Chapter 1: Lady Dalcom

78.8K 5.3K 37
                                    



"Lepaskan aku! Beraninya kalian menyeretku seperti ini!" Dengan napas terengah aku berusaha memberontak. Hancur sudah rencanaku untuk lari malam ini.

Sepatu berhak yang kukenakan pun terpaksa menyeret lantai akibat dibawa paksa oleh dua pria yang belum pernah kulihat wajahnya. Mereka mengenakan setelan gelap yang cukup rapi, seperti para pria pada umumnya yang bekerja di kediaman suamiku. Meraung-raung pun percuma, mereka mengacuhkanku layaknya pengemis yang ditemukan di pinggir jalan.

Aku dibawa paksa ke ruangan paling atas bangunan yang kusebut penjara ini— kediaman Winterson. Begitu kaki ini melewati pintu, kulihat sosok pria bertubuh tegap dalam balutan kemeja dan strap hitam. Siapa lagi kalau bukan Duke Winterson. Topeng kulit dengan warna serupa menutupi mata pria itu, tapi aku tahu dia tengah menatapku dingin.

"Apa lagi yang ingin kau lakukan padaku? Belum puaskah mengurungku selama ini?!" sergahku ketika lutut ini menyentuh keramik kelam yang dingin. Pada detik selanjutnya, tubuhku dipaksa berdiri lagi.

"Apa hukuman yang pantas untuk seorang wanita yang menyelingkuhi suaminya?" Suara pria berambut hitam itu terdengar sedikit bergetar dan berhasil membuat bulu kudukku berdiri. Sudah kuduga, Duke Winterson mengetahui pertemuan rahasiaku dengan Putra Mahkota dan menunggu saat-saat seperti ini. Sial, aku tidak bisa mengelak lagi.

Seorang pria berjubah cokelat kemudian menyodorkan segelas anggur pada Sang Duke dan di saat yang sama, pria yang mencekal tangan ini mendorongku semakin dekat pada majikannya.

"Minum," ujar Duke Winterson dengan nada rendah.

Bibir ini otomatis bergetar, tapi aku tetap menunjukkan kebencian padanya. Kemudian menyungging senyum miring setelah meludah ke arah pria itu.

"Kau benar. Lebih baik mati dari pada hidup sebagai istrimu," ucapku kemudian."Perselingkuhanku dengan Putra Mahkota ... aku tidak menyesal telah melakukannya."

Kali ini aku tersenyum sambil meneteskan air mata. Entah air mata kesedihan atau kebahagiaan. Minuman yang disodorkannya tadi lalu kuhabiskan dalam sekali tegukan. Ya, aku meminumnya dengan sangat sadar dan dalam hitungan detik, tubuh ini oleng. Seolah ada benda tumpul yang menghantam kepalaku hingga kelopak mata ikut bergerak turun dan tanpa sadar aku sudah terkulai lemas di lantai.

"Kau akan menyesalinya nanti."

Suara berat itu kemudian menghantuiku. Sempat kulihat pria bertopeng yang masih berdiri di depanku itu menaikkan salah satu sudut bibirnya, seakan telah memenangkan peperangan. Sayang sekali, bibir dan tubuh ini tidak kuasa lagi kugerakkan. Jika bisa, mungkin hanya makian yang terucap untuknya.

***

"Sudah empat hari Lady Dalcom mengurung diri di kamarnya."

Pikiranku terbuyar mendengar Milli tengah berbicara pada seseorang di balik pintu kamar. Ya, barusan aku melamun lagi, menggali ingatan yang tersisa tanpa menggubris siapa yang datang. Mungkin asisten ayahku.

"Lady sedang tidak ingin bertemu siapapun," lanjut Milli dengan suara lembut yang khas.

Sekali lagi aku menyeduh tehku sore ini dengan sangat hati-hati. Sejak tadi aku tidak bergeming, hanya duduk di sofa sembari menatap kosong dinding. Badan ini masih terasa remuk. Tangan dan kakiku pun masih agak kaku untuk digerakkan. Belum lagi pusing yang terkadang datang mengganggu.

Jika ingatanku barusan hanya mimpi, tapi kenapa rasanya panjang sekali? Begitu nyata sampai aku bisa merasakan sakitnya hingga sekarang. Aku masih tidak habis pikir akan kenyataan yang membawaku kembali ke sini. Ya, tidak mudah bagiku mempercayai kejadian aneh ini. Setelah meminum racun, aku terbangun sebelum pernikahan sial itu terjadi. Jika kuceritakan pun tidak ada yang mempercayainya.

The Duke is a VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang