2 ▪️ Kuah Bakso

68.4K 7K 301
                                    

' Jangan merasa kecil. Lihat sel, mereka gak bisa dilihat pakai mata telanjang, tapi mereka tetap berusaha bikin lo bertahan hidup. '
[ Micro - 02 ]

✒. Happy reading!

"Padahal hidup gue udah rumit tanpa adanya Matematika." Micro mengeluh di bangkunya, menyenggol-nyenggol lengan Coulo yang memperhatikan guru matematika mereka--Helena--yang baru saja datang. "Kenapa dunia diciptakan kalau Matematika ada. Harusnya cukup Biologi aja, bumi ini 'kan hubungannya sama tumbuhan. Bioma dan Biosfer aja."

Coulo mendengkus. "Pikir aja sendiri," tanggapnya tidak mau berbicara banyak. Coulo memang seperti itu, cuek, terkadang tak mau menanggapi hal yang menurutnya tidak perlu dijelaskan. Coulo hanya akan berbicara panjang saat menjelaskan pelajaran.

Sementara sosok di depan bagian kiri bangku Coulo dan Micro, Alkuna terkekeh mendengarnya. Lelaki berkacamata itu berbalik, dan Micro mencium bau-bau Alkuna akan menyindirnya.

"Lo kira yang buat pesawat gak pake hitungan? Gak pake matematika? Mesin pesawat dibuat pake akar tumbuhan?"

Benar saja 'kan dugaan Micro. Untungnya mereka sudah kenal sejak lama, Micro tidak tersinggung lagi dengan ucapan Alkuna serta kekehan dari North dan Sastra yang ada di depan bagian kanan bangkunya. Micro sabar, dan ia selalu sabar semenjak ia berada di lingkup Zwart.

"Guys! Bisa perhatikan ibu untuk saat ini?" Helena mengetuk-ngetuk mejanya menggunakan spidol, guru yang masih terbilang muda itu melangkah perlahan dan berdiri tepat di tengah. "Ibu baru mengajar kalian untuk yang pertama kali, Ibu belum tahu bagaimana kondisi kalian di kelas. Ibu harap bisa tenang dan sesuai harapan. Tidak seperti kelas lain. Ingatkan? Ini kelas unggulan, istimewa dari yang istimewa."

"Baik, Bu. Sebelumnya, saya punya dugaan mengenai Ibu." Sastra mengangkat tangannya, membuat pandangan Helena tertuju pada lelaki itu.

"Apa itu, Sastra?"

Mengerjap saat namanya disebut, Sastra berdeham dan tersenyum. "Ibu jadi wali kelas Z-1, benar?"

"Wah, bisa tersingkirkan, nih. Gue cupu matematika." North bergumam dengan tangan mengusap tengkuk. "Tapi oke, deh. Santai dulu."

"Mohon maaf, Geografi masih ada hitungan. Lah gue Sejarah! Tulisan semua, ada angka cuman tanggal sama tahun doang." Archeology protes karena mendengar gumaman dari North, padahal di sini ia yang paling tidak memahami matematika.

"Terus gue?" Aeste menunjuk dirinya sendiri. "Gue gak bisa bayangin gimana ngelukis sambil bayangin rumus Matematika."

"Hei, hei! Calm down, ada Zilos yang senang hati mengajarkan bagaimana sulitnya hidup dengan pertidaksamaan rasional dan ... dan apa lagi gue nggak tahu Matematika. Bodo, ah. Yang penting ada Zilos. AHAHAHAHAHA." Alkana terkekeh keras, sementara tangannya melayang memukul-mukul pundak Archeology yang pasrah.

"I see, jadi semua yang ada di sini hanya bisa di satu bidang saja?" Helena menyimpulkan membuat sosok lelaki dengan kacamatanya mengangguk.

"Bisa jadi, Bu. Contohnya saya cuman fokus ke Kimia," sahut Alkuna membuat yang lain ikut menyetujui.

"Paling mentok sejarah, bisa baca-baca sedikit." Alkena yang sedari tadi diam menambahkan, menyenggol Aeste yang malah mencoret-coret buku bagian belakang. Tampak jelas sekali jika Aeste mendadak galau.

"Hmm." Helena bergumam panjang. Ia baru mengetahui fakta ini. Selama Zwart datang ke sekolah, Helena memang belum mendapat kesempatan mengajar di kelas khusus yang mereka tempati. Selama ini, ia hanya tahu jika kesepuluh anggota Zwart sangatlah cerdas dalam pembelajaran. Helena pikir semua mata pelajaran mereka bisa, ternyata hanya yang dikuasai saja. Mungkin untuk pelajaran yang lain, mereka mempelajari hal dasar. "Pemimpin kalian di sini siapa? Atau ketua kelas?"

ZWARTWhere stories live. Discover now