23. ORIGAMI

784K 66.7K 65.8K
                                    

23. ORIGAMI

If they don’t respect you. Respect yourself and leave that situasion.”
— Galaksi Aldebaran

Dengan tergesa-gesa Galaksi memacu motor KLX hijaunya di malam hari. Motor itu melaju sangat kencang membelah keramaian ibu kota. Cowok itu sudah berganti pakaian dan berniat mengajak Kejora pergi dengan maksud agar perempuan itu tidak merasa sendirian dan melakukan hal yang tidak Galaksi inginkan. Memikirkannya saja membuat Galaksi takut. Takut kehilangan.

“Gal?” Galaksi mengangkat pandangannya. Terpana. Yang pertama kali dilihat Galaksi adalah penampilan Kejora. Perempuan itu menggunakan kemeja putih biasa, celana jeans hitam dengan rambut setengah digerai dan di bagian atasnya diikat sedikit dengan pita kain berwarna kuning sebagai pemanisnya. Galaksi tidak tahu sudah berapa kali dia jatuh cinta pada Kejora.

Cantik banget cewek gue, batin Galaksi.

“Kok bengong aja?”

“Kenapa? Gak bagus ya diiket kaya gini?” Kejora menyentuh rambutnya namun Galaksi langsung berdiri—menghentikan perempuan itu agar tidak melepas ikatannya.

“Bagus,” komentar Galaksi pendek. “Sering-sering kaya gini Ra.”

“Diiket kaya gini?”

“Iya,”

“Hm maksudnya,” Galaksi menatap Kejora. “Lo cantik banget Ra,” puji Galaksi.

Cowok itu masih menatap Kejora dalam-dalam. Lalu beberapa detiknya lagi mengusap tengkuknya. Bahasa tubuhnya tampak gugup. Seperti orang jatuh cinta dan habis menyatakannya.

Sejenak Kejora terkejut, merasa senang. Setelah sadar perempuan itu tersenyum masam. Pasti Galaksi hanya ingin menghiburnya.

“Bohong ya?”

Serius. Lo cantik banget Ra,” ucap Galaksi. Suaranya terdengar tidak main-main. Galaksi menatap Kejora seolah seluruh dunia ada pada perempuan itu.

Kejora tidak menjawab. Perempuan itu bereaksi murung. Semangatnya telah patah. Apa Kejora menyesali tindakannya tadi? Tentu saja. Setengah hatinya menyesal tapi isi dalam kepalanya mati rasa.

“Senyum dulu. Baru boleh naik ke motor,” ucap Galaksi ketika Kejora ingin naik.

“Senyum dong, cemberut terus. Dapet apa kalau cemberut?” tanya Galaksi sengaja dengan nada bercanda tapi Kejora tidak mengatakan apa-apa. Pandangannya tampak kosong. Tidak ada pancaran hidup dalam sorot matanya.

“Kalau gak senyum bakal di sini terus,” kata Galaksi.

“Gue siap tungguin. Mau sampe kapan? Sampe pagi? Sampe malem lagi? Oke gue tungguin.” Tangan cowok itu terlipat di depan dada. Menunggu Kejora.

“Gal,”

“Senyum dulu,” balas Galaksi.

Kejora menghela napas lalu tersenyum. Meski sedikit terpaksa tapi Galaksi menghargainya. Cowok itu lalu menyuruh Kejora naik. Ketika memasang helm. Cowok itu melirik Kejora dari spion. Perempuan itu sudah menggunakan helm. Tatapannya masih kosong. Seolah jiwa perempuan itu tidak berada di sini bersamanya.

“Selalu ada jalan, Ra. Selalu.”

“Gimana kalau gak ada?” tanya Kejora putus asa.

“Gimana kalau gak ada? Pasti ada,” ujar Galaksi optimis. “Biasanya lo yang selalu ingetin gue. Gak boleh ini. Gak boleh itu. Intinya yang menjurus negatif enggak pernah boleh.

“Kadang Ra; lo itu terlalu memikirkan apa yang orang lain bilang sama lo. Dan itu malah ngebuat lo menjadi orang lain. Lo gak boleh kaya gitu terus. Gimana lo cuman diri lo sendiri yang tau. Bukan orang lain,” kata Galaksi.

GALAKSIKEJORA [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now