NASIB SIAL

484 53 4
                                    

Sial! Gara-gara ketiduran Naren terpaksa sendirian ke resepsi pernikahan Seana. Teman-temannya sudah pergi duluan. Waktu Naren mengontak salah satu temannya, ternyata mereka sudah pulang. Seandainya bukan Seana, Naren pasti tidak mau datang ke kondangan seorang diri.

Saat turun dari motor, Naren merapikan pakaiannya. Batik hitam dengan motif berwarna emas melakat pas di badan. Dipadupadankan dengan celana bahan dan sepatu pantofel membuat penampilan Naren terlihat begitu resmi. Sebenarnya Naren tidak terlalu nyaman berpakaian seperti ini. Kesannya kaku. Tapi, mau bagaimana lagi. Tidak mungkin dia menggunakan kaus oblong ke acara pernikahan, kan? Setidaknya Naren masih mempunyai hati nurani untuk menjaga tata krama.

Setelah menarik napas dan menyakinkan dirinya hanya perlu waktu paling lama setengah jam berada di tempat ini, Naren mulai melangkah memasuki gedung tempat pernikahan Seana berlangsung. Untunglah di dalam keadaan tidak terlalu ramai. Mungkin karena jam sudah menunjukkan hampir jam 3 sore. Tamu undangan sudah banyak yang pulang.

Tidak ingin membuang waktu, Naren berniat segera menemui pasangan pengantin untuk memberi selamat. Setelah itu dia bisa langsung balik ke rumah. Dia tidak punya kenalan seorang pun di sini yang bisa membuatnya berlama-lama. Cukup memperlihatkan muka ke Seana sebagai bukti dia menghadiri undangan temannya itu.

Namun saat melewati meja hidangan, mata Naren melihat seseorang yang dikenal. Wanita itu berdiri dengan wajah bosan sambil memegang gelas berkaki berisi limun. Rania. Di samping Rania berdiri pasangan yang terlihat asyik berbicara, sesekali saling melempar canda. Sudut bibir Naren terangkat. Seketika niatnya untuk menemui Seana menguap seketika.

Naren mendekat. Saat jaraknya sudah dekat, Rania belum menyadari kehadiran Naren. Wanita itu malah terpekur menatap gelas minumannya. Naren tahu sebenarnya Rania sedang melamun. Dengan gerakan pelan Naren menepuk pelan bahu Rania.

"Mbak," tegur Naren yang berhasil membuat Rania terkesiap pelan. Hampir saja gelas di tangan wanita itu terjatuh.

Mata Rania membesar melihat sosok Naren di hadapannya. Lalu mata indah dengan bula mata lentik itu mengedip-mengedip, seakan memastikan penglihatannya tidak salah. Sementara Naren berdiri dengan senyum cemerlangnya.

"Siapa, Ran?" Kana yang berdiri di dekat Rania bertanya.

Rania menoleh, belum sempat dia menjawab, Naren mendahului.

"Perkenalkan saya klien Mbak Rania. Narendra Hamid."

"Narendra Hamid?" ulang Kana. Lalu tiba-tiba wanita itu tersenyum dan mengerling ke Rania. Tiba-tiba Kana ingat sesuatu.

"Penulis yang naskahnya ditangani oleh Rania?"

Naren mengangguk.

"Oooh ...." Kana sekali lagi melirik penuh arti ke arah Rania. Dan Rania juga mengirim kode ke arah kakaknya itu untuk tutup mulut. Ya, Kana pasti ingat cerita Rania tentang penulis gila bernama Narendra Hamid.

"Perkenalkan saya Kana, kakaknya Rania. Dan ini ...," Kana menoleh ke samping kirinya, "Liam."

Lalu mereka saling berjabat tangan. Setelah perkenalan itu, Kana dan Liam pamit untuk menemui pengantin. Sebelum pergi, Kana masih sempat mengirim kerlingan yang  Rania tahu betul artinya.

"Kenapa bisa di sini?" tanya Rania tanpa basa-basi setelah tinggal berdua.

"Ya diundanglah, Mbak. Masa saya berani datang tanpa diundang. Kebetulan Seana, pengantin perempuan itu teman kampusku." Naren menerangkan.

"Oh," respon Rania singkat.

"Mbak nggak mikir saya nguntitin Mbak sampai ke sini, kan?"

Wajah Rania seketika memerah. Astaga, bagaimana Naren bisa menebak apa yang ada di kepalanya saat melihat kehadiran pria itu di sini?

RANIAWhere stories live. Discover now