01 - that man

8K 687 115
                                    

"He's so fine."

•••

Wanita Korea yang nekad berpetualang karena bosan hidup di negaranya sendiri.

Arthur bilang kalau warga asing kaburan sepertiku memang harus hidup liar kalau mau mendapatkan sejumlah uang. Semacam... berburu.

Aku bilang oke padanya setiap saat. Dan berlanjut menjadi seorang pelayan wanita yang wangi di kafe reyotnya.

Dia hanya bisa tertawa setiap kali aku menggerutu. Selain itu, dia cuma mampu membayarku sebanyak lima dolar setiap hari.

Aku menyimpan seluruh uangku di dalam sepatu dan pasti akan celaka jika suatu saat aku berkencan dengan seorang lelaki. Pemikiran yang bodoh.

Tapi kehadiranku di kafe Arthur cukup mujarab. Pengunjung datang semakin banyak setiap hari sehingga Arthur memintaku untuk mendiskusikan ulang mengenai gaji keberuntungan.

Aku jelas menolaknya. Selain menggajiku dia juga telah menyediakan tempat untukku tidur setelah lebih dari satu bulan aku tersesat di kota ini.

"Aku mengira-ngira apa yang membuat mereka tertarik padamu." Arthur menarik sebuah mangkuk kaca untuk mengocok telur. Lalu memerhatikanku sedetik. "Bukankah itu karena bokongmu?"

Aku hampir menumpahkan kedua bola mataku ke dalam gelas bir yang sedang kuisi. "Kurasa itu merupakan pujian. Dan, memang, bokongku adalah magnet!"

Kami tertawa-tawa, setelah itu kafe mulai ramai dan kami memulai kesibukan seperti biasa.

Arthur harus menangani segerombol kawannya yang tiba-tiba datang untuk minum. Sementara dua pertiga dari pelanggan yang datang aku yang urus.

Aku datang menyapa satu-persatu ke meja mereka sambil menyajikan segelas bir secara gratis. Untuk gelas berikutnya, mereka perlu membayar.

Dan ketika aku telah selesai menyajikan gelas terakhir. Secara tidak sengaja aku melihat seorang pengunjung pria yang baru datang sedang kebingungan mencari tempat duduk.

Aku mendapati sikap hendak kabur dirinya dari tempat ini. Namun, aku segera berlari mengejarnya.

Mencengkeram lengannya supaya dia tidak segera keluar. Bertindak selangkah lebih cepat.

Dapat kurasakan kebingungan pada wajahnya, serta perasaan tak nyaman. Sehingga buru-buru kutarik tanganku dari lengannya. Dan berkata, "Masih tersedia tempat duduknya, Tuan," jelasku. "Kalau... Anda bersedia saya akan mengantar,"

Aku menyaksikan matanya membulat besar, sekilas aku berpendapat bahwa itu manis sampai nyaris membagi senyumku. Namun kutepis setelah dia mengangguk kecil dan aku harus segera menunjukkan tempat. "Kami menawarkan segelas bir gratis, untuk gelas berikutnya Anda harus membayar 3 dolar. Dan kalau varian menu yang lain tidak tersedia penawaran semacam itu,"

Pria itu mengangguk lagi. Caranya mengamati buku menu terlalu serius sehingga aku bisa saja kewalahan menatap ke wajahnya terus. Selanjutnya, aku menyadari kalau dia tampan sekali. Tampan sekaligus manis.

Ketika aku kembali untuk menyerahkan pesanannya. Pria itu mengatakan, "Apa Arthur datang malam ini?"

Oh, aku langsung mengernyitkan dari. Jadi pria ini teman Arthur juga? Ada sejumput rasa senang yang menyerangku. Mengira kalau aku akan punya kesempatan untuk mengetahui tentang dirinya lebih banyak. "Arthur sedang menangani pengunjung lain. Mungkin setelah selesai saya bisa memintanya untuk mendatangi meja Anda," jawabku dengan senyum.

ARDOURWhere stories live. Discover now