14 ▪️ Staphylococcus aureus

43.8K 6.4K 126
                                    

' Tak ada salahnya berharap, jika mungkin itu satu-satunya jalan keluar dari keputusasaan '

✒.Happy reading!

"LELE ADA SEPULUH PANGERAN! CEPETAN KELUAR, KASIAN MEREKA KEPANASAN!!" Hera berteriak dengan tangan yang memegang sebuah selang untuk menyiram tanaman. Mendengar deru mesin motor yang mengguruh, Hera tidak bertanya-tanya lagi siapa pelakunya.

"Tante, gak papa kami nunggu. Sekalian berjemur, sehat buat tulang, vitamin D gratis." Alkana tersenyum begitu melepas helmnya, bertepatan dengan itu Lentera keluar dari dalam rumah dengan seragam yang dikenakan rapi.

Lentera yang memandang sekumpulan lelaki itu hanya menghela napas, seperti biasanya, tanpa diminta Zwart akan menjemput untuk berangkat bersama dan para penggemar mereka di sekolah pasti akan menggunjing Lentera dan menggosipkannya ke sana dan kemari. 

Tak ada pilihan, Lentera juga tidak berniat untuk menghindari mereka karena takut Zilos akan marah. Gadis itu segera menghampiri Hera dan mengecup punggung tangannya. "Lele berangkat, Nda."

"Iya, hati-hati ya, Zilos, Micro, North, Sastra, Aeste, Coulo, Archeology, Alkana, Alkena, Alkuna. Jangan ngebut-ngebut."

Mendengar itu, Lentera menjatuhkan rahangnya seketika. Bundanya ini benar-benar mengesalkan. Yang pamitan siapa dan yang diberikan ucapan hati-hati siapa. Lagipula, sejak kapan bundanya hafal semua nama anggota Zwart? Lentera saja terkadang masih sulit membedakan mana wajah Coulo dan mana wajah Archeology.

Tanpa mau memikirkan hal lebih banyak dari itu, Lentera menerima helmnya dari North dan langsung berangkat saat Zilos mengintruksi, sepuluh motor itu kembali merebut perhatian.

Di tengah jalan, Lentera merasakan North menepuk lututnya sekilas, membuat Lentera sedikit membungkuk untuk mendekatkan posisinya pada lelaki itu.

"Apa, North?"

"Kemarin malam ke mana?" North bertanya dengan suara jelas, namun Lentera tidak langsung menjawab akibat terkejut.

Lentera mendadak gelagapan dan duduk tak nyaman. "Kapan? Kemarin malam lo nganterin gue ke rumah deh ... udah 'kan?"

"Tapi gue lihat lo pergi lagi sama cowok, dia pacar lo?"

Lentera mengepalkan kedua tangannya. Ternyata ia terciduk. North bahkan yang lain sudah mewanti-wanti agar Lentera tidak ke mana-mana setelah pulang dari perpustakaan kota, lebih baik mempersiapkan belajar dengan Micro nanti. Tetapi Lentera bebal. Helaan napas panjang Lentera keluarkan, mau bagaimana lagi? Ia harus mengakui. 

"Iya, gue sama Kael mau balapan," jawab Lentera dan mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Nontonin dia balapan?" tanya North dan memelankan laju motornya.

Lentera terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Gak, gue juga biasa ikut balapan di sana."

"Bahaya." 

Lentera tahu dengan risiko balapan liar seperti apa. Ia juga hampir mengalami kecelakaan saat melakukan itu dulu, hanya saja sekarang sudah terbiasa. Lentera selalu mengikuti Kael jika lelaki itu berangkat balapan. Lentera tidak ingin Kael kecewa padanya, dan menganggapnya sebagai pacar yang tidak berguna. 

Belum menanggapi apa-apa, Lentera dikejutkan dengan sebelah tangan North yang meraih tangan kanan Lentera dan menuntunnya menuju pinggang North agar gadis itu berpegangan di sana. Belum sampai di sana, North mengelus-ngelus punggung tangan Lentera dengan lembut. 

"Sayangin diri sendiri sebelum orang lain, Lentera Matahari." 

Tubuh Lentera membeku, rasanya jantungnya berhenti untuk beberapa detik hingga kembali bekerja namun dengan irama yang mengencang. Tak sadar tangannya semakin melingkar di pinggang North dengan perasaan kacau.

ZWARTWhere stories live. Discover now