9

311 11 1
                                    

***

Malam hari,
Sora Nampak gelisah di pembaringannya, dan Ivanaldy baru saja keluar dari kamar mandi. Sang kepala rumah tangga itu mendekat ke box bayi untuk melihat sang putera. Rupanya puteranya yang menggemaskan itu sudah tertidur pulas, sudah kenyang setelah menyedot penuh isi dada ibunya.

“Kenapa belum tidur, Sayang?” Ivanaldy menaiki ranjang.
Sora tersenyum kalem sambil menggeleng. Sejujurnya Sora masih memikirkan apa yang dikatakan oleh Mina tadi siang, tentang ia yang harus melakukannya dengan Ivanaldy. Sora gelisah. Ivanaldy beringsut mendekat kemudian mengelus rambut halus Sora.

“Jangan terlalu memikirkan apa yang disampaikan Ratu tadi, Sayang!” Sora shock, bagaimana Ivanaldy tahu?

“Aku mendengarnya secara tidak sengaja.” Ivanaldy menjawab kebingungan Sora.

“Aku menikahimu karena memang aku mencintaimu, hanya keadaan saja yang seolah membuat kita terpaksa melakukannya. Tapi sungguh, aku melakukannya karena cinta. Aku menikahimu bukan untuk hanya bercinta denganmu semata, jadi jangan terlalu serius memikirkannya hemm?” Sora menatap suaminya.

“Kita bisa melakukannya nanti, kapan saja, saat kamu sudah siap. Dan saat kamu…”

“?”

“Sudah bisa membuka hatimu untukku. Karena melakukan hal itu harus dilandasi rasa saling cinta, Sayang. Bukan semata aku saja yang ingin, tapi kamupun juga harus memiliki perasaan serupa. Kita bisa melakukannya nanti hemm? Sekarang ayo kita tidur, selagi Pelangi sudah terlelap.” Ajak Ivanaldy. Dia menarik lengan Sora untuk berbaring.

Ivanaldy memejamkan matanya, namun Sora tidak bisa tidur. Dia memandangi wajah tampan suaminya itu. Kenapa hidupnya rumit sekali?

“Tidurlah Sayang! Aku tidak akan kemana-mana, jadi tidak usah memandangiku sampai segitunya.” Ivanaldy membuka mata dan menoleh kepada sang istri. Ia terkekeh saat melihat semburat merah menjalar dari pipi sampai ke telinga Sora. Dan tanpa aba-aba dia menarik Sora ke dalam pelukannya.

“Sudah tidur!” Ivanaldy memeluk Sora erat, dan itu memanglah skinship intim pertama mereka sejak mereka resmi menikah.

Jantung Sora berdegup kencang, tapi ia juga tidak berniat untuk berontak atau melepaskan diri dari pelukan suaminya. Ia malah menyamankan posisinya. Mari mencoba, pikir Sora.

***

Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah bertahun waktu berlalu. Seharusnya semua keadaan membaik kan. Semua berjalan seperti seharusnya. Pelangi dan Langit juga sudah tumbuh besar seperti selayaknya anak pada umumnya.
Malam itu, Sora baru saja menemani Pelangi tidur di kamarnya yang terletak persis di sebelah kamar pribadinya. Tidak dibuat parallel dengan kamarnya karena Pelangi memiliki pelayannya sendiri yang tentu berbeda dengan pelayan Sora dan Ivanaldy.

Sora masuk ke kamar, disana dia lihat suaminya yang tengah bersandar pada kepala ranjang sambil membaca sebuah buku. Sora kemudian ikut menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang juga, mengikuti suaminya. Ivanaldy menoleh ke istrinya, menatapnya, sepertinya ada hal serius yang tengah dipikirkannya. Lelaki itu kemudian menutup bukunya dan menaruhnya dinakas samping ranjangnya.

“Pelangi sudah tidur?” Tanya Ivanaldy membuka percakapan. Sora diam tak menjawab, sepertinya ia tidak mendengar kalau suaminya baru saja bertanya. Ivanaldy lalu menepuk pelan bahunya, baru Sora menoleh.

“Eh, ada apa Yang Mulia?” Sora bertanya setengah terkejut.

“Pelangi sudah tidur?” Ivanaldy mengulang pertanyaannya. Sora mengangguk.

“Sudah.”

“Kenapa? Kamu memikirkan apa?” Tanya Ivanaldy lagi. Sora menghela napas.

Sebenarnya sejak kemaren ia teringat dengan ucapan Mina tempo tahun yang lalu, tentang tugasnya sebagai istri yang harus membahagiakan Ivanaldy. Sesungguhnya Mina sudah tidak pernah membahas itu lagi setelah hari itu, tapi entah kenapa Sora tiba-tiba teringat hal itu sekarang. Apalagi ini sudah lewat tahun, Pelangi juga sudah besar.

COMPLETEWhere stories live. Discover now