★ 10 | A cold night

721 117 57
                                    

[ Underneath the Sunrise UPDATE ]
Ayo, War komen yang buanyak untuk chapter ini.

Happy reading.

•••

Sebetulnya, Matteo bukanlah seorang perokok aktif. Dia bukan pecandu hal-hal yang dapat merusak tubuhnya. Namun, saat ia nekat memakai benda itu, maka dipastikan, bahwa Matteo tengah menghadapi serangan emosi mendalam. Beban pikiran berkepanjangan, yang sulit ia singkirkan dari otaknya.

Seperti sekarang, Matteo duduk menyendiri, di antara kabut asap tebal, orang asing yang mabuk-mabukan dan lampu gemerlap kemerahan. Lalu, saat ia mengangkat pandangan, maka dengan cepat, mata coklatnya terlihat gelap. Melihat Lucia yang berpakaian seperti pelacur, dipaksa minum alkohol, serta kepingan pil berwarna putih.

Gadis itu mulai berantakan, ketakutan dan memucat. Namun sejak awal, Matteo sama sekali tak berniat menghentikan Jeremy. Mungkin, dengan memberi Lucia sedikit pengalaman, akan membuatnya lebih dewasa. Berpikir, bahwa tidak semua manusia akan baik untuknya.

Lagi, Matteo menarik ujung rokok. Menghempas asap dari mulutnya yang tebal. Kemudian meringkuk, meraih ponsel.

'Anak laki-laki itu, merusak putrimu. Dia mabuk. Jika kau memberiku izin, aku punya cara untuk menghancurkannya.' tulis Matteo, mengirim pesan pada George lebih dulu. Dia tahu, Alicia itu rentan. Wanita itu akan langsung menggila jika mengetahui kebohongan putrinya.

'Lakukan sesukamu, Theo. Simpan rahasia ini rapat-rapat dari Alicia. Hubungi dia dan katakan padanya, Lucia tidak akan pulang malam ini. Dia aman bersamamu. Benar-benar aman!' Matteo menarik salah satu alis. Tersenyum smirk yang begitu dalam,  setelah menerima balasan George.

Ah. Ada seorang pria yang mempercayakan rusa pada seekor singa, dan mereka yakin, bahwa singa itu, tak akan berani melahap santapan nya. Padahal, singa itu mudah kelaparan. Sangat menjengkelkan.

Matteo menaruh ponsel, menatap Lucia lekat-lekat, seolah menunggu waktu. Matteo berjanji, bom akan meledak sebentar lagi.

Sementara Lucia. Terpaksa menenggak minuman yang tak di sukainya. Kerongkongan nya mulai panas. Lucia mengerang, menarik-narik kalung di lehernya. Terbenam frustrasi.

“Jere, kita harus pulang. Kepalaku sudah pusing,” jelas Lucia. Menelan ludah.

“Pesta baru saja di mulai, kau sudah mau pulang?” Jeremy mendekat. Sengaja melingkari pinggul gadis itu dengan tangannya.

“Jere tolong, jangan pegang-pegang,” tolak Lucia. Menekan kedua tangan ke meja, untuk membuatnya berdiri.

“Aku hanya membantumu, Lucy.” celoteh Jeremy. Tak ingin di salahkan.

“Tidak perlu. Aku akan menelepon daddy, agar dia menjemput ku,” ucap Lucia. Membuat Jeremy segera menarik ponsel gadis itu.

“Waktu kita masih panjang, Lucia. Santai lah!” desak Jeremy. Kembali mendekat, mengusap-usap punggung terbuka gadis itu. Berharap dapat memeluknya.

“Jere!” teriak Lucia. Mendorong pria itu sekuat tenaga, padahal kepalanya pusing. Seluruh tubuh gemetar dan lemas. Jeremy mundur, terhuyung-huyung. Kemudian menatap Lucia kesal. Dia tertawa tipis. Menunjukkan kekecewaan.

“Kenapa, Lucia? Kenapa kau jual mahal seperti ini, Hah! Ayolah. Kita bisa menikmati malam yang lebih baik dari kemarin,” ucap Jeremy. Bertindak nekat. Dia mendekat. Menarik tangan Lucia dan menaruh bibirnya di antara leher gadis itu.

Lucia mengerang ketakutan. Sontak terkejut. Dia membelalak, terus menerus mendorong Jeremy.

“Ayo, Lucia. Ayolah!” ajak Jeremy. Menyisipkan jari ke celah pakaian gadis itu.

Underneath the SunriseHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin