13. Once a Very Best Friend

779 172 52
                                    

Minggu ke-14 dari 35

Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Tapi kalian angkut koper tanpa mengajakku?

"Jaga emosimu, Ren. Jangan menambah kalut Arvind dan Wening. Kita sudah tahu apa yang dihadapi Arvind. Dan kalau apa yang dibilang Sam benar, Ibu yakin, Wening juga menghadapi masalah yang enggak biasa. Pasti ada alasan mereka enggak melibatkan kamu. Mungkin cuma pendek pikir."

Kata-kata Ibu membuat Ren tidak jadi menemui Arvind dan Wening sepanjang hari Minggu kemarin. Ia hanya menelepon untuk menanyakan keadaan keduanya. Arvind dihukum tidak boleh keluar rumah, tetapi masih riang berceloteh tentang lithops koleksi Kak Arietta yang berbunga. Ren ingat deretan pot kaktus di taman bagian dalam rumah Arvind. Ingat juga keluhan Arvind, kakaknya yang kuliah di Dublin itu sering menelepon hanya untuk menanyakan keadaan tanaman.

"Aku enggak masalah tetap di rumah seharian ini, memotret bunga-bunga lithops untuk Kak Ita. Mirip aster, cantik banget. Ada dua macam, putih dan kuning. Oh ya, aku ingat, Kak Ita pernah janji memberi Natya satu pot kalau sudah berbunga. Ren, ajak adikmu ke sini. Aku kirim fotonya dulu."

Berarti Arvind baik-baik saja, masih dengan kebiasaannya menghindari pembicaraan serius dan masalah.

Wening, di luar dugaan, begitu tenang menjawab semua pertanyaannya. Ya, dia baik-baik saja. Tidak ada masalah berarti di rumah, semuanya bisa diatasi. Sungguh, tidak tahu Arvind pergi ke mana sampai larut malam begitu. Oh ya, catatan Kimia sudah difotokopikan untuk Ren. Sampai ketemu Senin di sekolah.

Untuk sementara, Ren melepaskan keduanya walau tetap tidak habis pikir. Terutama karena kesaksian Sam. Sabtu malam, sekitar pukul 20.00, Sam melihat motor Arvind di parkiran sebuah ruko, dengan dua koper terikat di boncengan, salah satunya berlabel nama Wening!

"Apa ada petunjuk atau saksi Arvind bawa koper—" Itu tanggapan spontan Wening waktu Ren memberitahunya bahwa Tante Agatha khawatir Arvind minggat dari rumah.

Ren tidak curiga awalnya. Namun, soal koper itu jadi masuk akal sekarang. Wening tahu Arvind membawa koper. Kemungkinan besar, Wening tahu pula ke mana Arvind pergi. Kalau satu kebohongan terungkap, bukankah kata-kata sisanya pun jadi meragukan?

Wening dan Arvind merencanakan sesuatu akibat masalah di rumah masing-masing. Minggat bersama? Ren merasa dugaan itu konyol, tetapi tidak ada penjelasan lebih masuk akal. Dan yang membuatnya sangat kesal, ia ditinggalkan begitu saja. Bukan, bukan ingin diajak minggat, tetapi sebagai sahabat, Ren merasa tidak dipercaya. Wening dan Arvind pasti khawatir ia membocorkan rahasia kepada orangtua mereka. Padahal, untuk melindungi Arvind, ia bisa juga berbohong. Walaupun memang, kalau ada solusi lain yang lebih tepat, kenapa harus minggat segala? Masalah tidak selesai, malah makin rumit.

Ren akhirnya menelepon Sam untuk meminta informasi lagi sedetailnya.

"Aku enggak tahu, kenapa Arvind bawa koper kalau cuma memenuhi undangan Bang Jay," kata Sam.

"Siapa Bang Jay?"

"Arvind enggak cerita? Kupikir kalian bersahabat. Bang Jay itu...." Sam berhenti agak lama. "Sebaiknya kamu tanya sendiri saja sama Arvind. Sebetulnya aku enggak yakin juga, Arvind ke sana karena Bang Jay. Aku ambil kesimpulan begitu karena aku juga diundang. Aku datang lebih dulu, terus pulang, enggak sempat ketemu Arvind langsung. Kayaknya mereka membawa Arvind ke tempat berbeda...."

Take My HandWhere stories live. Discover now