8. ISTIMEWA

4.5K 120 3
                                    

Eira nampak canggung ketika membersihkan luka Savier. Mereka berdua sedang berada diruang UKS. Sebelumnya Eira terlihat enggan dalam menerima permintaan Savier untuk mengobati pria itu. Namun karena mendapat seruan dan tatapan sinis dari banyak orang membuat Eira ingin cepat-cepat pergi dari sana.Berakhirlah keduanya ada disini.

Savier menatap Eira yang sedang fokus mengobati lukanya. Tanpa ia sadari ia tersenyum melihat perlakuan gadis didepannya.

Savier mengaduh saat Eira tanpa sengaja menekan lukanya.

Eira panik. "Eh, sorry-sorry. Gue gak sengaja."

"Gak apa-apa, masih lama gak?" tanya Savier.

"Bentar lagi kok."

Savier hanya diam menunggu Eira selesai mengobatinya sambil memejamkan matanya.

"Selesai! "

Mata Savier terbuka menatap gadis lucu didepannya yang sedang tersenyum bangga karena sudah mengobatinya.

"Thanks," ucap Savier dibalas dengan anggukan Eira.

"Kalo gitu, gue balik ke kelas dulu ya."

Saat Eira bangkit tangan Savier menahannya. "Tunggu!"

Eira menoleh, "iya?"

"Kita belum kenalan. Nama gue Savier Kosalev." Savier mengulurkan tangannya memperkenalkan diri.

Eira menjabat tangan Savier. "Gu-gue Eira, Eira Monika Andromeda."

Keduanya diam dalam kecanggungan karena keduanya tidak pintar dalam membuat topik pembicaraan.

"Woi boss, lama banget lo!" Seruan Joseph membuat keduanya berjengit kaget.

Arwana datang memiting leher Joseph. "Lo sekali aja bisa gak sih gak ganggu orang pacaran?"

"Woi, lepasin dulu dong! Gak lo gak Kenzo main piting gue aja. Kalo kepala gue putus gimana?"

Kenzo memberantakan Rambut Joseph. "Tinggal cari teman baru aja," sahutnya dengan santai.

"Dasar lo, sahabat biadab!" semprot Joseph. "Bagus dong kalo gue ganggu. Daripada tuh Pak Ketua Gennaios ngebekep cewek berduaan. Bisa berabeh gosipnya."

Pembicaraan mereka seketika membuat Eira malu. Ia seperti tertangkap basah berduaan dengan seorang pria.

"Eh, Eira, kenalin nama gue Joseph," ucap Joseph memperkenalkan diri.

"Gue Eira," cicit Eira karena merasa canggung dengan perkumpul cowok-cowok seperti mereka.

"Kok malu-malu gitu sih, gue kan jadi gak tahan karena lo lucu banget!" ujar Kenzo dengan gombalannya.

Semua orang disana tertawa mendengar perkataan Kenzo membuat pipi Eira merah padam karena malu. Namun hanya Savier yang tidak tertawa, pria itu menampilkan wajah datar seperti biasanya. Ada sedikit rasa kesal ketika sahabatnya menggoda perempuan ini.

"Udah-udah kasian anak orang udah kayak mabok mukanya merah banget, " ucap Lorenzo bercanda.

"Hei, jangan ganggu calon ibu dari anak-anak gue dong!" seru Kenzo.

"Istri-istri, akhlak lo dibenerin dulu deh! Sifat fuckboynya dikurangi," semprot Arwana.

"Jangan sebar aib gue dong. Masa first impression sama calon istri jelek banget."

"Rom, urus deh temen lo sebelum gue cekek," dengus Arwana.

"Cekek aja, gue ikhlas," balas Romeo cuek.

Tiba-tiba Serra datang dengan pekikan yang sangat keras. "RA! LO GAK PA-PAKAN?"

"Gue gak pa-pa kok," sahut Eira.

"Syukur deh gue kira—ah! Kok kalian ada disini?" Mata Serra membulat memandangi ke enam pria berkuasa di SMA mereka sedang bersama Eira.

