JATUH CINTA

1.2K 91 10
                                    

Terkadang kita hidup hanya untuk membenci diri sendiri.

Maksudnya bukan berarti kau membenci dirimu hingga ingin mengakhiri hidup (dalam beberapa kasus mungkin iya), hanya saja ada saat-saat tertentu kau tidak suka dengan apa yang ada pada dirimu.

Seperti yang dialami Rania saat ini.

Wanita berambut sebahu dengan ujung-ujung di-highlight warna ash itu terlihat mengepalkan jemarinya di atas pangkuan saat berhadapan dengan William Herodes, atau yang sering kali ia panggil Liam. Rania juga beberapa kali menahan napas saat samar-samar aroma tubuh Liam (yang menurut Rania seperti udara saat hujan baru turun menyapu bumi) sampai ke indera penciumannya. Untuk kesekian kalinya Rania memejamkan mata, manahan gejolak mengulurkan tangan ke rahang Liam yang ditumbuhi cambang, dan melabuhkan kecupan di bibir pria tersebut. Detik-detik berlalu, dengan gejolak yang makin menggila, bagai siksaan bagi Rania.

"Rania," Suara berat memanggilnya. Saat membuka mata, sepasang mata sepekat malam menatapnya cemas. Ada hujaman tiba-tiba yang melesak ke jantung Rania.

Sial, Rania mengumpat dalam hati. Sungguh, saat berhadapan dengan Liam, Rania membenci dirinya setengah mati.

"Are you okay?"

Rania memundurkan tubuh hingga punggungnya membentur sandaran sofa. Wanita itu memalingkan wajah, lalu mengangkat tangan kirinya dan mulai memijit pelipis. "Sedikit pusing." Itu bukan kebohongan. Nyatanya Rania benar-benar pusing. Meski Rania menyukai aroma tubuh Liam, gelombang gairah yang berusaha ia bendung berdampak kepada kepalanya.

"Kau mau istirahat?" tawar Liam.

Seperuh hati Rania ingin pergi, sementara separuh lagi ingin tinggal (bahkan melemparkan diri ke Liam). Nah, bertambah satu hal lagi yang membuat Rania membenci dirinya. Liam membuatnya menjadi sosok yang plin-plan. Padahal selama ini Rania dikenal sebagai sosok berpendirian teguh. Tapi, dengan Liam lain ceritanya.

Karena Rania tak kunjung menjawab, Liam lanjut berkata, "Kau tidak perlu merasa bersalah. Aku sama sekali tidak keberatan menunggu Kana di sini. Sebentar lagi dia juga pulang. Kau bisa istirahat kalau mau."

Kana adalah kakak perempuan Rania. Usia mereka terpaut tiga tahun. Dan Kana adalah kekasih dari pria yang sedang duduk di hadapan Rania saat ini.

Jadi, sekarang kau pasti mengerti kenapa Rania membenci dirinya saat berhadapan dengan Liam, kan?

"Baiklah," akhirnya Rania menyerah. Berlama-lama berdua dengan Liam tidak baik baginya. Siapa yang bisa menjamin kalau nanti dirinya meraup dagu Liam dan melumat bibir pria itu tanpa kendali? Tidak, Rania tidak ingin hal itu terjadi. Ia tidak ingin Kana membencinya (cukup Rania yang membenci dirinya sendiri) karena mencium Liam.

"Kalau kau mau tambah minuman atau butuh camilan, ambil saja di kulkas," pesan Rania.

Liam mengangguk.

Akhirnya Rania beranjak pergi diiringi senyum manis Liam (yang selalu menarik Rania untuk tetap tinggal).

***

Apa salahnya jatuh cinta?

Pertanyaan itu berenang-renang di pikiran Rania. Seperti ikan, mondar-mandir.

Saat itu Rania sedang berbaring di kamarnya dengan pencahayaan remang, karena hanya berasal dari lampu meja yang ada di sebelah ranjang. Di luar langit sudah gelap. Dalam keheningan itu ia mendengar suara gaduh yang diakibatkan oleh hujan berangin yang menampar-nampar kaca jendela.

Apa salahnya jatuh cinta?

Pertanyaan itu lagi. Entah untuk keberapa kali. Namun, sesering apa-apa pun Rania memikirkannya, hingga kepalanya sakit (lagi), ia selalu berakhir pada konklusi yang sama: tidak ada yang salah dari jatuh cinta.

RANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang