1. Oh Astaga, Wajahku Copot Lagi!

237 31 56
                                    

Buttervia, 1800

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Buttervia, 1800

Hiruk-pikuk kota terdengar bersama hembusan angin malam. Para Nyonya Belanda dengan dagu terangkat berseliweran keluar memenuhi emperan pertokoan, membiarkan jongos—pembantu mereka—kesusahan mengangkut barang sang majikan. Kereta terbang bergemuruh di langit Buttervia, melesat cepat membelah cakrawala bersaing dengan Sepur Uap—kereta cerobong asap yang menapak pada tanah. Rumah-rumah elit tak kunjung usai diselingi aktivitas mengingat lampu minyak belum dipadamkan. Tampak hangat untuk warga kompeni angkuh, tidak bagi pribumi bodoh dan lemah. Jelas itu hal yang wajar terjadi di Hindia Belanda. Segelintir pejabat pun acuh, mementingkan perut setiap harinya—membuncit karena memakan uang rakyat.

Beralih sejenak kepada kereta kuda berwarna pekat yang dengan santainya berjalan melewati keramaian kota. Alunan merdu Ukulele—gitar kecil—menghiasi perjalanan. Asmosius, laki-laki berusia lima belas tahun dengan hem putih disertai jubah hitam sebagai jaket, tak henti-hentinya bermain gitar seraya memandang keluar jendela. Wajah tampan itu sesekali terbiaskan oleh pantulan cahaya dari luar. Dia tersenyum menikmati suasana malam sebelum memilih berhenti berkutat pada alat musik, menghela napas dan menggumamkan hal absurd, "Sangat disayangkan, wali Kota Buttervia sekarang tampak bodoh ya."

"Maksudmu ... Tuan Franklin Friday?" Estelle, kekasih ke delapan ratus delapan puluhnya, mengeluh manja seraya menempel genit. Bisa dibilang dia gadis tercantik di Buttervia saat ini dengan gaun berwarna merah muda pastel, rambut pirangnya bercahaya menyaingi temaram lampu pijar. Kecantikan Estelle menjadikannya primadona sekolah. Digelari murid paling menawan dia pun sewajarnya mengencani Asmosius—laki-laki yang selalu masuk ke dalam berita kabar remaja idaman. Ya gadis itu sejak dulu mengagumi Asmosius, hingga kini ia selalu memujanya.

Asmosius melirik kekasih barunya setelah kereta melesat cepat memasuki gang sepi. Ia tersenyum sembari memainkan surai rambut Estelle kemudian diciumnya lembut. "Oh? Nama yang aneh. Apa mungkin keluarganya selalu terlahir di hari jumat sehingga namanya menjadi seperti itu?" Dia mencoba menjadi jenaka. Diliriklah kedua iris mata berwarna hijau milik Estelle. "Matamu sangat sangat indah, Estelle ... adik bungsuku pasti menyukainya."

"Benarkah?" Estelle yang semula menggoda Asmosius kini menjadi salah tingkah.

"Tentu saja. Terkadang aku berpikir kenapa perempuan sepertimu tertarik kepadaku, hmm?" Asmosius mengangkat pelan dagu Estelle, sekilas wajah sang gadis memerah menahan semburat malu. Sungguh, gadis remaja labil sangat mudah ditebak.

"A-aku ... anu ... karena kau sangat tampan, Asmosius! Setiap malam aku selalu memimpikanmu dan cemburu ketika anak perempuan lain berusaha menggodamu!" Estelle tersipu mencoba menghindari tatapan menghasut sang kekasih.

Asmosius tertawa pelan sehingga membuat Estelle terpukau. "Jadi kau ingin bersamaku, Cantik?"

"I-iya ... sebenarnya aku berharap pergi bersamamu namun kita terlalu muda untuk menikah. Ya! Aku akan menyerahkan apapun untukmu asalkan kita selalu bersama!"

Asmosius : The Master of Rats [Leanders Series]Where stories live. Discover now