Arwana menyenggol sedikit bahu Romeo. "Rom, tuh cewek lo masa dia gak merasakan pesona kita yang benar-benar membludak."

"Iya juga ya, gue sebagai yang paling ganteng disini merasa direndahkan dengan respon lo Ser," sahut Kenzo dengan menyugarkan rambutnya—tebar pesona.

"Emm- eh Ra, ke kelas yuk," ajak Serra, ia nampak tidak nyaman dengan anak-anak Salvanior.

"Hm iya, gue ke kelas dulu ya." Eira dan Serra pergi dari ruangan UKS meninggalkan Savier dan temannya. Savier nampak tak rela membiarkan Eira pergi namun ia tetap ingin menjaga sikapnya tetap dingin. Gengsi kayaknya.

"Eh, yaudahlah balik aja kita ke kelas sebelum dihukum berjemur menghadap tiang bendera," tukas Joseph.

"Cabut guys!"

***
Saat ini Eira merasa malas menanggapi pertanyaan Serra yang datang bertubi-tubi.

"Gila lo Ra, bisa dekat sama Savier!" serunya.

"Kok bisa sih?"

"Kalian udah baikan?"

"Lo dipaksa ya?"

Eira memutar mata jengah sepertinya sahabatnya tidak akan melepaskannya sebelum mengklarifikasi yang sedang terjadi.

Serra mengguncang tubuh Eira, "jawab dong Eira, gue pengen tahu."

"Ser, bisa gak kita bahas yang lain aja? Gue lagi malas," jawab Eira meminta pengertian.

"Tapi kenapa Ra, tinggal jawab aja kok. Jangan-jangan..." Serra mengjeda ucapannya.

"Jangan-jangan apa?" alis Eira mengerut kebingungan.

"Jangan-jangan lo pacaran sama Savier ya?" cetus Serra.

What the hell? Eira bahkan masih baru disekolah ini dan juga baru mengenal Savier Si ketua geng itu. Bagaimana mereka bisa pacaran coba?

"Lo ngomong apa sih Ser?"

"Ya, mana tahu lo sembunyiin ini dari gue supaya gue gak minta PJ mungkin." Entah apa isi pikiran Serra. Eira menggeleng mendengarnya.

"Ser, gue tegasin ya. Gue gak ada hubungan apa-apa sama Savier ataupun gengnya. Gue cuma bantu dia ngobatin lukanya. Itu aja!" jelas Eira panjang lebar sebelum terjadi kesalah pahaman.

"Hah? Beneran? Pasti Savier modus deh," ceplos Serra.

"Gak gitu Ser, dia emang luka makanya dia minta tolong gue. Udah deh stop bahas itu lagi dan ya, dia udah minta maaf sama gue. Gue juga udah maafin dia kok jadi masalah kita udah selesai."

"Hah? Orang kayak Savier bisa minta maaf? Gila banget! Gue yakin lo pasti dianggap orang istimewa sama Savier. Dia gak pernah minta maaf semudah itu," ungkap Serra.

"Istimewa apaan? Bukannya kalo salah memang harus minta maaf. Gue juga gak membenarkan cara dia ngebentak gue waktu itu." Tanpa sadar suara Eira membesar ketika mengatakan hal itu, membuat seisi kelas memperhatikannya.

Eira yang merasa malu pun meminta maaf lalu menelungkupkan kepalanya diatas meja.

"Ra, untuk pertama kalinya gue malu karna lo," gemas Serra, "karena biasa gue yang malu-maluin."

Eira menatap kesal kearah Serra yang sedang menertawainya kemudian mendengus.

"Intinya lo jangan berasumsi yang nggak-nggak. Gue gak mau bermasalah lagi sama dia," tegas Eira.

Serra tersenyum meremehkan, "lihat aja nanti Ra."

"SERRA LO NYEBELIN BANGET!"

SAVIERWhere stories live. Discover now