Undangan

34 3 0
                                    

"Bang lo diundang jadi moderator forum Huffaz kampus ya?" tanya Radit yang tiba-tiba membangunkannya dan menyerahkan sebuah amplop ke tangannya. Rangga masih berusaha membuka mata mengumpulkan nyawanya kembali. Belum sadar sepenuhnya mengambil amplop yang diberikan Radit.

"Apa?" Rangga memposisikan diri dengan setengah duduk sambil membuka amplop putih yang ditujukan padanya.

"Emang lo huffaz bang?"

"Bukan. Gue cuman diminta tolongin jadi moderator." Rangga membuka lembar undangan agenda penyambutan huffaz angkatan baru di kampusnya. Meskipun tergolong kampus negeri, tapi di kampusnya ini memiliki jalur khusus undangan huffaz. Selain mempertimbangkan hafalan qur'annya, juga mempertimbangkan nilai akademiknya seperti persyaratan SNMPTN pada umumnya.

Rangga membuka surat yang ditujukan olehnya, yang menuliskan bahwa ia dimintan untuk menjadi moderator di acara itu. Melihat lembar kedua yang berisikan nama-nama huffaz angkatan baru sebagai tamu di acara itu, Ia terkejut dengan satu nama yang ada di sana.

"Masya Allah!" Mata Rangga membulat seketika. Ia telah sempurna sadar dari tidurnya sekarang. Perempuan itu, Andin. Radit yang masih ada di sampingnya tersenyum getir mencoba memahami maksud keterkejutan seniornya itu.

Perjumpaan terakhir dengan Andin memang baru kemaren. Tapi diantara adik-adik asuh di kelompoknya, yang masih dia ingat adalah Andin. Adik asuh di kelompoknya yang irit ngomong dengannya. Ia gusar memutar-mutar handphone-nya, berdiri sejenak dan mengambil segelas air putih. Lalo kembali berbaring di kamarnya.

"Udah nggak usah galau terus, besuk juga ketemu kan?" Radit, teman baru satu kosnya-ternyata adalah sahabat Andin sejak duduk di kelas 7 SMP- seperti mengerti pemikiran Rangga. Takdir memang tidak jauh-jauh, pikirnya. Ia semestinya tidak perlo repot-repot mencari cara untuk tahu informasi tentang Andin karena sudah pasti Radit bisa ia manfaatkan.

"Apasih lo," Rangga mengambil bantal dan melemparkannya ke arah Radit.

"Lanjutin sana main game nya, jangan ganggu gue!" Radit semakin menyorakinya. Memang Radit sudah mengenal Andin sejak mereka kelas tujuh di pesantren. Sosok yang awalnya memperkenalkan dirinya bernama "Abdullah" ini beberapa kali menceritakan bahwa sahabat lamanya semasa SMP ada di universitas yang sama dengannya, namun sayang mereka belum juga bertemu. Bahkan Radit tidak memiliki nomer handphone atau sekedar Follow di Instagram. Karena sudah sejak kelas dua belas ia tidak mendengar kabarnya lagi. Selain karena mereka yang jadi berbeda SMA, Andin juga sudah tidak aktif lagi di facebook.

Beberapa kali Radit menceritakan kepada Rangga, karena tahu ia adalah salah satu kakak asuh di fakultas yang sama dengan Andin. Setelah Radit menyebutkan nama sahabatnya itu, Rangga secara otomatis menyadari. Bahwa sosok sahabat yang dicari Radit ini adalah adik asuh di kelompoknya yang meresahkan pikirannya dari kemaren.

"Gue saranin lo mending jangan cari gue ya kalau mau tau info Andin. Udah pasti gue tebak dia bakal nuduh gue yang ngebocorin rahasianya."

Rangga beringsut dari posisi tidurnya, mendekati Radit yang berada di ruang tengah. Mencoba mengambil segelas air putih dan meneguknya lagi.

"Kok lo pede banget?" tanya Rangga pada Radit yang masih sibuk dengan gamenya.

"Gue tau yang ada di pikiran lo bang. Gue kasih tau aja, Andin itu nggak mudah gitu aja percaya sama orang, apalagi cowok kayak lo. Buaya!" Radit terkekeh menghina seniornya dan mengambil posisi berlari untuk menghindari timpukan lagi dari Rangga.

"Awas ya lo," Rangga mencoba mengejar Radit yang sudah berlari masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Sampai saat ini Rangga juga masih heran, kenapa diantara adik-adik asuhnya, sosok Andin yang masih terngiang di pikirannya.

Padahal diantara perempuan-perempuan yang berhijab di kampusnya, Andin juga termasuk yang rata-rata. Bukan yang berniqab atau hijab yang kecil. Hijab yang ia kenakan menutup dada yang panjangnya kira-kira hanya sesiku. Bahkan Andin termasuk yang bukan jadi center saat berargumen atau sekedar penugasan kelompok. Bahkan Andin terlihat sangat cuek saat mengobrol dengannya. Ia mengingat-ingat saat mengantarkan Andin ke KOPMA, atau bahkan saat bertemu pada forum kelompok ospek. Andin bahkan sudah melopakannya begitu saja.

Kenapa ya gue mikirin dia terus?

---------------------------------------

Assalamualaikum temen-temen,

Hai teman-teman semua, gimana ceritanya menurut kalian? Maaf ya masih banyak kesalahan dalam penulisannya, hehe.

Jangan lopa vote, komen dan follow ya

Ooiya temen-temen juga bisa follow aku di IG ya @nadamillatinaa

Terimakasih. Jazakumullah khoiron Katsiron.

Segitiga Dusta (Remake)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang