Awal Perpisahan

154 29 13
                                    

Andin Sekar Wijaya sudah menunggu 15 menit di tempat perbatasan, tapi Akar masih juga belum datang. Sambil sesekali mengecek jam tangan dengan gusar dan melihat sekitar takut-takut ketahuan oleh ustadzah yang patroli.

"Duh lama banget sih."
Pasalnya pukul 16.30 nanti dia harus segera bergegas bertemu dengan wali kelasnya mengurus berkas penerimaan kampus. Baru kemaren diumumkan bahwa dia termasuk salah satu dari 15 siswa yang diterima masuk kampus PTN jalur SNMPTN alias undangan. Bersyukur bukan main tentunya, tapi sayang Akar belum juga diterima di sana.

"Udah nunggu lama ya?" sambil tersengal-sengal mengatur nafas. "Maaf ya tadi masih harus ketemu ustadz Akbar."

"Hmm," Andin hanya mengangguk lalu beralih pandang pada Akar. "Ada apa ngajak ketemu sekarang? Kamu tahu kan kalo kita ketemuan sekarang rawan banget ketahuan?"

Akar menatap Andin dan menarik nafas perlahan.

Andin merasakan sesuatu yang berbeda pada diri Akar. Dia tahu betul Akar bukan sosok yang dapat menyimpan masalahnya sendiri. Meskipun kini mereka sudah tidak dalam status "pacaran", tapi hubungan putus-nyambung mereka sejak 8 tahun sudah membuat Andin mengenal betul sosok Akar.

"Kenapa? Bilang aja."
Semakin membuat Akar merunduk lebih dalam. Matanya berkaca-kaca menahan sesuatu disana.

"Kamu janji ya, jangan marah!"
Andin mengangguk. Apapun hal yang dilakukan Akar, bagaimana bisa dia marah dengan sosok yang sangat ia cintai ini.

"Andin, sejujurnya aku nggak sanggup mengucapkannya."
Akar menghela nafas lagi. Sesekali mengusap wajahnya. "Aku nggak ingin meninggalkanmu. Tapi.."

Andin tahu ini akan terjadi. Akar meninggalkannya.

"Tapi apa?"
Akar dan Andin memang sudah saling janji untuk masuk kampus yang sama. Sekalipun harus melalui jalur yang berbeda. Andin sudah memenuhinya, dia diterima di kampus impian mereka, Universitas Negeri Surakarta.

"Aku diterima di Universitas Islam Madinah Fakultas Kedokteran."

Seketika tangisan Andin pecah begitu saja. Dia tidak bisa membohongi keterkejutannya ini. Perasaannya kini benar-benar kalang kabut, diterimanya ia dan ditolaknya Akar di Universitas impian mereka sudah membuatnya bimbang. Kini, harus mengetahui fakta bahwa Akar diterima di kampus Madinah. Mereka mungkin akan berpisah dengan jarak yang sangat jauh, apabila Akar benar-benar mengambil kesempatan itu.

Ustadz Akbar memang membuka bantuan kesempatan bagi siswa-siswa yang memiliki kemampuan Bahasa arab lebih dan nilai prestasi tinggi untuk mendaftarkan diri di kampus-kampus timur tengah. Salah satunya Akar, meskipun awalnya hanya untuk coba-coba karena mengikuti saran dari kedua orang tuanya. 

Andin tentu tidak sanggup menahannya. Akar berhak memilih jalannya sendiri.

"Hey, aku mohon jangan nangis," wajah putih Andin sudah berubah menjadi kemerah-merahan akibat tangisnya. "Aku janji akan sering pulang, aku janji akan sering menghubungimu."

Andin tahu betul semua ini bukan keinginan Akar. Kedua orang tua Akar-lah yang memintanya mendaftar di sana. Sebab mereka juga adalah mahasiswa lulusan Universitas Islam Madinah. Tentu akan menjadi sebuah kebanggan luar biasa apabila Akar anaknya, juga kuliah di tempat yang sama, terutama dengan fakultas yang sangat jarang sekali orang Indonesia masuk disana. Fakultas Kedokteran.

"Aku mau balik ke asrama."
Andin tidak mau tangisannya membuat Akar semakin kepikiran dengannya, lantas membatalkan niatnya masuk Universitas bergengsi di Madinah itu.

"Andin," Andin berhenti dari langkahnya tanpa menoleh. "Maafin aku."

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Assalamualaikum teman-teman
Hai, ini cerita pertama yang aku buat setelah lama banget ga nulis. Jadi, bantu aku kasih saran dan masukan ya...

Jangan lupa dukung aku dengan vote dan follow aku ya biar bisa selalu update ya

Ooiya temen-temen juga bisa follow aku di IG ya @nadamillatinaa

Terimakasih. Jazakumullah khoiran.

Segitiga Dusta (Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang