Invitation

40.8K 3.7K 63
                                    



Beberapa ketukan si pintu menggugah tidurku malam ini.

Pasti Milli.

"Ya, masuk saja," ujarku sambil berdiri dan merapikan buku-buku yang entah sejak kapan berada di sekitarku.

Apa aku ketiduran?

Aku tidak ingat sedang membawa buku sebelumnya. Ketika melihat ke arah pintu, rupanya bukan Milli yang muncul melainkan orang yang barusan kutemui.

Duke Winterson!

Refleks buku yang kupegang terjatuh dan dengan wajah memerah aku langsung memungut buku tadi. Apa yang dia lakukan di sini? Tunggu, aku baru sadar kalau ini bukan kamarku. Lebih tepatnya bukan di kediamanku!

Dimana ini? Aku masih berada di istana?

"Ada perlu apa ... ?" tanyaku setelah meletakkan buku tadi di atas meja. Aku pasti terlihat salah tingkah. Pria berambut gelap itu lalu menutup pintu kamar dan berjalan ke arahku.

"Apa maksudmu? Ini adalah kamarku."

Bola mataku hampir saja melompat ke luar. Lalu, kenapa aku ada di sini? Pantas saja kamar ini begitu asing. Hanya ada buku-buku dan lukisan mahal.

"Tapi... ini tidak mungkin," balasku canggung.

Ekspresinya begitu datar dan ini membuatku jadi gugup, tapi kemudian sorot matanya berubah seperti singa mau menerkam seekor tikus kecil. Terakhir aku melihatnya seperti ini saat dia berniat ... menciumku.

God.

"Ini juga kamarmu," lanjut Duke Winterson di saat yang sama.

Sontak aku tertawa kecil, "Maksud anda? kita? Maaf saya benar-benar tidak ingat apa-apa ..."

Seingatku pria itu benar-benar tidak ingin ada orang lain masuk ke kamarnya. Dulu aku menempati kamar tamu di lantai bawah, sekarang dia malah menyuruh tidur di kamarnya ini? Bahkan aku ini belum menjadi istrinya!

"Zia..." Kali ini dia memanggil nama panggilanku. Well, aku  cukup tersentuh, tapi tetap saja aneh

"Mulai sekarang panggil aku Leon," lanjutnya.

Pria itu mulai memegang tanganku lalu menggendongku dengan sangat hati-hati. Dia sungguh berbeda. Ini bukan Duke Winterson yang aku kenal.

"Le...Leon?" panggilku tanpa sadar.

Aku dibawanya ke tempat tidur. Ternyata bisa juga dia baik seperti ini. Meski agak aneh rasanya memanggil langsung namanya, tapi entah mengapa aku jadi ingin tersenyum

"Ulangi sekali lagi."

Aku tersenyum kecil dan menurutinya, "Leon?" ucapku sekali lagi sembari membuka topeng di wajahnya. Tanpa babibu dia langsung melahap bibirku. Aku juga menantikan saat-saat seperti ini.

"Aku tahu kau mencintai si brengsek itu kan?!" Suara rendahnya lalu membuatku mendelik.

Sungguh, pria itu membuatku kaget setengah mati dengan perkataan barusan. Dia mencekik leherku sampai susah bernapas.

Oh, tidak!

Aku tidak mau mati lagi ditanganmu!

"Hah?!"

Anehnya setelah nengerjap aku terbangun di tempat tidur yang biasa kutiduri. Aku sudah berada di kamarku? Kuperhatikan sekeliling, lalu menghela napas panjang. Tadi itu mimpi? Aku menepuk jidatku kuat-kuat.

"Auwww!" Nyaris aku menjerit.

Sakit sekali.

Aku bahkan sampai memimpikan seorang Duke Winterson. Sial. Lama-lama aku bisa gila. Kupegangi leherku, benar-benar tadi itu seperti nyata. Aku bisa merasakan sakitnya dicekik olehnya.

