020822 (2)

103 15 2
                                    

020822
D+1

[]

Joshua Hong berjalan memasuki rumah duka setelah berdebat sedikit dengan penjaga. Namanya hampir tidak ditemukan di Daftar Orang yang Boleh Masuk yang dimiliki oleh si penjaga, dan dia dianggap sasaeng yang berpura-pura jadi pegawai agensi agar diperbolehkan masuk.

Dia memang belum lama bekerja di agensi ini, tapi tuduhan itu ternyata menyakitkan juga.

Untung saja penjaga itu akhirnya percaya kalau Joshua baru saja bergabung dengan 17 Entertainment – hari pertamanya kemarin, jadi kartu pegawainya belum jadi – dan dia bisa masuk. Dia baru akan menghubungi salah satu rekan kerjanya jika masih tidak dipercaya. Atau, sebagai upaya terakhir, menelepon Jeonghan. Tapi, yah, itu betul-betul usaha terakhir. Jeonghan mungkin marah padanya karena dia lupa membalas pesan Jeonghan kemarin. Juga yang pagi ini, saking terburu-burunya dia pergi dari apartemennya gara-gara bangun kesiangan.

Bukan lupa, sebenarnya. Joshua hanya tidak tahu cara untuk kembali berbicara pada Jeonghan.

Yang jelas, tidak sekali pun terlintas di otaknya bahwa interaksi pertamanya dengan Jeonghan setelah lima tahun saling melupakan akan terjadi di pemakaman Choi Seungcheol.

Joshua terdiam sejenak di luar ruangan. Matanya tertuju pada foto Seungcheol yang terpajang–senyumnya lebar dan ekspresinya lembut. Seungcheol, menurut penilaian objektif Joshua, adalah orang paling lembut di dunia. Dia adalah orang yang membuat siapa saja yang mengenalnya ingin melindunginya dari segala marabahaya yang mungkin terjadi, memastikan bahwa dia aman dan tidak perlu mengenal luka.

Kenyataan bahwa foto Seungcheol terpajang di sebuah rumah duka setelah dia melukai dirinya sendiri adalah pukulan berat bagi Joshua. Ini tanda kalau dia gagal. Dia gagal melindungi Seungcheol dari luka. Dan dia tidak bisa meminta maaf atas kesalahannya.

Joshua mengucapkan salam pada keluarga Seungcheol. Bapaknya hanya tersenyum tanpa mengucapkan apa-apa, ibunya memeluk Joshua sedikit terlalu erat dan terlalu lama, dan kakak laki-lakinya menepuk punggung Joshua sambil menanyakan kabar. Mereka semua masih mengingat Joshua meski sebagian wajahnya tertutup oleh masker.

Setelahnya, dia berdoa, meski dia sendiri tidak lagi meyakininya. Kata-kata yang dia ucapkan tidak akan mengembalikan Seungcheol.

Seungcheol, maafkan aku terlambat datang. Apa kau marah? Kembalilah dan marahi aku, ya? Jika kau betul-betul kembali, aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu lagi.

Joshua meninggalkan ruangan dengan mata merah.

Dia memasuki ruang makan dan memindai ruangan itu dengan matanya. Dilihatnya Jeonghan duduk bersandar di salah satu dinding, membiarkan maskernya menggantung dari salah satu telinganya sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Joshua menghela napas, lalu berjalan mendekat. Mau tidak mau, suka tidak suka, dia harus berbicara dengan Jeonghan.

"Yoon Jeonghan."

Jeonghan mendongak. Sambil berdiri, dia balas menyapa Joshua. Rasanya seharusnya Joshua membalas, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Sebelum dia sempat merespons, Jeonghan sudah menariknya ke dalam sebuah pelukan. Joshua tidak suka dipeluk sembarangan, tapi dia diam saja. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengomel.

Sejauh yang diingat Joshua, Jeonghan masih sama. Tubuhnya tetap kurus dan tampak ringkih. Dalam kondisi seperti ini, dia semakin tampak seperti akan pingsan kapan saja. Joshua tidak akan heran jika itu betulan terjadi. Apalagi jika Jeonghan masih sama seperti dulu. Alkohol tidak pernah baik untuk sistem tubuh.

"Kukira kau tidak akan datang."

Tuduhan Jeonghan, meski menyakitkan juga, masih dapat dimaklumi. Ada banyak alasan kenapa Joshua tidak akan bisa hadir di rumah duka hari ini. Pesan-pesan Jeonghan yang hanya dia baca pun turut memperkuat tuduhan itu. Joshua tidak bisa membela diri.

[SVT FF] 365: Please Don't GoWhere stories live. Discover now