Kelompok Malaka

61 12 3
                                    

Bagi Allah tidak ada sebuah kebetulan, semua ini adalah takdir yang diciptakanNya

-----------------------------------------------

"Hai, kamu malaka kan?"

Seorang perempuan berjilbab hijau dengan topi kuning di atasnya menepuk pundak Andin. Andin menoleh kepadanya dengan heran. Bahkan dia lupa dengan nama kelompok yang tadi sudah dibagi oleh kakak-kakak panitia ospek.

"Iya kayaknya, aku agak sedikit lupa sebenarnya."

"Iya kok, tadi aku perhatiin orang-orang yang dipanggil di Kelompok Malaka."

Perempuan itu menarik lengan Andin sambil berteriak-teriak mencari anggota kelompok lainnya.

"Malaka-malaka!" Perempuan dengan name tag Ana itu rupanya terlihat sangat bersemangat.

Dari arah utara seorang laki-laki berlari kecil menghampiri mereka sambil mengayunkan tangannya.

"Malaka sini!" serunya sambil mengayunkan tangannya pada kami mengisyaratkan untuk datang kearahnya. Andin dan perempuan dengan name tag Ana tadi bergegas menuju arah itu.

"Mas, kayaknya kelompoknya udah lengkap nih."

Sosok yang dipanggil "Mas" itupun menoleh. Dia tersenyum melihat kami sekelompok sambil menghitung ulang.

"O iya, yuk duduk dulu melingkar!"

Sembari mereka duduk dan mendengarkan arahan dari kakak panitia, Andin diam-diam memikirkan hal lain. Ini sudah dua hari sejak ospek di kampus barunya. Kampus baru, teman baru, dan tentu tidak ada sosok Akar yang selalu berada di sisinya. Mungkin kini Akar juga sedang merasakan ospek di kota nabi itu.

"Dimulai dari kamu!"

Sosok yang dipanggil Mas tadi menunjuk Andin. Panggilannya sontak membuat lamunan Andin buyar.

"Eh, Oh oke mas."

Andin mengatur nafas dan kegugupannya. Karena terbiasa berada di lingkungan pesantren, Andin jadi harus melakukan penyesuaian keadaan kehidupan kampus negeri yang berbeda. Seperti sekarang contohnya, duduk melingkar antara laki-laki dan perempuan meskipun tidak saling bersentuhan. Selain itu juga harus berbicara dengan lawan jenis tanpa menggunakan hijab.

"Perkenalkan namaku Andin Sekar Wijaya, bisa dipanggil Andin. Aku dari Semarang dan asal sekolahku dari Magelang."

"Sekolah sama rumah kamu jauh ya?" tanya kakak panitia yang dari wajahnya tidak asing ini.

Sepertinya aku pernah bertemu di suatu tempat, tapi entah dimana.

"Aku dari pesantren kak, jadi nginep ga pulang pergi ke rumah." jawab Andin tersenyum getir.

"Keren-keren, oiya prodinya belum, kamu prodi apa?"

"Aku dari Manajemen kak."

Perkenalan panjang kami sekelompok terus berlangsung hingga suara adzan maghrib masjid Fathurrahman terdengar. Masjid milik Fakultas Ekonomi Bisnis ini tergolong mewah dan besar. Dengan cat tembok putih mengkilapnya membuat suasana masjid ini semakin terlihat asri.

"Oke, karena sudah adzan, kita cukupkan ya. Sekian dari aku, besuk kita kumpul lagi ya, jangan lupa pukul 06.00 pagi dan membawa perlengkapan Hari Selasa. Aku tutup, mohon maaf kalau banyak kurang dan salahnya. Wassalamu'alaikum warohmatulloh wabarokatuh."

Setelah forum selesai kami bergegas berdiri dan bersiap pulang. Sebagian dari kami juga ada yang berjalan menuju masjid.

"Andin, kayaknya aku sholat di kos aja deh. Bau keringet dan lengket, aku duluan ya." Andin tersenyum mengangguk.

"Hati-hati ya An."

Setelah motor merah Ana sudah tidak terlihat, Andin melangkah menuju masjid. Beruntungnya adalah Ana ternyata merupakan teman satu kelasnya, selain itu Ana juga termasuk sosok yang nyambung dengan Andin.

"Andin!" Seseorang memangil nama Andin.

"Eh mas..." Andin ingin memanggil namanya, tapi sedari tadi bahkan dia tidak terlalu memperhatikan forum.

"Pasti kamu lupa ya?" Andin hanya tersenyum getir sambil mencoba mengingat-ingat namanya.

"Aku Rangga. Aku yang nganter kamu kemaren ke KOPMA. Kamu udah lupa gitu?"

Benar. Dia Mas Rangga yang kemaren mengantarnya. "Kebetulan banget, enggak disangka ternyata kamu jadi adek aku juga di Kelompok Malaka."

"Hehe, iya mas."

"Kamu mau ke masjid ya?" Andin mengangguk. "Yaudah ayo bareng!"

Ini adalah hal yang Andin hindari dari kemaren. Berinteraksi berlebihan dengan seorang laki-laki. Mungkin bagi orang lain, ini adalah hal biasa. Tapi bagi sebagian anak-anak pondok seperti Andin, ini adalah hal baru dan membutuhkan sebuah penyesuaian.

"Iya mas." Rangga menyeimbangi langkah Andin berjalan menuju masjid Fathurrahman.

"Jadi kamu anak pesantren? Keren banget."

"Hemm, enggak mas biasa aja. Masih juga lebih keren Mas Rangga yang jadi anak BEM."

Rangga memang mengikuti dua organisasi di kampusnya. Yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Bisnis (BEM FEB) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas (BEM KMU). Organisasi yang sejenis, namun berbeda tingkatannya antara fakultas dan tingkat universitas. Setelah tiba di persimpangan masjid yang mengarah ruang wanita dibagian atas Andin pamit dan menaiki tangga menuju ruang shof wanita.

---------------------------------------

Assalamualaikum temen-temen,

Hai teman-teman semua, gimana ceritanya menurut kalian? Maaf ya masih banyak kesalahan dalam penulisannya, hehe.

Jangan lupa vote, komen dan follow ya

Oiya temen-temen juga bisa follow aku di IG ya @nadamillatinaa

Terimakasih. Jazakumullah khoiron Katsiron

Segitiga Dusta (Remake)Where stories live. Discover now