★ 06 | Selfless kindness

606 103 71
                                    

[ Underneath Theo Sunrise UPDATE ]
Yuk, komen yang rame. Pada kemana? Kenapa sepi?

Happy reading.

••••

Sebelum tidur, Matteo memeriksa beberapa berkas. Memisahkan tumpukan kertas milik pribadi dan beberapa kasus yang telah ia tangani beberapa waktu terakhir. Kasus yang membuat perseteruan nya bersama Falcon memanas. Namun, kebencian yang di alami pria itu bukan urusannya. George sendiri yang memilih nya. Matteo tidak pernah meminta atau memohon demi mendapatkan uang.

Pesan masuk. Membuat Matteo terenyuh untuk segera mengambil ponsel yang lama tergeletak. Sepanjang hidup, Matteo benci suara dering ponsel. Maka dari itu, dia selalu berada dalam mode getar, bahkan senyap.

Sadie Blue, sang mantan kekasih yang telah putus darinya selama berbulan-bulan lalu masih mengusik. Mengirim pesan menjengkelkan yang kadang-kadang membuat Matteo resah. Pria itu berdeham. Menaruh ponsel tanpa menjawab. Seperti biasa, dia mengabaikan seorang wanita. Lebih tepatnya manusia. Theo jarang terlihat berteman. Dia sendiri. Sibuk bersama berkas, atau buku-buku nya.

Sepuluh detik kemudian. Ponsel kembali menyala. Tapi Matteo mengabaikan nya. Terus menyortir pekerjaan yang menurutnya lebih penting.

"Berengsek!" Matteo mengumpat. Mulai berang, saat ponselnya kini bergetar lebih lama. Dia mendekati benda itu kembali, berniat menutup ponsel. Namun, aura dingin dari wajahnya menebar. Saat melihat notifikasi pesan di layar.

'Om, Tolong kirimkan aku nomor apartemen mu. Aku menuju ke sana, dan sudah dekat.'

"Lucia..." ucapnya datar. Menebak-nebak isi pesan. Hanya Lucia yang memanggilnya begitu. Ajaran Julia, gadis asal Indonesia itu.

Sigap, Matteo mengangkat panggilan yang nyaris terputus, dan melekatkan benda canggih itu pada telinganya. Matteo penasaran, untuk apa gadis itu datang ke apartemen nya selarut ini.

"Siapa kalian? Jangan coba-coba mendekat!"

Terdengar dengan jelas. Suara Lucia yang gemetaran itu merambat sempurna. Berhasil membuat Matteo membelalak, dan frustrasi sesaat.

"Fuck!" umpat nya tegang. Lekas melompat mendekati nakas di samping ranjang, mengeluarkan pistol dari sana. Dia bergeser, memasang safety jacket dan meraih kunci kendaraannya. Matteo bergegas. Memburu lift utama. Mengisi kekosongan waktu dengan memakai helm fullface hitam, sambil memeriksa peluru di dalam pistol nya.

Matteo memilih motor, sebagai tumpangan paling cocok untuknya sekarang. Matteo ingin segera sampai, tanpa hambatan. Demi Tuhan, tubuh nya yang gagah itu, terlihat sangat jantan saat menunggangi sang kuda besi. Melaju pesat di penghujung jalan, waktu pagar besi apartemen terbuka.

Sementara Lucia masih di tempatnya. Menatap pergerakan para pria yang mendekat. Dia bertahan, hanya dengan sepucuk pisau kecil yang di genggam nya keras-keras. Ponsel nya telah lama jatuh, bersama kaca yang retak seribu.

"Apa menurutmu kami takut dengan pisau sekecil itu, Lady?" tawa luas dari seorang pria. Berusaha maju dan mendekat. Tapi, Lucia menghunus pisaunya. Membuat lengan pria tersebut terluka. "Kau ingin main-main denganku? Hah!" erang pria itu. Membuat pria lain nya mendekat. Menarik Lucia mundur dan memegang nya erat.

"Lepaskan aku botak!" Lucia meronta. Berusaha membebaskan diri. Kedua kakinya berjinjit nyeri. Membuatnya nekat mengigit telinga pria itu.

Geram, sosok itu mendorong Lucia, memintanya melepaskan diri. Tidak sabar, pria lainnya membantu, dia merenggut pakaian Lucia hingga robek. Lalu melempar gadis itu ke jalan. Lucia jatuh, ambruk dengan perut yang sesak.

Underneath the SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang