Chapter 11 | Friend and Enemy

87 36 46
                                    

"Mrs. Einstein minum susu dulu." Vernon menginterupsiku dengan menaruh kotak susu di atas buku super tebal yang sedang kubaca.

"Stop babying me!!" Decakku tapi susunya tetap ku ambil dan minum. Rezeki tidak boleh ditolak kan?

"Nenekku saja minum susu setiap hari ga berubah jadi bayi, tuh. Tapi kamu lebih lucu sih kalau galak kayak gini." Vernon tersenyum lalu menarik bukuku, dia langsung bergidik setelah membaca judulnya.

"Ini kapasitas otaknya ga penuh apa? Pantas saja nama kamu selalu jadi peringkat satu di sana," tunjuk Vernon dengan dagunya, daftar pengunjung perpustakaan.

Aku hanya menaikkan bahu acuh. "Aku lebih bosen kalau ga belajar, lebih tepatnya aku ga ada hobi lain selain ini. Belajar ga membebaniku sama sekali kok, malahan ini kayak healing buat aku. By the way kamu sendiri tumben ke perpus sendiri, komplotan mu mana?"

"Komplotanku, kan, kamu. Komplotan yang suka menghilang berhari-hari tanpa kabar terus muncul seperti Nobita yang punya Doraemon," dia menudingku dengan telunjuknya.

"Wait wait~ kapan aku gabung sama kompolotan mu? Jangan berharap. Aku tidak mau dan tidak tertarik," sergaku.

"Wow aku ditolak." Vernon langsung mengusap dadanya tersakiti setelah cekikikan seperti nenek sihir dia berlalu mengintari rak buku yang tersusun rapi di sepanjang ruangan, kemudian kembali dengan tiga buku bersampul gelap.

"Bagaimana perkejaan mu? You enjoy it?" Tanyanya setelah duduk di depan ku kembali.

"Yah, gitu, suka tidak suka. Senang tidak senang. Harus tetap aku jalani, lagian sudah tanggung jawab. Satu lagi nambah pengalaman." Aku meneguk susu sampai tandas lalu bersendawa kecil.

Vernon terkekeh sebelum menjawab. "Good Fortunes be with you."

"Thanks."

"Udah beli buku cetak buat semester depan?"

Aku menggeleng lemas. "Buku itu mahal banget, aku harus lembur dulu baru bisa beli. Aku bukan kamu yang lahir dari tumpukan berlian."

"Tidak perlu lahir di tumpukan berlian untuk jadi yang lebih bersinar daripada berlian. Lagian kamu sudah bersinar, nyilauin mata banget aku bisa buta kalau liatin kamu terus." Vernon menyipitkan mata dengan tangan yang menghalaunya langsung melihatku. Kadang si bule satu ini memang suka lebay, tapi untungnya dia ga nyebelin kayak si bodoh itu, Voldemort.

"Wow aku tersanjung terima kasih."

"Sama-sama Mrs. Einstein. Kata petugas kebersihan hotel Jaehyun ke Jepang, kok kamu ga ikut?" Tanya Vernon out of topic.

"Aku udah kebanyakan izin, lagian dia lumayan lama di sana. Aku bisa dipecat jadi mahasiswa kalau menghilangkan berminggu-minggu," tandasku.

"Kampus bakal rugi banget pecat mahasiswa sejenius kamu. Aku beberapa kali ketemu Jaehyun di lift dan kita canggung banget." Vernon menumpuhkan tangannya di atas tiga buku tebal, menatapku khusyuk.

"Sorry ya buat waktu itu. Aku beneran kira ada maling sampai parno banget," lirihku.

"Aku udah bilang jutaan kali gapapa, yang penting kamu ga kenapa-kenapa." Aku mendengus masih merasa bersalah tiap ingat momen itu. "By the way kamu udah makan siang? Pasti belum!"

"How could you know?"

"How can I not know? Buruan bereskan barang-barang mu. Di depan prodi ada penjual bakpao baru, katanya enak banget. Kamu pasti suka."

"How sweet."

Setelah bersepakat untuk makan bakpao kita langsung bergegas keluar perpustakaan setelah Vernon meminjam tiga buku bersampul dark tadi. Sepanjang perjalanan Vernon selalu mengajakku bercanda dan aku membalasnya dengan pukulan di bahunya.

What's Wrong With Manager Choi?¿ | Jaehyun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang