Haloooo ada yang nungguin Sagara update?
Absen jam baca kalian di sini!
Jangan lupa untuk vote dan komentar ya
Jangan lupa follow instagram :
asriaci13
sagaramiller
sheakanaka
Selamat membaca cerita Sagara
***
Bagian Lima Belas | Skenario Terburuk
Now Playing | Fly By Midnight - No Choice
Terkadang aku merindukan di mana aku bisa melakukan apa pun yang aku mau dan apa yang membuatku bahagia, tidak seperti sekarang aku merasa hidupku bukan lagi milikku sepenuhnya.***
Melvin selaku mentor membagikan sheet music secara acak. Itu dilakukannya dengan sengaja, semua peserta didiknya harus test dengan pilihan yang dibagikan hari ini.
Sialan.
Shea hanya fokus latihan Lizt Paganini etude no.6, sementara sheet music yang kini ditangannya Träumerei From Kinderszmen Op. 15: No.07 in F major.
"Kenapa Shea?" tanya Melvin, pemuda itu peka karena Shea terlihat kebingungan sekarang.
"Kak ini testnya engga pilih sendiri? Soalnya kemarin pas latihan kan—" Shea menimbang sebelum mengatakan kalimat selanjutnya, dia menatap manik mata Melvin yang kini menatapnya tajam.
Kedua tangannya di lipat di dada, seolah pemuda itu akan mengatakan kalimat mematikan jika Shea berani melanjutkan kalimat selanjutnya.
"Saya kan udah kasih tau kalian untuk belajar semuanya, sampai sini paham?"
Shea mengangguk pasrah, ya sudahlah.
"Kamu gak latihan apa gimana? Cuman latihan sheet yang kamu suka aja?"
"Engga Kak, aku cuman nanya aja."
Menyebalkan, padahal tadi saat sedikit mengobrol mengenai permasalahan Shea, Melvin adalah sosok yang baik dan pengertian. Ternyata dia akan berubah menjadi iblis kembali kalau berhubungan dengan piano.
"Shea kamu duluan." Panggil Melvin
Shea menghela napasnya perlahan sebelum melangkahkan kakinya, dalam hatinya dia mengatakan "Wish me luck."
Shea memberi salam kepada semua yang ada di sana dengan gesture tubuhnya, sedikit menundukan kepalanya. Memang setiap kali Melvin mengadakan evaluasi seperti ini, mereka akan simulasi seolah-olah tampil di resital.
"Perlu partiturnya?" tawar Melvin
Shea menggeleng, "Nggak perlu Kak."
"Oke, mulai."
Sorot mata Shea langsung berubah ketika jari-jarinya menari di atas tuts piano.
Melvin benar-benar memperhatikan Shea secara seksama. Bukan tanpa alasan Melvin memberikan partitur itu pada Shea, dia hanya ingin tahu apakah anak didiknya benar-benar belajar semuanya atau mereka hanya memilih yang mereka suka saja.
Saat Shea menyelesaikan bagian akhirnya, dan suara tepukan tangan ikut meramaikan di sana. Shea melihat ke arah Melvin yang juga ikut memberi apresiasi berupa tepukan tangan dan senyuman manis.
Setidaknya, dia tidak akan kena omelan Melvin untuk hari ini.
"Kamu tau Robert Schumann saat menulis Kinderszenen Op. 15 ini terinspirasi dari mana?"
YOU ARE READING
SAGARA
Teen FictionSaat musik bukan lagi alasan untuk kita terus bersama. *** Kita, musik dan New York. Sagara dan Shea yang salah mengira bahwa cinta saja cukup untuk menjadi alasan keduanya bertahan. Semakin mereka dewasa, permasalahan yang ada di dalam hubungan ked...