Mungkinkah ini karma atas perbuatanku padanya dulu?

Seolah dihantui dengan rasa bersalah. Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi. Tidak bisa dibiarkan, pertunanganku harus cepat-cepat dibatalkan. Aku tidak mau dihantui terus begini.

"Zia!"

Sayup-sayup aku mendengar suara Ayah.

Kenapa lagi?

Pagi-pagi sekali Ayah mendatangiku, pasti ada sesuatu yang penting. Pasti tentang pertunangan. Lagi-lagi aku menghela napas panjang.

Benar saha, ayahku masuk ke kamar sembari melempar sepucuk surat yang ada di tangan. Surat itu mendarat persis di depan pangkuanku. Ada cap istana di surat itu.

"Apa sebenarnya yang kau lakukan semalam?!"

Wajah ayah terlihat jengkel, tapi aku tahu dia sedang menahan amarahnya. Semenjak Ibu tak ada dia cenderung uring-uringan, termasuk padaku, putri satu-satunya ini. Dengan sigap kubuka surat itu. Ah, ternyata ini adalah undangan ke istana. Besok aku harus ke istana?

"Kenapa tiba-tiba kau diundang ke istana?" tanya Ayah lagi.

"Aku tidak melakukan kesalahan apapun. Aku hanya menolong Putra Mahkota..." Tentu aku mengelak.

"Ingat, jangan membuat masalah. Sampai saat ini kau masih tunangan Duke Winterson."

"Tidak, Ayah. Aku sudah bilang aku tidak mau menikah dengannya."

"Lalu kau mau menikah dengan siapa? Putra mahkota? Atau bangsawan lain?"

Deg! Aku terdiam, perkataan itu seperti sebuah pisau menancap di jantungku.

"Jangan bermimpi. Hanya Duke Winterson yang bisa menjamin kehidupanmu kedepannya."

"Tapi setidaknya biarkan aku memilih sendiri..."

"Pergilah, selesaikan urusanmu dengan Putra Mahkota."

Ayah sepertinya sudah diracuni oleh Duke sialan itu. Pria nomor tiga di Barbaria itu hanya hidup seorang diri dengan kekayaan yang hampir menyamai Raja. Pasti harta rampasan hasil perang yang dia dapat sangat berlimpah. Raja Perang, itu julukannya. Tentu saja yang paling penting Ayah ingin meneruskan tradisi keluarga Dalcom yang terkenal akan keahlian berkuda dan memanahnya. Terlebih lagi aku tahu rencana Ayah dan Duke Winterson untuk menggulingkan Putra Mahkota.

Kenapa Ayah tidak menyukai Putra Mahkota?

Aku tidak habis pikir. Apa karena keterampilan berpedangnya tidak sepandai Duke Winterson?
Ya, di Barbaria, seorang Raja bahkan ikut turun tangan dalam peperangan. Raja Dogge de Barbaria, yang juga merupakan ayah kandung Pangeran Alpha berhasil memenangkan perang terakhir dengan kerajaan tetangga yang sekarang sudah menjadi Republik Golale.

Duke Winterson juga ikut ambil bagian dalam perang tersebutnya, makanya tidak diragukan lagi keahliannya sebagai pemimpin pasukan utama. Setelah perang usai mereka memilih berdamai tanpa mengganggu Barbaria lagi. Tidak ada perebutan kekuasaan lagi, tanah perbatasan kini dimiliki oleh Barbaria. Masing-masing sudah memiliki daerah kekuasaan sendiri.

Aku hanya bisa mengendus kesal setelah ditinggalkan Ayah begitu saja. Kini yang ada di pikiranku hanya menjauhi Duke Winterson.

Maaf Ayah, aku tidak mau pria jahat itu membunuhku untuk kedua kalinya.

Dalam mimpi saja dia berusaha membunuhku. Sepertinya aku memang membutuhkan pertolongan Putra Mahkota untuk membatalkan pertunangan ini.

***

The Duke is a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang