8

302 13 5
                                    

***

Hujan cukup deras melanda kawasan kerajaan semenjak pagi. Namun menjelang siang intensitas hujannya semakin mereda. Dan siang itu saat gerimis masih mengguyur, Ivanaldy baru saja pulang dari kantornya. Begitu turun dari mobil mewah yang disopiri oleh salah seorang pengawalnya, ia bergegas menuju kamar pribadinya. Sudah tak sabar untuk bertemu dengan sang istri yang sudah hamil besar.

“Sayang, aku pulang…” Sora mendekati sang suami dan mengambil alih tas kerja Ivanaldy, pun dengan jas kerjanya.

“Langsung mandi saja ya, biar saya siapkan airnya. Karena masih hujan, mandi pakai air hangat ya?” Celoteh Sora menuju kamar mandi pribadi mereka.

Setelah airnya siap, Sora memberi tahu suaminya untuk segera mandi. Dia juga sudah menyiapkan pakaian rumahan yang rapi untuk suaminya di kamar mandi. Ivanaldy pun bergegas mandi. Saat selesai ia segera keluar. Dan ia langsung dikejutkan dengan Sora yang tengah meringkuk di atas ranjang mereka, nampak sedang menahan sakit. Ivanaldy langsung mendekat.

“Sayang… Kenapa? Apa yang sakit?”

“Perut saya, Yang Mulia…” Rintih Sora.

“Kau akan melahirkan?” Ivanaldy panik.

“Rea! Rea!” Teriak Ivanaldy pada pelayan pribadi mereka. Tak lama datang dengan tergopoh wanita itu.

“Iya Yang Mulia?”

“Hubungi dokter istana, katakan kalau Sora akan melahirkan! Cepat!” Ivanaldy kalap. Rea lekas bergegas keluar.

“Sayang tahan sebentar ya? Dokter akan segera datang.” Ivanaldy menenangkan sang istri sembari menggengam tangannya.

Tak lama setelah itu datang seorang dokter dengan beberapa perawat, dan mereka segera menyiapkan segala keperluan untuk operasi yang akan dijalani Sora. Mulai dari infus sampai dengan anastesi. Mereka melakukan segalanya dengan sangat hati-hati karena mereka sedang menangani anggota keluarga kerajaan.

Ivanaldy setia menemani sang istri dalam proses sesar tersebut. Ia sama sekali tidak beranjak dari sisi Sora, tangannya dengan erat menggenggam jemari Sora. Setelah hampir satu jam proses operasi tersebut, sang jabang bayi yang sudah dinanti selama sembilan bulan itupun lahir. Suara tangisnya terdengar sangat keras.

“Selamat Yang Mulia! Pangeran lahir dengan sempurna tanpa ada cacat satupun…” Dokter itu dengan suka cita menaruh sang bayi diatas dada si ibu. Sora tak kuasa menahan haru, dan Ivanaldy mengecup pelipis sang istri.

“Anak kita sayang, kamu hebat…” Kemudian bayi dibersihkan dan diurus oleh dua orang perawat dan Sora telah selesai ditangani oleh dokter kerajaan.

Kamar yang ditempati pasangan Ivanaldy dan Sora sudah kembali bersih, wangi, dan rapi. Semua sudah diurus dengan baik oleh Rea. Sora masih berbaring diatas ranjangnya, sedangkan sang bayi tengah tertidur disampingnya. Dan Ivanaldy hanya menatapi sang bayi dengan tatapan luar biasa bahagia juga takjub.

“Jadi siapa namanya Sora?” Ivanaldy bertanya, dia menepuk-nepuk pelan tubuh bayi yang baru saja menggeliat itu.

“Kenapa tidak Yang Mulia saja yang memberi nama?” Sora balik bertanya. Sang suami tersenyum kemudian mengelus rambut sang istri.

“Kamu yang berhak memberinya nama Sayang, kamu yang mengandung dan yang melahirkannya. Dia anak kita, tapi kamu ibunya. Kamu yang berhak memberi nama pada putera kita.” Ucap Ivanaldy sambil tersenyum.
Sora terdiam sebentar. Sebenarnya, dia sempat memiliki keinginan agar Vantori, ayah kandung bayinya yang memberi nama. Tapi ia segera menepis pemikiran itu, karena dia sadar kondisinya tidak akan mungkin bisa. Dia tahu bagaimana hubungannya dengan Vantori yang tidak baik, walau ia sempat mengucapkan sebaris kalimat pada Vantori di pernikahannya dulu, tapi tetap saja hubungan mereka sama sekali belum membaik. Dan ia juga masih sering menghindari Vantori dimanapun ia berada pada ruang yang sama dengan lelaki yang dicintainya.

COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang