15 : Rei Diam, Rajendra Maju

309 33 31
                                    

Setelah insiden Rajendra yang nganterin gue sampai kelas, sikap Rei mendadak berubah.

Dia nggak ngajak ngomong gue sama sekali dan minta tukar tempat duduk sama si Artha. Yang nggak membawa perubahan banyak, karena ujung-ujungnya juga dia duduk di sebelah gue. Secara posisi bangku si Artha juga sebelahan sama gue.

Makin nggak paham lagi gue sama tingkahnya si Rei.

Gue sih, cuek-cuek aja dia nggak ngajak ngomong gue. Justru yang ada, gue semakin diuntungkan dengan diamnya si Rei. Gue bebas dari segala perintahnya dia, ancaman-ancaman yang sebenernya nggak penting tapi bisa mengancam kehidupan sekolah gue, dan segala macam hal lainnya yang setiap hari gue lalui kalau Rei sedang dalam keadaan 'normal'.

"Eh pil, lo nggak mau gitu minta maaf ke Rei?"

Ha? Ini Ibob sehat kan? Apa sel-sel otaknya mulai menyusut gara-gara ulangan kimia mendadak tadi?

"Gue minta maaf? Buat apa? Gue kan nggak salah apa-apa?"

Jawaban yang gue dapat dari Bobby adalah... gue dipukulin pakai buku dia yang udah hampir kehilangan 75% kertasnya.

"Lo tuh ya! Bikin gue gemes aja!"

Lah? "Apaan sih lo? Gaje banget deh."

"Bob."

Baik gue maupun Bobby noleh ke Rei yang sibuk sama handphonenya. Tanpa noleh ke arah kita berdua, dia ngomong dengan sangat jelas, saking jelasnya sampai bikin gue pengen ngelempar botol minum si Artha ke atas kepalanya.

"Nggak usah mukulin Sei. Kalo otak dia makin cebol, lo mau tanggung jawab?"

Sudah sangat jelas, kalau Bobby ngakak dan melupakan gue yang tadi jadi target bukunya.

Gue cuma ngeliatin Rei selama beberapa saat, sampai Etta muncul tepat di depan gue dengan ekspresi seolah dia baru aja menang lotre. "Sei! Kantin yuk?"

Daripada berlama-lama dengerin Bobby yang makin ngakak sampai ludahnya mulai bertebaran di atas meja, gue nganggukin kepala. Etta makin kelihatan ceria. Dia narik lengan gue, yang bikin gue berdiri secara tiba-tiba dan tanpa menunggu gue yang masih berusaha menyeimbangkan tubuh, Etta langsung narik gue keluar kelas.

Sabar gue mah

---

Gara-gara aksi penarikan paksa Etta yang mengundang perhatian murid-murid lain, sekarang gue asyik minum es teh dengan Etta di depan gue, dan di sisi kanan-kiri gue ditempatin Adora dan Mawar. Kedua anak itu ngekorin gue waktu Etta narik paksa gue ke kantin. Kata mereka sih, mumpung jam kosong.

Sekali lagi, gue heran dengan guru-guru yang suka ngasih kelas gue jam kosong.

"Eh-eh, itu Rajendra bukan sih?"

"Lah iya--mampus! Dia kesini guys!"

"Cepetan tutupin Sei!"

"Dia sebesar ini gimana nutupinnya cantik?"

"Halo kak."

Tiba-tiba aja, Rajendra berdiri di samping Etta, dengan seragam basket yang udah ganti jadi seragam sekolah. Rambutnya yang tadi pagi sedikit berantakan, sekarang rapi. Bahkan gue bisa nyium bau parfum dia yang sedikit mirip sama bau parfum Artha.

"Kakak jam kosong?"

Gue nganggukin kepala, males aja ngelepas sedotan di mulut gue cuma demi jawab pertanyaan dia yang basa-basi banget.

"Oh iya, kakak nanti pulang sama siapa? Kalo nggak ada barengannya, bareng gue aja kak."

Sebelum gue sempat menjawab pertanyaan Rajendra, makhluk laknat di sebelah gue udah buka mulut duluan.

"Rajendra ya? Kenalin, gue Adora." Adora nyengir kuda, yang bikin gue dan Mawar saling ngelirik. Bahkan Etta, yang daritadi sibuk makan mie goreng instannya, sampai melongo.

"Oh. Iya."

Balasan singkat yang nggak gue, Adora, Mawar, plus Etta duga keluar begitu aja dari mulut Rajendra yang selama ini selalu ramah sama gue. Cowok itu bahkan cuma ngelirik Adora, sebelum natap gue lagi dan ngeliatin senyuman yang bikin gigi taringnya kelihatan.

"Gimana kak? Sama gue pulangnya?"

Dan (lagi-lagi) sebelum gue sempat jawab, sekarang Mawar yang buka mulut duluan.

"Sori ya dek, Sei biasanya bareng Rei kalau nggak Artha. Lagian, setau gue nih ya, lo bawanya motor gede kan? Sei itu nggak suka naik motor gituan, makanya dia nggak pernah mau digonceng sama selain dua cowok itu."

Informasi yang meluncur dengan mulus dari mulut Mawar yang sumber dari segala gosip di sekolah, bikin gue ngangkat alis waktu Rajendra kelihatan benar-benar kaget. Dia noleh ke gue, tatapan matanya seolah meminta gue mengkonfirmasi ucapan Mawar.

Gue cuma bisa nyengir, "Iya. Hehehe. Sori ya dek, gue emang takut kalo naik motor gituan."

Rajendra diam selama beberapa saat. Sampai tiba-tiba dia celingukan--yang bikin kita semua latah dan ikut celingukan juga meskipun kita nggak tahu apa yang dicari Rajendra.

"WOI!" Teriakan Rajendra yang tiba-tiba itu bikin kita semua kaget--bahkan seisi kantin ikut noleh ke arah Rajendra. Mengikuti arah pandang Rajendra, tatapan gue jatuh sama cowok imut yang waktu itu gue lihat pas insiden gue tabrakan sama Rajendra.

"Sini!" Rajendra ngibasin tangannya, dan entah kenapa si cowok imut itu nurut aja dateng ke Rajendra.

"Hari ini lo bawa motor cece lo kan?"

Si cowok imut itu ngangguk. "Kenapa? Bukannya lo bawa motor sendiri?"

"Lo bisa bawa motor gue kan? Gue pinjem motor lo dulu, mau nganter kak imut ini."

Rasanya gue pengen tenggelam waktu si cowok imut itu noleh ke gue dan nunjukin senyumannya. Dia nganggukin kepalanya, ngeluarin kunci motor dari saku celananya dan tukeran kunci sama Rajendra. Setelah itu, dia pergi gitu aja tanpa pamitan sama gue atau teman-teman gue.

Emang dasar junior nggak tahu diri.

Eh tapi dia juga nggak kenal gue sih.

Hm.

"Nah, problem solved. Nanti waktu pulang gue susul lo ke kelas kak, kay?"

Dan sebelum gue sempat menjawab (lagi), Rajendra udah lari pergi--seolah-olah emang sengaja nggak mau dengar jawaban gue.

Kita semua diem, sampai akhirnya Adora geleng-gelengin kepalanya. "Nah loh, siap-siap aja tuh dia ngadepin Rei plus Artha."

Ha? Apa hubungannya sama Rei coba?

×××

Sei tidak peka, Rei ngambek, Rajendra makin nge-gas 😌😌

Teman Sebangku Laknat ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang