9. Satu Tahap Lebih Dekat

208 13 2
                                    

Fu menatap bayangan dirinya di cermin. Kebaya berwarna jingga itu melekat pas di tubuhnya. Di sampingnya, Zeya masih berkutat memoles make-up pada wajah Fu. Samar-samar ia juga mendengar keributan di luar. Hari ini semua bakal sibuk.

"Gimana? Cantik, kan?" Zeya bertanya setelah tugasnya selesai.

Fu tersenyum dan mengangguk. Untuk urusan make up kemampuan sahabatnya itu tidak perlu diragukan lagi. Bahkan Fu pernah menyarankan Zeya untuk membuka salon saja kalau nanti memilih resign dari pekerjaan sekarang.

Terdengar bunyi ketukan pintu, lalu sosok Ibu muncul. Hari ini Ibu mengenakan gamis berwarna senada dengan Fu. "Keluarga Kim sudah di depan," beritahu Ibu. Setelah itu, Ibu kembali ke luar kamar.

Fu kembali menghadap cermin. Menatap pantulan dirinya. "Siap?" Suara Zeya membuatnya menoleh lalu menganggup.

Dengan dibantu Zeya, Fu keluar dari kamarnya. Di ruang tengah ternyata sudah berkumpul orang-orang. Tidak terlalu ramai. Seperti yang Kim beritahu semalam melalui telepon, keluarganya yang datang hanya dua mobil, terdiri dari Mama Kim, Pak Adam, Bi Isti, Om dan tentenya, serta seorang sepupu perempuan. Sementara dari pihak Fu, hanya ada Bapak, Ibu, Wira, Zeya, dan beberapa kerabat dekat.

Acara segera dibuka oleh salah satu kerabat Fu, lalu diikuti dengan pembacaan doa agar acara lamaran ini berjalan lancar. Setelah itu terjadi perbincangan antara perwakilan kedua pihak. Setelah ditemui kesepakatan, dilakukan pertukaran cincin. Fu menyerahkan tangannya, dan Mama Kim memasangkan cincin di jari manis Fu.

"Selamat ya, Sayang," ucap Mama Kim saat memeluk Fu, yang dibalas wanita itu dengan anggukan.

Setelah Mama Kim melepaskan pelukan, tatapannya bertemu pandang dengan Kim. Pria itu mengangguk, lalu memberinya senyuman hangat.

Saat itu Fu merasa pilihannya untuk menerima lamaran Kim pilihan yang tepat.

****

Acara lamaran sudah dua jam lalu berakhir. Keluarga Kim sudah pulang. Kim memilih untuk tetap tinggal. Maka di sinilah dirinya dan Fu berada sekarang. Di taman bermain yang lokasinya tak jauh dari rumah Fu, duduk di atas ayunan.

"Lihat itu." Kim menunjuk ke atas.

Fu mendongak. Pada lautan bintang tanpa benda bergerak seperti bintang jatuh. Tapi itu terlalu besar dan lamban untuk dibilang bintang jatuh. Cahaya bergerak itu hanyalah pesawat yang terbang di malam hari.

"Seperti bintang jatuh." kata Fu.

Kim menghentikan ayunannya. Dengan senyum menguntum di bibir, dirinya berkata, "Sayangnya nggak bisa meminta permohonan."

Fu ikut tersenyum. "Masih percaya hal itu?"

Kim menggeleng. "Lagipula aku nggak perlu minta apa pun lagi."

"Kenapa?"

"Karena apa yang aku dapatkan hari ini sudah cukup."

Fu tertawa dan rasa hangat memenuhi hati Kim melihat tawa wanita yang dicintainya itu.

***

"Kim sudah pulang?" Ibu bertanya saat Fu masuk ke dalam rumah.

"Udah, Bu. Tadi dijemput taksi online."

"Kenapa nggak nginap aja?"

"Ada kerjaan yang harus diselesaikan besok. Kim nggak bisa ambil cuti."

Fu masuk ke dapur dengan Ibu mengekorinya. Fu membuka kulkas, mengambil botol air minum lalu menuangkan isisnya ke dalam gelas. Air dingin membasahi kerongkongan Fu yang kering.

"Fu ... apa kamu bahagia, Nak?"

Fu mematung. Menatap Ibunya. Wanita itu balas menatap.

"Kenapa Ibu bertanya seperti itu?"

"Ibu hanya memastikan kamu bahagia."

Fu tersenyum, mendekati Ibu lalu memeluk wanita yang sangat dicintainya itu dengan erat.

"Ibu nggak perlu khawatir. Fu baik-baik aja."

"Kamu bahagia?"

Fu mengangguk. "Ya."

Bahagia hanya masalah sudut pandang. Dan Fu rasa, selama dirinya tidak terluka, ia menganggap itu kebahagiaan.

***
F

u meraih ponsel yang tergeletak di nakas. Benda itu sudah ia abaikan seharian ini. Ternyata sudah banyak pesan masuk. Dari teman-teman kerjanya. Isinya ucapan selamat atas acara lamarannya dengan Kim.

Pasti ulah Zeya, bisik Fu dalam hati.

Memang, Fu tidak pernah mengumumkan ke orang-orang di kantor bahwa hari ini dirinya akan dilamar. Kalau mereka pada tahu, pasti pelakunya Zeya. Benar saja, sahabatnya itu memosting foto dirinya dan Kim di Whatsapp Story. Lengkap dengan caption, 'Segera cepat duduk di pelaminan'.

Mau tidak mau Fu tersenyum membacanya. Fu pun membalasnya dengan mengamini. Itu doa yang baik, jadi sudah seharusnya ia amini.

Lalu Fu teringat Kim. Dan iya pun mengirimkan pesan ke pria itu.

Karena yang aku dapatkan hari ini sudah cukup.

Kata-kata Kim di taman tadi kembali terngiang di telinga Fu. Jelas Fu tahu apa artinya itu. Memiliki dirinya sudah cukup bagi Kim. Pria itu tidak ingin meminta apa pun lagi. Sudah jelas kan itu menunjukkan betapa pria itu begitu mencintainya?

Menerima lamaran dari pria yang begitu mencintaimu adalah pilihan yang terbaik. Terlebih lagi Mama Kim mendukungnya. Itu yang jadi pertimbangan Fu saat memutuskan menerima lamaran Kim. Seperti Ibu bilang, cinta saja tidak cukup. Fu butuh jaminan. Dengan begitu ia tidak perlu bernasib sama seperti Ibu, yang ditinggalkan Ayah begitu saja karena ditentang orangtuanya.

***


Udah sampai?

Itu pesan Whatsapp yang dikirim Fu beberapa menit lalu. Kim baru sampai di depan pintu apartemennya, dan tersenyum mendapatkan pesan dari kekasih yang tak lama lagi akan jadi istrinya itu.

Udah, balas Kim.

Mandi lalu lekas istirahat. Besok kamu harus kerja, kan? Fu kembali mengirim pesan.

Sedikit perhatian itu semakin melambungkan perasaan Kim. Ia merasa perlahan Fu menyukainya lagi. Kenapa Kim bisa berpikir seperti itu? Sebab empat tahun terakhir ini Kim adalah pihak pertama yang selalu mengirimkan pesan ke Fu. Namun malam ini sebaliknya. Jadi, boleh kan kalau Kim berharap seperti itu?

Ok, Sayang, Kim membalas.

Selamat istirahat, Sayang.

Pesan terakhir dari Fu, Kim yakin akan membuatnya mimpi indah malam ini.

Kim pun melakukan hal yang diminta Fu. Ia segera melepas pakaiannya, meraih handuk, lalu masuk ke kamar mandi. Di bawah kucuran air dari shower Kim merasa tubuhnya kembali relaks. Setelah selesai, Kim keluar kamar dan berpakaian. Kemudian ia menaiki ranjang dan istirahat.

Kim mengubah posisi ke kiri. Lalu sudut bibirnya tertarik. Dalam beberapa bulan ke depan, akan ada Fu yang tidur di sisinya. Membayangkan itu saja Kim benar-benar bahagia. Akhirnya penantiannya akan sampai juga.

Ya, Kim sungguh mencintai Fu. Dan menjadi suami wanita itu adalah impian Kim sejak mengenalnya.

Sekarang ia sudah satu langkah lebih dekat dengan impiannya.


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 22, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tentang Kita Yang Takut Berpisah Meski Tak Lagi CintaWhere stories live. Discover now