Chapter 13 | Friend

58 30 16
                                    

Aku beringsut ke kiri dan ke kanan seperti slime kehilangan wadah tidak berselera. Aku sudah membaca buku cetak tiga dan membaca artikel-artikel tentang kejadian beberapa Minggu ini. Sambil menumpuhkan pipi di boneka Minion, aku melongos melihat nama Jaehyun menduduki peringkat pertama dalam pencarian. Kabar comeback-nya sudah dipublikasikan dan fans-fansnya sangat bersuka cita menyambutnya, seperti menyambut natal tiap tahun.

Ngomong-ngomong soal orang itu, hari saat aku meninggalkannya di jalan aku sudah bertemu dia beberapa kali karena urusan pekerjaan. Aku harus profesional walaupun aku masih ingin mengamuk tiap melihatnya. Dihari itu dia bahkan menelpon sebanyak 12 kali dan mengirimiku span chat, tapi tidak kubalas sama sekali. Dan seharusnya aku tidak boleh ikut campur urusan pribadinya kan?





Memangnya aku siapa?








"Akh..." Aku meringis ketika merasakan perutku seperti ditikam puluhan anak panah. Dengan terseok-seok aku mengubah posisi dari tengkurap menjadi terlentang. Pantas saja perutku sakit, sudah jam 3 siang dan aku belum makan apa-apa. Dari terakhir yang kuingat, aku hanya memasukkan air dingin ke dalam perutku tadi pagi dan aku juga tidak makan malam kemarin.

Dengan mata yang terpejam aku mencoba mengontrol rasa sakit di perutku. Alih-alih merasa baikan, aku malah menggeliat sampai sudut mataku berair.

Bukan pertama kalinya, tapi aku belum kapok dan mengubah pola makanku lebih teratur. Dengan kekuatan yang menipis aku memaksa tubuhku untuk bangkit mencari obat di dalam laci samping tempat tidur.

Syukurlah masih ada satu, dengan tangan bergetar aku mencoba membuka obat. Padahal aku sedang tidak ada tenaga tapi karena aku tidak kuat mencari gunting, aku menyobek plastik obat sampai obatnya terlempar entah kemana.

Aku meringis lagi sampai terduduk, sudut mataku yang berair mencoba menelusuri setiap sudut berharap bisa menemukan obatku yang berharga.



Shit! Aku bisa pingsan kalau memaksakan diri untuk ke apotik dengan kodisi seperti orang sekarat. Tidak ada pilihan lain selain merebahkan diri dengan sepucuk harapan sakitnya akan menghilang dengan sendirinya.

Aku meraba meja mencari handphone untuk mengorder makan sebelum aku mati konyol di apartemen sendirian.







Ting!







Siapa lagi yang bertamu di jam segini? Padahal aku tidak pernah menerima tamu sebelumnya, selain keluargaku dan Vernon. Soodam, Lami dan Jaehyun sama sekali belum pernah kesini. Lagian, buat apa juga si manusia bodoh itu kesini? Aku kan bukan kelasnya, nanti dia merasa sedang berada di penjara.

Bel berbunyi lagi lebih agresif, aku bangkit dengan lutut yang bergetar. Lalu berjalan dengan tertatih-tatih dengan tangan yang menangkup perut seperti Herin. Karena tidak ada intercom aku mengintip dicela pintu.


Oh dia, baiklah aku langsung buka pintu.






"Hai," sapanya dengan cengiran diujung sana.

"Ngapain siang bolong ke rumahku? Aku lagi ga mood di ganggu loh," tuturku langsung saja.

Dia terkekeh lalu mendorong ku menyingkir dari pintu. "Eh, sorry kamu kenapa?"



Vernon langsung panik melihat aku tergeletak dilantai meringis sambil memeluk perut. "Kamu mau bunuh aku apa?"

Vernon panik sendiri menghampiriku yang sudah seperti korban bencana alam, "mana yang sakit? Bisa-bisanya sekali dorong kamu langsung tumbang, biasanya kan ganas kayak naga—EH AKU MINTA MAAF JANGAN NANGIS DONG BILANG SEBELAH MANA YANG SAKIT??"

What's Wrong With Manager Choi?¿ | Jaehyun Where stories live. Discover now